25 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Viral Dua Angin Puting Beliung di Tengah Danau Toba, BMKG: Biasa Terjadi dan Tidak Berbahaya

SUMUTPOS.CO – Video yang memperlihatkan pusaran angin puting beliung muncul di Danau Toba, Kabupaten Balige, Sumatera Utara, viral di media sosial. Dalam video yang beredar, dua angin puting beliung berukuran raksasa itu diabadikan sejumlah warga melalui kamera ponsel. Fenomena tersebut terjadi pada Minggu (13/8) sore. Lalu, apa kata Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai fenomena ini?

FOCASTER BMKG Wilayah I Nora Sinaga mengatakan, fenomena itu merupakan hal yang normal terjadi. “Itu biasa kita sebut dengan waterspout, fenomena alam yang mirip dengan puting beliung namun terjadinya di wilayah perairan,” katanya.

Dijelaskannya, waterspout merupakan fenomena alam biasa yang terjadi saat peralihan musim kemarau ke musim hujan. “Fenomena ini terjadi pada musim peralihan seperti Bulan Juli dan Agustus. Di mana wilayah Sumatera Utara peralihan dari musim kemarau ke musim hujan,” jelasnya.

Dia juga menerangkan, fenomena waterspout ini terbentuk dari awan cumolonimbus, dan tidak semua awan bisa menyebabkan fenomena tersebut. “Biasanya tidak berbahaya karena intesitasnya lemah terus terjadi dalam waktu singkat,” ungkapnya.

Namun begitu, Nora menyebut, waterspout bisa menimbulkan dampak signifikan jika disertai dengan angin kencang dan hujan deras. “Karena itu, BMKG mengimbau masyarakat yang beraktivitas di sekitar wilayah terjadinya waterspout untuk menjauhi pusaran angin tersebut,” imbaunya.

Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer BRIN Erma Yulihastin menjelaskan perbedaan waterspout dengan puting beliung. Menurutnya, waterspout hanya terjadi ketika ada kontak angin dengan air. Skala angin ini pun mikro, sehingga fenomena ini hanya dapat terjadi di atas danau, tambak, sungai, bendungan, dan lainnya.

Sementara, puting beliung memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan pada kisaran di bawah skala F-2 (Skala Fujita-2, menurut ahli tornado keturunan Jepang Tetsuya Fujita dari Universitas Chicago). “Dengan demikian, puting beliung memiliki lintasan kurang dari satu kilometer dengan durasi hidup di bawah satu jam,” kata Erma dalam situs resmi LAPAN.

Erma juga menjelaskan, ciri waterspout secara visual dapat dikenali dari bentuknya yang seperti suatu belalai atau corong pipa panjang dan terlihat turun dari awan jenis cumuluscongetus atau cumulonimbus. “Kejadian ini tak hanya langkah tapi juga termasuk cuaca ekstrem karena menggambarkan badai super sel pada skala ruang yang mikro (puluhan meter),” jelasnya.

Menurut Erma sangat sedikit ditemui waterspout yang dapat bertahan lama atau bahkan berpindah dari air menuju darat.

Kelembaban atau uap air yang dihasilkan oleh suatu permukaan air cenderung memiliki karakteristik yang khas, maka waterspout yang pernah terbentuk di suatu area, memiliki potensi besar dapat terjadi lagi di wilayah tersebut.

Sebuah waterspout rata-rata berdiameter sekitar 50 meter dan angin yang berada di sekitarnya akan bergerak dengan kecepatan rata-rata sekitar 80 kilometer per jam. Kecepatan ini dapat menjelaskan kapasitas destruktif mereka yang rendah karena kecepatan angin tidak cukup tinggi untuk mengumpilkan terlalu banyak massa.

Beberapa kasus kecepatan angin dapat mencapai 240 kilometer per jam dengan diameter membesar sampai sekitar 100 meter. Sebuah waterspout kemungkinan besar akan tetap berada di atas air dan biasanya tidak membahayakan pelaut.

Fenomena waterspout telah terjadi sejak ratusan tahun lalu, meski penelitiannya baru diungkap baru-baru ini. Pada awal kemunculannya, fenomena ini membawa misteri dan ketakutan.

Mengutip Marine Insight, catatan mengenai fenomena waterspout tertua terjadi pada 1456 di wilayah laut dekat Ancona, Italia. Waterspout pertama tersebut terjadi tepatnya pada 24 Agustus dan bergerak dari timur ke barat sebelum mencapai wilayah perairan Pisa.

Berdasarkan catatan tersebut, lebar dari waterspout saat itu mencapai lebih dari 3 kilometer. Kendati begitu, catatan mengenai waterspout tidak banyak menunjukkan korban jiwa.

Namun, fenomena waterspout pada tahun 1555 tercatat pernah membuat kerusakan di Grand Harbour Valetta, Malta, dan mengakibatkan ratusan nyawa hilang menenggelamkan empat galangan kapal. (bbs/adz)

SUMUTPOS.CO – Video yang memperlihatkan pusaran angin puting beliung muncul di Danau Toba, Kabupaten Balige, Sumatera Utara, viral di media sosial. Dalam video yang beredar, dua angin puting beliung berukuran raksasa itu diabadikan sejumlah warga melalui kamera ponsel. Fenomena tersebut terjadi pada Minggu (13/8) sore. Lalu, apa kata Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai fenomena ini?

FOCASTER BMKG Wilayah I Nora Sinaga mengatakan, fenomena itu merupakan hal yang normal terjadi. “Itu biasa kita sebut dengan waterspout, fenomena alam yang mirip dengan puting beliung namun terjadinya di wilayah perairan,” katanya.

Dijelaskannya, waterspout merupakan fenomena alam biasa yang terjadi saat peralihan musim kemarau ke musim hujan. “Fenomena ini terjadi pada musim peralihan seperti Bulan Juli dan Agustus. Di mana wilayah Sumatera Utara peralihan dari musim kemarau ke musim hujan,” jelasnya.

Dia juga menerangkan, fenomena waterspout ini terbentuk dari awan cumolonimbus, dan tidak semua awan bisa menyebabkan fenomena tersebut. “Biasanya tidak berbahaya karena intesitasnya lemah terus terjadi dalam waktu singkat,” ungkapnya.

Namun begitu, Nora menyebut, waterspout bisa menimbulkan dampak signifikan jika disertai dengan angin kencang dan hujan deras. “Karena itu, BMKG mengimbau masyarakat yang beraktivitas di sekitar wilayah terjadinya waterspout untuk menjauhi pusaran angin tersebut,” imbaunya.

Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer BRIN Erma Yulihastin menjelaskan perbedaan waterspout dengan puting beliung. Menurutnya, waterspout hanya terjadi ketika ada kontak angin dengan air. Skala angin ini pun mikro, sehingga fenomena ini hanya dapat terjadi di atas danau, tambak, sungai, bendungan, dan lainnya.

Sementara, puting beliung memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan pada kisaran di bawah skala F-2 (Skala Fujita-2, menurut ahli tornado keturunan Jepang Tetsuya Fujita dari Universitas Chicago). “Dengan demikian, puting beliung memiliki lintasan kurang dari satu kilometer dengan durasi hidup di bawah satu jam,” kata Erma dalam situs resmi LAPAN.

Erma juga menjelaskan, ciri waterspout secara visual dapat dikenali dari bentuknya yang seperti suatu belalai atau corong pipa panjang dan terlihat turun dari awan jenis cumuluscongetus atau cumulonimbus. “Kejadian ini tak hanya langkah tapi juga termasuk cuaca ekstrem karena menggambarkan badai super sel pada skala ruang yang mikro (puluhan meter),” jelasnya.

Menurut Erma sangat sedikit ditemui waterspout yang dapat bertahan lama atau bahkan berpindah dari air menuju darat.

Kelembaban atau uap air yang dihasilkan oleh suatu permukaan air cenderung memiliki karakteristik yang khas, maka waterspout yang pernah terbentuk di suatu area, memiliki potensi besar dapat terjadi lagi di wilayah tersebut.

Sebuah waterspout rata-rata berdiameter sekitar 50 meter dan angin yang berada di sekitarnya akan bergerak dengan kecepatan rata-rata sekitar 80 kilometer per jam. Kecepatan ini dapat menjelaskan kapasitas destruktif mereka yang rendah karena kecepatan angin tidak cukup tinggi untuk mengumpilkan terlalu banyak massa.

Beberapa kasus kecepatan angin dapat mencapai 240 kilometer per jam dengan diameter membesar sampai sekitar 100 meter. Sebuah waterspout kemungkinan besar akan tetap berada di atas air dan biasanya tidak membahayakan pelaut.

Fenomena waterspout telah terjadi sejak ratusan tahun lalu, meski penelitiannya baru diungkap baru-baru ini. Pada awal kemunculannya, fenomena ini membawa misteri dan ketakutan.

Mengutip Marine Insight, catatan mengenai fenomena waterspout tertua terjadi pada 1456 di wilayah laut dekat Ancona, Italia. Waterspout pertama tersebut terjadi tepatnya pada 24 Agustus dan bergerak dari timur ke barat sebelum mencapai wilayah perairan Pisa.

Berdasarkan catatan tersebut, lebar dari waterspout saat itu mencapai lebih dari 3 kilometer. Kendati begitu, catatan mengenai waterspout tidak banyak menunjukkan korban jiwa.

Namun, fenomena waterspout pada tahun 1555 tercatat pernah membuat kerusakan di Grand Harbour Valetta, Malta, dan mengakibatkan ratusan nyawa hilang menenggelamkan empat galangan kapal. (bbs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/