25.6 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Dinsos Ingin Kota Tebingtinggi Bebas Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

TEBINGTINGGI, SUMUTPOS.CO – Dinas Sosial Kota Tebingtinggi menggelar Forum Konsultasi Publik (FKP) dengan tema optimalisasi Penanganan Anak Terlantar, Pengemis dan Anak Jalanan di Kota Tebingtinggi Tahun 2022 yang dilaksanakan di Aula Dinas Sosial Jalan Gunung Lauser Kota Tebingtinggi, Selasa (15/3). Harapannya, ke depannya Kota Tebingtinggi bebas dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kota Tebingtinggi Khairil Anwar Nasution mengatakan dalam melaksanakan kerja akan mengalami kritikan, karena itu, kita harus lapang dada, dan ini merupakan bagian dari tugas kita. “Jadikan kritikan dalam bekerja menjadi obat dalam melaksanakan tugas,” bilang Khairil.

Menurut Khairil, saat ini bantuan banyak dari pusat, tetapi yang melaksanakan bukan dinas sosial (dinsos), penyelenggara pihak lain, tetapi yang mendapat tekanan adalah dinas sosial, tetapi semua itu harus dihadapi dengan sikap yang tetap mengutamakan kepentingan masyarakat kurang mampu. “Aspirasi masyarakat harus kita terimah dan kita harus melayani,” ungkapnya.

Dikatakan Khairil, bahwa anak terlantar adalah usia 8-18 yang kehilangan hak asuh dari orangtua, anak jalanan anak adalah orang yang hidup dijalanan dan tinggal dijalanan, pengemis adalah orang yang meminta minta uang di kota kota dengan kehidupan kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup.

“Sedangkan membahas anak punk, banyak dari mereka adalah korban broken home dari orangtua, bahkan anak punk ada yang hamil karena kumpul kebo, nah inilah perkembangan anak terlantar dalam inovasi,” jelasnya.

Dijelaskan Khairil, dengan adanya pertemuan ini, Kota Tebingtinggi ke depan bisa terbebas dari masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti anak terlantar, pengemis dan anak jalanan.

Narasumber, Diyas menjelaskan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah memberikan perlindungan kepada anak terlantar, pengemis dan anak jalanan, dalam optimalisasi kita harus memiliki komitmen kuat dalam upaya mencari solusi terbaik untuk penanganan anak terlantar, anak jalanan dan pengemis.

“Kehidupan yang dialami anak jalanan dan anak terlantar adalah kehidupan anak yang belum dijalani oleh anak tersebut. Sehingga anak anak tersebut mendapatkan dampak kekerasan, seksual dan dampak hal hal yang negarif lainnya,” paparnya.

Menurut data Badan Pusat Statistis (BPS) tahun 2019, sebanyak 49 persen penduduk Kota Tebingtinggi adalah anak usia 0-17 tahun. Maka hal ini hampr mencapai perbandingan separuh dengan orangtua dan dewasa, dua puluh tahun ke depan, maka anak anak ini akan menjadi SDM menuju Kota Tebingtinggi ke depannya. “Maka forum ini harus dioptimalkan,” katanya.

Ternyatat sebanyak 32 kasus kekerasan anak selama tahun 2021 di Kota Tebingtinggi dan ada 30 kasus terjadi kekerasan dalam rumah tanggi, ini merupakan gambaran adanya ketidaknyamanan anak dirumah, maka dengan itu, para orang tua harus berperan aktif dalam melakukan pengawasan kepada anak. “Maka kedepan, Dinas Sosial Tebingtinggi diharapkan bisa memiliki rumah singgah kreatif,” jelas Diyas.

Mewakili Satpol PP, Beny Hutajulu menjelaskan bahwa penanganan anak terlantar, pengemis dan anak jalanan sudah dilakukan sepenuhnya oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam penegakan perda.

“Berdasarkan tufoksi Satpol PP Kota Tebingtinggi tetap berupaya dalan bidang penertiban, kendala di lapangan kami hanya dalam penangan saja yaitu dalam penertiban saja,” jelasnya.

Dalam hasil kesepakatan FKP, para tokoh masyarakat, Satpol PP meminta untuk dibentuknya rumah singgah kreatif di Kota Tebingtinggi dalam penanganan anak terlantar, pengemis dan anak jalanan di Kota Tebingtinggi.

Hadir Sekretaris Dinas Sosial Tigara Hasibuan, Kabid Relijamsos Jelita, TKSK Kota Tebingtinggi dan Narasumber. (ian/azw)

TEBINGTINGGI, SUMUTPOS.CO – Dinas Sosial Kota Tebingtinggi menggelar Forum Konsultasi Publik (FKP) dengan tema optimalisasi Penanganan Anak Terlantar, Pengemis dan Anak Jalanan di Kota Tebingtinggi Tahun 2022 yang dilaksanakan di Aula Dinas Sosial Jalan Gunung Lauser Kota Tebingtinggi, Selasa (15/3). Harapannya, ke depannya Kota Tebingtinggi bebas dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kota Tebingtinggi Khairil Anwar Nasution mengatakan dalam melaksanakan kerja akan mengalami kritikan, karena itu, kita harus lapang dada, dan ini merupakan bagian dari tugas kita. “Jadikan kritikan dalam bekerja menjadi obat dalam melaksanakan tugas,” bilang Khairil.

Menurut Khairil, saat ini bantuan banyak dari pusat, tetapi yang melaksanakan bukan dinas sosial (dinsos), penyelenggara pihak lain, tetapi yang mendapat tekanan adalah dinas sosial, tetapi semua itu harus dihadapi dengan sikap yang tetap mengutamakan kepentingan masyarakat kurang mampu. “Aspirasi masyarakat harus kita terimah dan kita harus melayani,” ungkapnya.

Dikatakan Khairil, bahwa anak terlantar adalah usia 8-18 yang kehilangan hak asuh dari orangtua, anak jalanan anak adalah orang yang hidup dijalanan dan tinggal dijalanan, pengemis adalah orang yang meminta minta uang di kota kota dengan kehidupan kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup.

“Sedangkan membahas anak punk, banyak dari mereka adalah korban broken home dari orangtua, bahkan anak punk ada yang hamil karena kumpul kebo, nah inilah perkembangan anak terlantar dalam inovasi,” jelasnya.

Dijelaskan Khairil, dengan adanya pertemuan ini, Kota Tebingtinggi ke depan bisa terbebas dari masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti anak terlantar, pengemis dan anak jalanan.

Narasumber, Diyas menjelaskan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah memberikan perlindungan kepada anak terlantar, pengemis dan anak jalanan, dalam optimalisasi kita harus memiliki komitmen kuat dalam upaya mencari solusi terbaik untuk penanganan anak terlantar, anak jalanan dan pengemis.

“Kehidupan yang dialami anak jalanan dan anak terlantar adalah kehidupan anak yang belum dijalani oleh anak tersebut. Sehingga anak anak tersebut mendapatkan dampak kekerasan, seksual dan dampak hal hal yang negarif lainnya,” paparnya.

Menurut data Badan Pusat Statistis (BPS) tahun 2019, sebanyak 49 persen penduduk Kota Tebingtinggi adalah anak usia 0-17 tahun. Maka hal ini hampr mencapai perbandingan separuh dengan orangtua dan dewasa, dua puluh tahun ke depan, maka anak anak ini akan menjadi SDM menuju Kota Tebingtinggi ke depannya. “Maka forum ini harus dioptimalkan,” katanya.

Ternyatat sebanyak 32 kasus kekerasan anak selama tahun 2021 di Kota Tebingtinggi dan ada 30 kasus terjadi kekerasan dalam rumah tanggi, ini merupakan gambaran adanya ketidaknyamanan anak dirumah, maka dengan itu, para orang tua harus berperan aktif dalam melakukan pengawasan kepada anak. “Maka kedepan, Dinas Sosial Tebingtinggi diharapkan bisa memiliki rumah singgah kreatif,” jelas Diyas.

Mewakili Satpol PP, Beny Hutajulu menjelaskan bahwa penanganan anak terlantar, pengemis dan anak jalanan sudah dilakukan sepenuhnya oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam penegakan perda.

“Berdasarkan tufoksi Satpol PP Kota Tebingtinggi tetap berupaya dalan bidang penertiban, kendala di lapangan kami hanya dalam penangan saja yaitu dalam penertiban saja,” jelasnya.

Dalam hasil kesepakatan FKP, para tokoh masyarakat, Satpol PP meminta untuk dibentuknya rumah singgah kreatif di Kota Tebingtinggi dalam penanganan anak terlantar, pengemis dan anak jalanan di Kota Tebingtinggi.

Hadir Sekretaris Dinas Sosial Tigara Hasibuan, Kabid Relijamsos Jelita, TKSK Kota Tebingtinggi dan Narasumber. (ian/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/