27 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Penemu Malaria Jenis Baru di Sumut Saling Klaim

Foto: Istimewa Malaria baru atau parasit Plasmodium knowlesi diduga telah masuk Sumut setelah sebelumnya ditemukan pada malaria di Kalimantan.
Foto: Istimewa
Malaria baru atau parasit Plasmodium knowlesi diduga telah masuk Sumut setelah sebelumnya ditemukan pada malaria di Kalimantan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ancaman hadirnya malaria jenis baru (plasmodium knowlesi) di Sumut wajib diwaspadai. Namun, belum juga parasit malaria itu tertangani, para ahli yang mengklaim menemukan pertama kali penyakit itu di Sumut malah rebut.

Adalah dr Inke Nadya Diniyanti Lubis Mked (Ped) SpA dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) mengaku penemuan parasit malaria yang diduga spesies plasmodium terbaru di Sumut merupakan salah satu buah penelitian program doktoral yang sedang diambilnya.

“Jadi penemuan dari penelitian yang saya jalani ini tidak ada kaitannya dengan pihak mana pun atau tim mana pun. Karena dalam penelitian ini saya telah memiliki tim peneliti sendiri,” ujar wanita yang saat ini sedang menjalani pendidikan doktoral (S3) di London School of Hyginen and Tropical Medicine, Inggris ini menjawab pemberitaan soal penemuan parasit baru malaria yang terbit di media-media beberapa hari lalu.

Dikatakannya, dalam penelitian yang sudah ia rencanakan sejak dua tahun itu, dokter spesialis anak ini memakai dua analis yang sangat dipercaya, salah seorangnya, Sahat Siregar yang telah mengantongi dua sertifikat mikroskopis malaria.

Saat ditanyakan hasil penemuannya itu merupakan plasmodium knowlesi, Inke hanya tersenyum.

“Kok gampang sekali menyatakan itu plasmodium terbaru? Lagi pula yang meneliti itu, saya. Masalah bentuk parasit yang lain itu hanya konfirmasi bang sahat (analis) ke saya. Karena untuk memastikan selanjutnya species plasmodium itu masih banyak tahap yang harus dilakukan. Salah satunya Polymerase Chain Reaction (PCR). Sampai saat ini juga, saya belum ada mengonfirmasi penemuan ini ke pihak mana pun. Bahkan semua slide dan sampel penelitian masih ada di tangan saya,” ujarnya.

Jadi artinya, lanjutnya, belum ada pemeriksaan lanjutan terhadap sampel yang diduga species terbaru itu. “Tentang bentuk morfologi plasmodium yang dikatakan lain itu, belum tentu species terbaru, dan masalah bentuk morfologi itu yang lebih tau mikroskopis Saya,” paparnya seraya menambahkan bahwa dirinya menemui Analis Sahat Siregar yang bekerja di klinik Penyakit Tropis dan Infeksi dr Umar Zein untuk menanyakan sampel tersebut.

Menurut Sahat, lanjut Inke, bentuk aneh yang dilihatnya itu belum tentu species terbaru atau knowlesi. Namun dengan pengalaman Sahat yang telah memeriksa lebih dari sembilan ribu prepart plasmodium, untuk yang ini bentuknya lain daripada keempat species plasmodium yang pernah ada.

“Bahkan bentuk morfologinya sudah sangat familiar dengan beliau Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodim ovale dan Plasmodium malariae,” katanya.

Inke menambahkan, bahwa sampai saat ini dirinya selaku penemu plasmodium diduga terbaru di Sumut itu tidak pernah mengirim sampel atau data dalam bentuk apapun kemana-mana. Apalagi sampai ke Universitas Brawijaya.

Tambahnya, penemuan ini akan ditindaklanjuti langsung oleh Ketua Tim Penelitian dalam hal ini Saya sendiri di bawah supervisi London School of Hygiene and Tropical Medicine. “Peneltian tersebut secara institusional merupakan kerjasama antara Fakultas Kedokteran USU dengan London School of Hygiene and Tropical Medicine, Inggris. Jadi tidak ada melibatkan institusi lainnya, selain kedua institus yang saya sebutkan itu,” katanya.

Saat dikonfirmasi, Pemilik Klinik Penyakit Tropis dan Infeksi dr Umar Zein, Umar Zein menuturkan, paparan mereka tentang penemuan parasit yang diduga jenis baru di Sumut tersebut dilakukan lantaran analis yang bekerja padanya Sahat Siregar mengaku menemukan morphology parasite baru dalam sampel darah pasien malaria.

“Sebagai atasannya dalam bekerja, saya diberitahu ada morpologi baru parasit malaria. Karena penemuan ini, kita langsung beritahukan ke media agar diketahui. Terkait dr Inke yang mengaku sebagai penemu, saya tidak tahu. Dia memakai tenaga kerja saya tanpa izin,” jelas Umar.

Dituturkan Umar, sebenarnya parasite yang ditemukan ini bukan suatu hal yang baru. Sebelumnya pada 2012, ditemukan ada enam sampel dari Nias Selatan yang mirip plasmodium knowlesi.

Namun, karena masih melakukan konfirmasi dan banyaknya sampel, maka penelitian ini belum dipublish, dan pada penelitian ini difokuskan pembuktian secara biomolekuler (PCR), tidak melihat gambaran morfologinya.

“Sample yang didapat analis yang bekerja pada saya, Sahat, menunjukkan gambaran morfologi yang khas yang diduga kuat itu adalah plasmodium knowlesi. Makanya saya berani mengatakan demikian, karena kami memang sudah menemukannya di Nias Selatan. Jadi sama saya hal ini bukan baru,” katanya.

Lanjutnya, ia hanya ingin mengingatkan kalangan kesehatan bahwa, kemungkinan besar plasmodium knowlesi ini sudah lama ada di Sumut. “Saya bukan mencuri penelitian orang lain, tetapi memperkuat hasil penelitian saya sebelumnya. Jadi secara etika penelitian, sayalah pertama kali menemukannya di Sumut pada tahun 2012,” tegasnya. (put/rbb)

Foto: Istimewa Malaria baru atau parasit Plasmodium knowlesi diduga telah masuk Sumut setelah sebelumnya ditemukan pada malaria di Kalimantan.
Foto: Istimewa
Malaria baru atau parasit Plasmodium knowlesi diduga telah masuk Sumut setelah sebelumnya ditemukan pada malaria di Kalimantan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ancaman hadirnya malaria jenis baru (plasmodium knowlesi) di Sumut wajib diwaspadai. Namun, belum juga parasit malaria itu tertangani, para ahli yang mengklaim menemukan pertama kali penyakit itu di Sumut malah rebut.

Adalah dr Inke Nadya Diniyanti Lubis Mked (Ped) SpA dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) mengaku penemuan parasit malaria yang diduga spesies plasmodium terbaru di Sumut merupakan salah satu buah penelitian program doktoral yang sedang diambilnya.

“Jadi penemuan dari penelitian yang saya jalani ini tidak ada kaitannya dengan pihak mana pun atau tim mana pun. Karena dalam penelitian ini saya telah memiliki tim peneliti sendiri,” ujar wanita yang saat ini sedang menjalani pendidikan doktoral (S3) di London School of Hyginen and Tropical Medicine, Inggris ini menjawab pemberitaan soal penemuan parasit baru malaria yang terbit di media-media beberapa hari lalu.

Dikatakannya, dalam penelitian yang sudah ia rencanakan sejak dua tahun itu, dokter spesialis anak ini memakai dua analis yang sangat dipercaya, salah seorangnya, Sahat Siregar yang telah mengantongi dua sertifikat mikroskopis malaria.

Saat ditanyakan hasil penemuannya itu merupakan plasmodium knowlesi, Inke hanya tersenyum.

“Kok gampang sekali menyatakan itu plasmodium terbaru? Lagi pula yang meneliti itu, saya. Masalah bentuk parasit yang lain itu hanya konfirmasi bang sahat (analis) ke saya. Karena untuk memastikan selanjutnya species plasmodium itu masih banyak tahap yang harus dilakukan. Salah satunya Polymerase Chain Reaction (PCR). Sampai saat ini juga, saya belum ada mengonfirmasi penemuan ini ke pihak mana pun. Bahkan semua slide dan sampel penelitian masih ada di tangan saya,” ujarnya.

Jadi artinya, lanjutnya, belum ada pemeriksaan lanjutan terhadap sampel yang diduga species terbaru itu. “Tentang bentuk morfologi plasmodium yang dikatakan lain itu, belum tentu species terbaru, dan masalah bentuk morfologi itu yang lebih tau mikroskopis Saya,” paparnya seraya menambahkan bahwa dirinya menemui Analis Sahat Siregar yang bekerja di klinik Penyakit Tropis dan Infeksi dr Umar Zein untuk menanyakan sampel tersebut.

Menurut Sahat, lanjut Inke, bentuk aneh yang dilihatnya itu belum tentu species terbaru atau knowlesi. Namun dengan pengalaman Sahat yang telah memeriksa lebih dari sembilan ribu prepart plasmodium, untuk yang ini bentuknya lain daripada keempat species plasmodium yang pernah ada.

“Bahkan bentuk morfologinya sudah sangat familiar dengan beliau Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodim ovale dan Plasmodium malariae,” katanya.

Inke menambahkan, bahwa sampai saat ini dirinya selaku penemu plasmodium diduga terbaru di Sumut itu tidak pernah mengirim sampel atau data dalam bentuk apapun kemana-mana. Apalagi sampai ke Universitas Brawijaya.

Tambahnya, penemuan ini akan ditindaklanjuti langsung oleh Ketua Tim Penelitian dalam hal ini Saya sendiri di bawah supervisi London School of Hygiene and Tropical Medicine. “Peneltian tersebut secara institusional merupakan kerjasama antara Fakultas Kedokteran USU dengan London School of Hygiene and Tropical Medicine, Inggris. Jadi tidak ada melibatkan institusi lainnya, selain kedua institus yang saya sebutkan itu,” katanya.

Saat dikonfirmasi, Pemilik Klinik Penyakit Tropis dan Infeksi dr Umar Zein, Umar Zein menuturkan, paparan mereka tentang penemuan parasit yang diduga jenis baru di Sumut tersebut dilakukan lantaran analis yang bekerja padanya Sahat Siregar mengaku menemukan morphology parasite baru dalam sampel darah pasien malaria.

“Sebagai atasannya dalam bekerja, saya diberitahu ada morpologi baru parasit malaria. Karena penemuan ini, kita langsung beritahukan ke media agar diketahui. Terkait dr Inke yang mengaku sebagai penemu, saya tidak tahu. Dia memakai tenaga kerja saya tanpa izin,” jelas Umar.

Dituturkan Umar, sebenarnya parasite yang ditemukan ini bukan suatu hal yang baru. Sebelumnya pada 2012, ditemukan ada enam sampel dari Nias Selatan yang mirip plasmodium knowlesi.

Namun, karena masih melakukan konfirmasi dan banyaknya sampel, maka penelitian ini belum dipublish, dan pada penelitian ini difokuskan pembuktian secara biomolekuler (PCR), tidak melihat gambaran morfologinya.

“Sample yang didapat analis yang bekerja pada saya, Sahat, menunjukkan gambaran morfologi yang khas yang diduga kuat itu adalah plasmodium knowlesi. Makanya saya berani mengatakan demikian, karena kami memang sudah menemukannya di Nias Selatan. Jadi sama saya hal ini bukan baru,” katanya.

Lanjutnya, ia hanya ingin mengingatkan kalangan kesehatan bahwa, kemungkinan besar plasmodium knowlesi ini sudah lama ada di Sumut. “Saya bukan mencuri penelitian orang lain, tetapi memperkuat hasil penelitian saya sebelumnya. Jadi secara etika penelitian, sayalah pertama kali menemukannya di Sumut pada tahun 2012,” tegasnya. (put/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/