JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jaringan Ansharut Daulah (JAD) ternyata terpecah. Diperkirakan sejak 2016 lalu terbentuk jaringan baru bernama Jamaah Anshar Daulah Khilafah Nusantara (JADKN).
“Iya terpecah. Antara JAD dan JADKN. Tadinya satu kelompok,” kata Pengamat Terorisme Al Chaidar Abdul Rahman Puteh, seperti dikutip dari JawaPos.com, Minggu (17/3).
Ia menerangkan, anggota JADKN lah yang belakangan ditangkap aparat Kepolisian. Salah satunya, Husain alias Abu Hamzah yang diciduk di Sibolga, Sumatera Utara.
Ciri dari jaringan JADKN yakni melakukan aksi secara tunggal atau lonewolf. Mereka juga melakukannya tanpa perintah.
Sebab bisa dibilang, jaringan ini tidak memiliki pemimpin seperti JAD yang dulu di bawah hirarki Aman Abdurrahman. “Polanya lonewolf. Tanpa hirarki yang ketat,” ungkap Al Chaidar.
Lalu, ciri khas lain dari JADKN yakni melibatkan keluarga dalam aksi teror. Bahkan tak segan-segan mereka melakukan aksi bom bunuh diri melibatkan istri dan anak-anak.
Seperti yang dilakukan Solimah, istri Abu Hamzah yang memilih bom bunuh diri ketimbang menyerah ke tangan aparat keamanan usai suaminya ditangkap Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Jika ditarik ke belakang, ada pula aksi bom di Surabaya dengan pelibatan serupa.
“Ya, inilah yang kita sebut familial suicide terrorism atau familial suicide bombing. Bom bunuh diri sekeluarga,” beber Al Chaidar.
Bom bunuh diri satu keluarga ini katanya, merupakan ciri-ciri aksi yang dilakukan ISIS (Negara Islam di Iraq dan Suriah). “Ini adalah ciri bom ISIS,” imbuhnya.
Dan hal ini yang menjadi pembeda antara JAD dan JADKN. “Aman Abdurrahman (pemimpin JAD) tidak setuju dengan bom bunuh diri yang melibatkan anak-anak dan istri,” pungkas Al Chaidar. (desyinta/JPC)