MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, T Erry Nuradi mengatakan, meski tawaran mekanisme untuk membayarkan gaji guru honorer SMA/SMK sudah disampaikan pemerintah pusat, namun Pemprovsu mengakui pihaknya tidak ingin gegabah membuat kebijakan tanpa ada payung hukum yang jelas dari pemerintah pusat.
Diketahui sebelumnya, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyarankan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan kabupaten/kota saling berkordinasi dalam hal pembayaran gaji guru honorer tersebut. “Saya sudah sampaikan ke kabupaten/kota tentang masalah honorer,” sebut Erry yang sebelumnya juga memberikan pilihan kepada kabupaten/kota untuk bisa mentransfer dana ke Pemprov agar gaji guru honorer bisa didistribusikan.
Selain itu, dirinya juga sepakat jika mekanisme pembayaran honor dimaksud menggunakan biaya dari komite sekolah, seperti dilakukan beberapa daerah selama ini, termasuk Kota Medan. “Boleh saja dari komite sekolah (pembayaran gaji guru honorer) dibuat, tetapi harus ada payung hukumnya. Paling tidak dari Menteri, karena ini kan berhubungan dengan uang. Jadi kita nggak bisa buat tanpa ada dasarnya (aturan dari pusat),” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sumut, Arsyad Lubis memaparkan, pihaknya saat ini sedang melakukan pendataan terlebih dahulu. Seiring berjalannya pendataan, sesuai hasil rapat di Jakarta beberapa waktu lalu, pemkab/pemko diminta untuk memberikan honor mereka melalui bantuan keuangan (dana BOS) dan itu petunjuk atau arahannya.
“Kita masih menunggu petunjuk lebih lanjut dari pusat, apakah akan ada regulasi yang memperbolehkan pemprov menggunakan dana BOS untuk membayar gaji honorer. Sebab, regulasi penggunaan dana BOS untuk membayar gaji honorer, hanya diperbolehkan untuk tingkat SMP dan SD. Makanya, kita masih menunggu bagaimana tindaklanjutnya,” tukas Arsyad.
Arsyad juga menyebutkan, pengalihan kewenangan guru honorer SMA/SMK di Sumut saat ini cukup sulit. Hal itu dikarenakan ada tiga jenis guru honorer yakni guru honorer yang digaji dari APBD yang disebut BOSDA, ada yang dari uang komite sekolah dan guru honorer silang sekolah. “Jika dirangkum semua, jumlah semuanya sekitar 12 ribu orang. Dari jumlah ini paling sedikit guru honorer dari BOSDA,” pungkasnya.
Dia juga menambahkan, terkait pungutan SPP, masing-masing sekolah sudah menerima dana BOS. Jadi, sampai sekarang belum ada mengarah ke sana (pungutan SPP). “Kita masih mengikuti apa yang dijalankan pemerintah kabupaten/kota selama ini. Belum ada pembahasannya dan kita menunggu petunjuk dari pemerintah pusat,” katanya.
Ia menambahkan, pihaknya mendapat anggaran tahun 2017 sekitar Rp400 miliar lebih. Anggaran itu sudah termasuk biaya rehab maupun pembangunan kelas baru.