30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Hakim Terpengaruh Kemesraan Gatot-Evy

FOTO: Dok  Terdakwa kasus suap Hakim dan Panitera PTUN Medan Gatot Pujo Nugroho (kiri) mencium istri mudanya, Evy Susanti seusai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/3). Hakim memvonis Gubernur Sumatera Utara nonaktif itu tiga tahun penjara dan istrinya dua tahun enam bulan penjara dengan denda masing-masing Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menyuap Hakim dan Panitera PTUN.
FOTO: Dok
Terdakwa kasus suap Hakim dan Panitera PTUN Medan Gatot Pujo Nugroho (kiri) mencium istri mudanya, Evy Susanti seusai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/3). Hakim memvonis Gubernur Sumatera Utara nonaktif itu tiga tahun penjara dan istrinya dua tahun enam bulan penjara dengan denda masing-masing Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menyuap Hakim dan Panitera PTUN.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Vonis tiga tahun penjara untuk Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho mendapat tanggapan Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi.

Sebelumnya, Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lola Easter menduga vonis ringan yang dijatuhkan ke Gatot dalam perkara suap hakim PTUN lantaran hakim tipikor menilai pria kelahiran Magelang itu bersikap kooperatif. Terlebih, jika Gatot sebelumnya sudah ditetapkan sebagai justice collaborator (JC), tentunya menjadikan dirnya divonis ringan.

Uchok punya pandangan mirip, namun agak beda. Menurutnya, kemungkinan hakim Pengadilan Tipikor terpengaruh dengan sikap Gatot dan istri mudanya Evy Susanti selama persidangan. Dimana, keduanya sopan dan kooperatif dalam memberikan keterangan.

Termasuk juga, perilaku Gatot dan Evy yang tampak selalu mesra. Pertimbangan subyektif hakim, lanjut Uchok, juga sah-sah saja, selain tentunya mempertimbangkan fakta-fakta di persidangan.

“Vonis ringan itu sangat mengecewakan publik. Kasus Gubernur Sumut itu sejak awal heboh, tapi vonis hanya tiga tahun, istrinya 2,5 tahun. Mungkin hakim hatinya tersentuh dengan keromantisan mereka,” kata Uchok kepada koran ini di Jakarta, Rabu (16/3).

Seperti diketahui, dalam beberapa kali persidangan, Gatot dan Evy dihadirkan bersamaan. Baik ketika menjadi saksi untuk terdakwa yang lain, maupun ketika sama-sama menjadi terdakwa. Usai sidang, keduanya tak sungkan menunjukkan kemesraan.

Uchok mengatakan, jika memang hakim Tipikor menganggap Gatot dan Evy memerankan diri sebagai justice collaborator (JC), vonis 3 tahun dan 2,5 tahun itu juga tetap mengecewakan.

Alasan Uchok, JC itu diberi keringanan hukuman jika memang telah mengungkap keterlibatan orang lain, yang posisi dan kasusnya lebih besar.

Faktanya, lanjut Uchok, yang diungkap dan diseret KPK hanyalah sejumlah anggota dan mantan anggota DPRD Sumut.

“Mereka semua masih kelas teri, kroco-kroco. Mestinya, kalau JC, itu menyeret aktor yang lebih besar. Pertanyaannya, apakah anggota DPRD Sumut itu posisinya lebih tinggi dibanding gubernur?” sergah Uchok.

Lebih lanjut Uchok mengatakan, dampak vonis ringan dimaksud sangatlah besar. Yakni tidak akan menimbulkan ketakutan bagi para pejabat di wilayah Sumut untuk melakukan tindak pidana korupsi.

“Bayangkan, kasus yang begitu heboh, vonis hanya tiga tahun. Enak betul. Dikurangi masa tahanan, setelah menjadi masa kurungan dua per tiga, sudah bebas. Para koruptor tidak akan takut kalau begini,” geram Uchok.

FOTO: Dok  Terdakwa kasus suap Hakim dan Panitera PTUN Medan Gatot Pujo Nugroho (kiri) mencium istri mudanya, Evy Susanti seusai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/3). Hakim memvonis Gubernur Sumatera Utara nonaktif itu tiga tahun penjara dan istrinya dua tahun enam bulan penjara dengan denda masing-masing Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menyuap Hakim dan Panitera PTUN.
FOTO: Dok
Terdakwa kasus suap Hakim dan Panitera PTUN Medan Gatot Pujo Nugroho (kiri) mencium istri mudanya, Evy Susanti seusai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/3). Hakim memvonis Gubernur Sumatera Utara nonaktif itu tiga tahun penjara dan istrinya dua tahun enam bulan penjara dengan denda masing-masing Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menyuap Hakim dan Panitera PTUN.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Vonis tiga tahun penjara untuk Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho mendapat tanggapan Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi.

Sebelumnya, Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lola Easter menduga vonis ringan yang dijatuhkan ke Gatot dalam perkara suap hakim PTUN lantaran hakim tipikor menilai pria kelahiran Magelang itu bersikap kooperatif. Terlebih, jika Gatot sebelumnya sudah ditetapkan sebagai justice collaborator (JC), tentunya menjadikan dirnya divonis ringan.

Uchok punya pandangan mirip, namun agak beda. Menurutnya, kemungkinan hakim Pengadilan Tipikor terpengaruh dengan sikap Gatot dan istri mudanya Evy Susanti selama persidangan. Dimana, keduanya sopan dan kooperatif dalam memberikan keterangan.

Termasuk juga, perilaku Gatot dan Evy yang tampak selalu mesra. Pertimbangan subyektif hakim, lanjut Uchok, juga sah-sah saja, selain tentunya mempertimbangkan fakta-fakta di persidangan.

“Vonis ringan itu sangat mengecewakan publik. Kasus Gubernur Sumut itu sejak awal heboh, tapi vonis hanya tiga tahun, istrinya 2,5 tahun. Mungkin hakim hatinya tersentuh dengan keromantisan mereka,” kata Uchok kepada koran ini di Jakarta, Rabu (16/3).

Seperti diketahui, dalam beberapa kali persidangan, Gatot dan Evy dihadirkan bersamaan. Baik ketika menjadi saksi untuk terdakwa yang lain, maupun ketika sama-sama menjadi terdakwa. Usai sidang, keduanya tak sungkan menunjukkan kemesraan.

Uchok mengatakan, jika memang hakim Tipikor menganggap Gatot dan Evy memerankan diri sebagai justice collaborator (JC), vonis 3 tahun dan 2,5 tahun itu juga tetap mengecewakan.

Alasan Uchok, JC itu diberi keringanan hukuman jika memang telah mengungkap keterlibatan orang lain, yang posisi dan kasusnya lebih besar.

Faktanya, lanjut Uchok, yang diungkap dan diseret KPK hanyalah sejumlah anggota dan mantan anggota DPRD Sumut.

“Mereka semua masih kelas teri, kroco-kroco. Mestinya, kalau JC, itu menyeret aktor yang lebih besar. Pertanyaannya, apakah anggota DPRD Sumut itu posisinya lebih tinggi dibanding gubernur?” sergah Uchok.

Lebih lanjut Uchok mengatakan, dampak vonis ringan dimaksud sangatlah besar. Yakni tidak akan menimbulkan ketakutan bagi para pejabat di wilayah Sumut untuk melakukan tindak pidana korupsi.

“Bayangkan, kasus yang begitu heboh, vonis hanya tiga tahun. Enak betul. Dikurangi masa tahanan, setelah menjadi masa kurungan dua per tiga, sudah bebas. Para koruptor tidak akan takut kalau begini,” geram Uchok.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/