30 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Biaya Sertifikasi Halal Cuma Rp650 Ribu

SUMUTPOS.CO – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menurunkan biaya sertifikasi halal reguler (berbayar), khususnya bagi usaha mikro dan kecil (UMK), yang sebelumnya sebesar Rp3 juta hingga Rp4 juta, kini hanya Rp650 ribu. Perinciannya, Rp300 ribu untuk pendaftaran dan penetapan kehalalan produk. Kemudian, Rp350 ribu untuk pemeriksaan kehalalan produk oleh LPH.

Sedangkan untuk usaha mikro dan kecil (UMK) berlaku tarif Rp0 melalui mekanisme self declare atau deklarasi halal secara mandiri. ’’Tarif baru ini jauh lebih murah,’’ kata Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham.

Sebelum ada ketentuan tarif itu, biaya sertifikasi halal memang cukup besar. Informasi yang diterima, instansi pusat maupun daerah biasanya mengalokasikan anggaran untuk fasilitasi sertifikasi halal untuk pelaku UMK sekitar Rp3 juta sampai Rp4 juta. Saat ini, biaya sertifikasi halal bagi usaha menengah senilai Rp5 juta. Sedangkan usaha besar dan/atau berasal dari luar negeri Rp12,5 juta.

Menurut Aqil, penurunan biaya itu bagian dari komitmen afirmasi yang dilakukan pemerintah untuk pelaku UMK. Tujuannya untuk stimulasi, khususnya pada masa pandemi seperti sekarang. Dia mengatakan, pemberlakuan peraturan tarif ini lebih meringankan pelaku usaha serta mendorong akselerasi sertifikasi halal. “Dengan begitu target 10 juta sertifikasi halal dapat kita capai,” jelasnya.

Kewajiban untuk melakukan sertifikasi halal sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Adapun produk yang wajib memiliki sertifikasi halal barang atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sebelumnya, BPJPH Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan label halal yang berlaku secara nasional. Penetapan label halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.

Surat Keputusan ditetapkan di Jakarta pada 10 Februari 2022, ditandatangani oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, dan berlaku efektif terhitung sejak 1 Maret 2022.

Penetapan label halal tersebut, menurut Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, dilakukan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Penetapan ini juga bagian dari pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH.

“Melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka BPJPH menetapkan label halal dalam bentuk logo sebagaimana yang secara resmi kita cantumkan dalam Keputusan Kepala BPJPH,” ungkap Aqil Irham di Jakarta, Sabtu (12/3).

MUI Dilibatkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, A Tholabi Kharlie menilai perpindahan kewenangan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menjadi titik baru dalam menciptakan ekosistem halal di Indonesia. Menurutnya, industri halal akan semakin terkonsolidasi melalui mekanisme ini.

Meski begitu, Tholabi memastikan MUI tetap memiliki peran penentuan produk halal meskipun kewenangannya berpindah. MUI tetap dibutuhkan oleh Kemenag dalam urusan penetapan kehalalan sebuah produk. “Salah besar jika membuat narasi bahwa MUI tidak lagi berperan dalam sertifikasi halal. Dalam Pasal 10 UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disebutkan BPJPH dan MUI melakukan kerjasama dalam penetapan kehalalan produk,” kata Tholabi kepada wartawan, Selasa (15/3).

Tholabi menyebutkan, dalam Pasal 33 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ditegaskan tentang penetapan kehalalan produk dilakukan oleh MUI melalui sidang Fatwa Halal paling lama selama 3 hari kerja. Sehingga adanya perubahan kewenangan tersebut tidak akan menghilangkan peran MUI. “Ini saya kira kemajuan luar biasa, fatwa halal MUI dibunyikan dalam sebuah hukum negara yang mengikat semuanya,” jelasnya.

“Saya sangat optimis, ekosistem industri halal di Indonesia akan mengalami peningkatan yang signifikan. Mari seluruh pihak mengawal pelaksanaan aturan ini agar berjalan dengan baik,” tandasnya. (cnn/jpc)

SUMUTPOS.CO – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menurunkan biaya sertifikasi halal reguler (berbayar), khususnya bagi usaha mikro dan kecil (UMK), yang sebelumnya sebesar Rp3 juta hingga Rp4 juta, kini hanya Rp650 ribu. Perinciannya, Rp300 ribu untuk pendaftaran dan penetapan kehalalan produk. Kemudian, Rp350 ribu untuk pemeriksaan kehalalan produk oleh LPH.

Sedangkan untuk usaha mikro dan kecil (UMK) berlaku tarif Rp0 melalui mekanisme self declare atau deklarasi halal secara mandiri. ’’Tarif baru ini jauh lebih murah,’’ kata Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham.

Sebelum ada ketentuan tarif itu, biaya sertifikasi halal memang cukup besar. Informasi yang diterima, instansi pusat maupun daerah biasanya mengalokasikan anggaran untuk fasilitasi sertifikasi halal untuk pelaku UMK sekitar Rp3 juta sampai Rp4 juta. Saat ini, biaya sertifikasi halal bagi usaha menengah senilai Rp5 juta. Sedangkan usaha besar dan/atau berasal dari luar negeri Rp12,5 juta.

Menurut Aqil, penurunan biaya itu bagian dari komitmen afirmasi yang dilakukan pemerintah untuk pelaku UMK. Tujuannya untuk stimulasi, khususnya pada masa pandemi seperti sekarang. Dia mengatakan, pemberlakuan peraturan tarif ini lebih meringankan pelaku usaha serta mendorong akselerasi sertifikasi halal. “Dengan begitu target 10 juta sertifikasi halal dapat kita capai,” jelasnya.

Kewajiban untuk melakukan sertifikasi halal sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Adapun produk yang wajib memiliki sertifikasi halal barang atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sebelumnya, BPJPH Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan label halal yang berlaku secara nasional. Penetapan label halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.

Surat Keputusan ditetapkan di Jakarta pada 10 Februari 2022, ditandatangani oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, dan berlaku efektif terhitung sejak 1 Maret 2022.

Penetapan label halal tersebut, menurut Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, dilakukan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Penetapan ini juga bagian dari pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH.

“Melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka BPJPH menetapkan label halal dalam bentuk logo sebagaimana yang secara resmi kita cantumkan dalam Keputusan Kepala BPJPH,” ungkap Aqil Irham di Jakarta, Sabtu (12/3).

MUI Dilibatkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, A Tholabi Kharlie menilai perpindahan kewenangan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menjadi titik baru dalam menciptakan ekosistem halal di Indonesia. Menurutnya, industri halal akan semakin terkonsolidasi melalui mekanisme ini.

Meski begitu, Tholabi memastikan MUI tetap memiliki peran penentuan produk halal meskipun kewenangannya berpindah. MUI tetap dibutuhkan oleh Kemenag dalam urusan penetapan kehalalan sebuah produk. “Salah besar jika membuat narasi bahwa MUI tidak lagi berperan dalam sertifikasi halal. Dalam Pasal 10 UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disebutkan BPJPH dan MUI melakukan kerjasama dalam penetapan kehalalan produk,” kata Tholabi kepada wartawan, Selasa (15/3).

Tholabi menyebutkan, dalam Pasal 33 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ditegaskan tentang penetapan kehalalan produk dilakukan oleh MUI melalui sidang Fatwa Halal paling lama selama 3 hari kerja. Sehingga adanya perubahan kewenangan tersebut tidak akan menghilangkan peran MUI. “Ini saya kira kemajuan luar biasa, fatwa halal MUI dibunyikan dalam sebuah hukum negara yang mengikat semuanya,” jelasnya.

“Saya sangat optimis, ekosistem industri halal di Indonesia akan mengalami peningkatan yang signifikan. Mari seluruh pihak mengawal pelaksanaan aturan ini agar berjalan dengan baik,” tandasnya. (cnn/jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/