26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Bilal Mayit, Hidup Dalam Kemiskinan, Menderita Kanker Payudara

Foto: SMG/Sumut Pos
Bilal mayit Haniyah (60).

SUMUTPOS.CO – Haniyah (60), yang merupakan janda miskin ini, kehidupan dan kesehatannya sangat memperihatinkan. Penderitaannya semakin lengkap, karena ia mengidap penyakit kanker payudara yang semakin parah.

Ia tingga sendiri di dalam rumah gubuk berlantai tanah yang terletak  di Desa Pulau Maria, Dusun II, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Asahan. Apa daya, pekerjaannya sebagai pemandi jenazah, tak cukup baginya untuk membiayai hidup sehari-hari.

“Mau salat saya susah pak. Penyakit saya (kanker payudara) semakin parah seperti buah kol yang merekah. Apalagi sering mengeluarkan cairan kotor,” ujar janda empat anak ini saat mengisahkan ceritanya.

Di dalam rumah berukuran lima kali empat meter dengan dinding teriplek bercampur gedek inilah, Haniyah beraktivitas. Empat batang pinang tua sebagai pondasi tiang penyokong rumah, kondisinya juga mengkhawatirkan karena dapat sewaktu-waktu tumbang. Wanita berusia senja inipun enggan meminta bantuan anak-anaknya yang kondisi kehidupannya tak jauh beda darinya.

Gaji sebulan Rp150 ribu sebagai pemandi jenazah di desanya dari Pemkab Asahan yang diterima setiap tiga bulan sekali, sudah pasti tak akan pernah bisa untuk membiayai perobatan penyakitnya itu. Untuk makan sehari-hari, beruntung ia masih dapat membeli beras kesejahteraan (raskin) dari pemerintah. Sesekali makanan hantaran jiran tetangga, dimakannya untuk penyambung hidup.

Tak hanya itu, ternyata Haniyah tak pernah merasakan tidur di atas kasur yang empuk. Setiap harinya dengan beralaskan tikar, ia tidur di atas tanah sebagai lantai rumahnya. Hal itu pula yang membuat penyakit asmanya semakin parah, karena terlalu sering menghirup abu dari lantai tanah.“Setiap hari saya tidur di atas tikar ini pak. Yah, sukur-sukur nanti kalau pemerintah mau membantu, merehab rumah dan memberikan biaya untuk saya berobat,” ujarnya.

Sementara itu, Sunan sebagai Kepala Dusun II Desa Pulau Maria membenarkan kondisi warganya itu dan menilai layak mendapatkan bantuan. Mengenai rumah yang ditempati Haniyah, sebagai kepala dusun, dia juga telah mengupayakan pembangunan rumah untuk janda tersebut melalui program bedah rumah, namun masih belum memiliki realisasi kejelasannya.“Terus terang kehidupan anak ibu itu memang sama susahnya. Jadi mungkin dibantu anak- anaknya, tapi sekadar saja. Melihat kondisinya, memang ibu itu layak dibantu,” ujarnya.

Kepada wartawan, melalui pemberitaan tentangnya di surat kabar, nenek lima cucu ini akan sangat bersyukur jika ada bantuan dari para dermawan, minimal untuk mengobati penyakit yang sudah dua tahun ini dirasakannya. Keinginanya hanya satu, ia berharap penyakitnya itu tak menghalanginya untuk melaksanakan salat lima waktu. “Saya tak punya biaya untuk operasi perobatan, makan sehari-hari saja, bisa terpenuhi sudah cukup,” katanya. (per/ma/smg/ila)

 

Foto: SMG/Sumut Pos
Bilal mayit Haniyah (60).

SUMUTPOS.CO – Haniyah (60), yang merupakan janda miskin ini, kehidupan dan kesehatannya sangat memperihatinkan. Penderitaannya semakin lengkap, karena ia mengidap penyakit kanker payudara yang semakin parah.

Ia tingga sendiri di dalam rumah gubuk berlantai tanah yang terletak  di Desa Pulau Maria, Dusun II, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Asahan. Apa daya, pekerjaannya sebagai pemandi jenazah, tak cukup baginya untuk membiayai hidup sehari-hari.

“Mau salat saya susah pak. Penyakit saya (kanker payudara) semakin parah seperti buah kol yang merekah. Apalagi sering mengeluarkan cairan kotor,” ujar janda empat anak ini saat mengisahkan ceritanya.

Di dalam rumah berukuran lima kali empat meter dengan dinding teriplek bercampur gedek inilah, Haniyah beraktivitas. Empat batang pinang tua sebagai pondasi tiang penyokong rumah, kondisinya juga mengkhawatirkan karena dapat sewaktu-waktu tumbang. Wanita berusia senja inipun enggan meminta bantuan anak-anaknya yang kondisi kehidupannya tak jauh beda darinya.

Gaji sebulan Rp150 ribu sebagai pemandi jenazah di desanya dari Pemkab Asahan yang diterima setiap tiga bulan sekali, sudah pasti tak akan pernah bisa untuk membiayai perobatan penyakitnya itu. Untuk makan sehari-hari, beruntung ia masih dapat membeli beras kesejahteraan (raskin) dari pemerintah. Sesekali makanan hantaran jiran tetangga, dimakannya untuk penyambung hidup.

Tak hanya itu, ternyata Haniyah tak pernah merasakan tidur di atas kasur yang empuk. Setiap harinya dengan beralaskan tikar, ia tidur di atas tanah sebagai lantai rumahnya. Hal itu pula yang membuat penyakit asmanya semakin parah, karena terlalu sering menghirup abu dari lantai tanah.“Setiap hari saya tidur di atas tikar ini pak. Yah, sukur-sukur nanti kalau pemerintah mau membantu, merehab rumah dan memberikan biaya untuk saya berobat,” ujarnya.

Sementara itu, Sunan sebagai Kepala Dusun II Desa Pulau Maria membenarkan kondisi warganya itu dan menilai layak mendapatkan bantuan. Mengenai rumah yang ditempati Haniyah, sebagai kepala dusun, dia juga telah mengupayakan pembangunan rumah untuk janda tersebut melalui program bedah rumah, namun masih belum memiliki realisasi kejelasannya.“Terus terang kehidupan anak ibu itu memang sama susahnya. Jadi mungkin dibantu anak- anaknya, tapi sekadar saja. Melihat kondisinya, memang ibu itu layak dibantu,” ujarnya.

Kepada wartawan, melalui pemberitaan tentangnya di surat kabar, nenek lima cucu ini akan sangat bersyukur jika ada bantuan dari para dermawan, minimal untuk mengobati penyakit yang sudah dua tahun ini dirasakannya. Keinginanya hanya satu, ia berharap penyakitnya itu tak menghalanginya untuk melaksanakan salat lima waktu. “Saya tak punya biaya untuk operasi perobatan, makan sehari-hari saja, bisa terpenuhi sudah cukup,” katanya. (per/ma/smg/ila)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/