26 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Sutrisno: Tinggal Pastikan Sumber Uang & Peruntukannya

Foto: Kombinasi/Dok Sumut Pos Dari kiri ke kanan ke bawah): Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho, dan unsur pimpinan DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019, yakni Ajib Shah, Saleh Bangun, Sigit Pramono Asri, Chaidir Ritonga, dan Kamaludin Harahap. Mereka dijadikan tersangka dalam kasus pengajuan hak interpelasi dan pengesahan serta pertanggungjawaban APBD Sumut oleh KPK, Selasa (3/11/2015).
Foto: Kombinasi/Dok Sumut Pos
Dari kiri ke kanan ke bawah): Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho, dan unsur pimpinan DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019, yakni Ajib Shah, Saleh Bangun, Sigit Pramono Asri, Chaidir Ritonga, dan Kamaludin Harahap. Mereka dijadikan tersangka dalam kasus pengajuan hak interpelasi dan pengesahan serta pertanggungjawaban APBD Sumut oleh KPK, Selasa (3/11/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setelah melakukan pemeriksaan kepada sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) periode 2009-2014 dan 2014-2019 selama dua hari, para penyidik memilih libur, pada Minggu (15/11). Penyidik kembali melanjutkan pekerjaannya memintai keterangan saksi di Mako Brimo Polda, Senin (16/11).

Informasi yang diperoleh, penyidik KPK yang sebelumnya menggeledah sejumlah ruangan di gedung DPRD Sumut serta rumah pimpinan dewan dan mantan yang menjadi tersangka kasus dugaan suap interplasi, kemarin tidak melakukan pemeriksaan. Tidak terlihat awak media berkumpul di samping gedung di depan Masjid Nurul Huda komplek tersebut.

Salah satu sopir yang membawa para penyidik mengaku tidak ada pemeriksaan di hari Minggu kemarin. Namun dirinya enggan menyebutkan apakah ada agenda liburan atau kegiatan lainnya saat libur.

Dihubungi terpisah, anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan, jika rangkaian penggeledahan di gedung legislatif dan pemeriksaan terhadap sejumlah anggota dewan periode lalu dan saat ini, semakin meneguhkan informasi yang pernah disampaikan oleh salah satu tersangka SPA, bahwa Gatot Pujo Nugroho terbiasa menyuap DPRD Sumut.

“Pernyataan (SPA) itu semakin pasti karena sejumlah anggota DPRD Sumut 2009-2014 telah mengembalikan uang yang dinyatakan tidak jelas sumbernya, dan tidak jelas peruntukannya,” kata Sutrisno kepada Sumut Pos, Minggu (15/11).

Dengan begitu, dirinya meminta agar KPK segera melakukan langkah cepat agar pekerjaan Pemprov dan DPRD Sumut tidak terganggu. Sejak operasi tangkap tangan (OTT) dugaan kasus suap di PTUN Medan, menurutnya suasana kerja di dua lembaga ini sudah tidak kondusif dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

“Sesungguhnya kasus ini sudah terang benderang. Tinggal memastikan, sumber uang dari mana saja dan peruntukannya ke mana saja dan untuk apa,” sebutnya.

Khusus kepada DPRD, perlu dirinci uang apa saja yang diserahkan kepada penampung di legislatif. Lalu dijelaskan ke siapa saja uang itu dialirkan. Sebab, lanjutnya, sangat sulit membantah adanya aliran dana tersebut. Apalagi dengan penggeledahan gedung wakil rakyat serta pemeriksaan sejumlah anggota dewan periode sebelumnya dan sekarang, memberi pesan bahwa pernyataan salah satu tersangka adalah sebuah keniscayaan?
“Keterlambatan pembahasan P-APBD 2015 dan APBD 2016 sesungguhnya diakibatkan oleh permasalahan ini. Polemik seputar Pergub No.10 Tahun 2015 yang menjadi biang kerok perbedaan TAPD dengan Banggar akibat ketakutan kelak jadi permasalahan hukum,” tambahnya.

Anggota Komisi A ini mengungkapkan jika dalam sejarah Sumut, baru kali ini Banggar DPRD Sumut terpaksa meminta pendapat hukum dari KPK. Menurutnya itu tindakan yang tidak biasa. Namun langkah itu dianggap bisa memberi kepastian, legislatif akan terbebas dari permasalahan hukum. Hal ini membuatnya berharap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengambil langkah koordinatif dengan KPK terkait kemungkinan terburuk yang bisa menyebabkan kelumpuhan pemerintahan.

“Kita juga meminta perhatian khusus dari Mendagri, agar berkoordinasi dengan KPK, bilamana banyak orang yang kemudian diduga terlibat, sehingga ada langkah antisipasi agar Pemprov dan DPRD Sumut tidak lumpuh,” pungkasnya. (bal/ted/ril)

Foto: Kombinasi/Dok Sumut Pos Dari kiri ke kanan ke bawah): Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho, dan unsur pimpinan DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019, yakni Ajib Shah, Saleh Bangun, Sigit Pramono Asri, Chaidir Ritonga, dan Kamaludin Harahap. Mereka dijadikan tersangka dalam kasus pengajuan hak interpelasi dan pengesahan serta pertanggungjawaban APBD Sumut oleh KPK, Selasa (3/11/2015).
Foto: Kombinasi/Dok Sumut Pos
Dari kiri ke kanan ke bawah): Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho, dan unsur pimpinan DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019, yakni Ajib Shah, Saleh Bangun, Sigit Pramono Asri, Chaidir Ritonga, dan Kamaludin Harahap. Mereka dijadikan tersangka dalam kasus pengajuan hak interpelasi dan pengesahan serta pertanggungjawaban APBD Sumut oleh KPK, Selasa (3/11/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setelah melakukan pemeriksaan kepada sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) periode 2009-2014 dan 2014-2019 selama dua hari, para penyidik memilih libur, pada Minggu (15/11). Penyidik kembali melanjutkan pekerjaannya memintai keterangan saksi di Mako Brimo Polda, Senin (16/11).

Informasi yang diperoleh, penyidik KPK yang sebelumnya menggeledah sejumlah ruangan di gedung DPRD Sumut serta rumah pimpinan dewan dan mantan yang menjadi tersangka kasus dugaan suap interplasi, kemarin tidak melakukan pemeriksaan. Tidak terlihat awak media berkumpul di samping gedung di depan Masjid Nurul Huda komplek tersebut.

Salah satu sopir yang membawa para penyidik mengaku tidak ada pemeriksaan di hari Minggu kemarin. Namun dirinya enggan menyebutkan apakah ada agenda liburan atau kegiatan lainnya saat libur.

Dihubungi terpisah, anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan, jika rangkaian penggeledahan di gedung legislatif dan pemeriksaan terhadap sejumlah anggota dewan periode lalu dan saat ini, semakin meneguhkan informasi yang pernah disampaikan oleh salah satu tersangka SPA, bahwa Gatot Pujo Nugroho terbiasa menyuap DPRD Sumut.

“Pernyataan (SPA) itu semakin pasti karena sejumlah anggota DPRD Sumut 2009-2014 telah mengembalikan uang yang dinyatakan tidak jelas sumbernya, dan tidak jelas peruntukannya,” kata Sutrisno kepada Sumut Pos, Minggu (15/11).

Dengan begitu, dirinya meminta agar KPK segera melakukan langkah cepat agar pekerjaan Pemprov dan DPRD Sumut tidak terganggu. Sejak operasi tangkap tangan (OTT) dugaan kasus suap di PTUN Medan, menurutnya suasana kerja di dua lembaga ini sudah tidak kondusif dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

“Sesungguhnya kasus ini sudah terang benderang. Tinggal memastikan, sumber uang dari mana saja dan peruntukannya ke mana saja dan untuk apa,” sebutnya.

Khusus kepada DPRD, perlu dirinci uang apa saja yang diserahkan kepada penampung di legislatif. Lalu dijelaskan ke siapa saja uang itu dialirkan. Sebab, lanjutnya, sangat sulit membantah adanya aliran dana tersebut. Apalagi dengan penggeledahan gedung wakil rakyat serta pemeriksaan sejumlah anggota dewan periode sebelumnya dan sekarang, memberi pesan bahwa pernyataan salah satu tersangka adalah sebuah keniscayaan?
“Keterlambatan pembahasan P-APBD 2015 dan APBD 2016 sesungguhnya diakibatkan oleh permasalahan ini. Polemik seputar Pergub No.10 Tahun 2015 yang menjadi biang kerok perbedaan TAPD dengan Banggar akibat ketakutan kelak jadi permasalahan hukum,” tambahnya.

Anggota Komisi A ini mengungkapkan jika dalam sejarah Sumut, baru kali ini Banggar DPRD Sumut terpaksa meminta pendapat hukum dari KPK. Menurutnya itu tindakan yang tidak biasa. Namun langkah itu dianggap bisa memberi kepastian, legislatif akan terbebas dari permasalahan hukum. Hal ini membuatnya berharap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengambil langkah koordinatif dengan KPK terkait kemungkinan terburuk yang bisa menyebabkan kelumpuhan pemerintahan.

“Kita juga meminta perhatian khusus dari Mendagri, agar berkoordinasi dengan KPK, bilamana banyak orang yang kemudian diduga terlibat, sehingga ada langkah antisipasi agar Pemprov dan DPRD Sumut tidak lumpuh,” pungkasnya. (bal/ted/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/