26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Ibu Kota Negara Resmi Pindah ke Kaltim, Cuma Fraksi PKS Menolak

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sidang Paripurna DPR RI secara resmi menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) menjadi undang-undang (UU). Ibu kota negara pindah dari Jakarta ke Penajam Paser, Kalimantan Timur pun akhirnya menjadi kenyataan.

RAPAT paripurna yang dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani itu, awalnya meminta kepada sembilan fraksi yang ada di DPR, apakah menyetujui untuk RUU IKN disahkan menjadi UU. “Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi, apakah RUU IKN dapat disetujui menjadi undang-undang?,” tanya Puan di Gedung DPR, Selasa (18/1).

Sebanyak delapan fraksi di DPR pun menyetuju RUU IKN ini disahkan menjadi UU. “Setuju,” jawab kompak anggota dewan.

Puan melanjutkan, dengan adanya delapan fraksi yang menyetujui dan hanya satu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak. Maka berdasarkan suara terbanyak, selanjutnya RUU IKN ini disahkan menjadi UU. ‘’Karena dari sembilan fraksi ada satu yang tidak setuju, artinya bisa kita sepakati delapan fraksi setuju artinya bisa kita setujui,” tutur Puan.

Adapun rapat RUU IKN, diawali dengan rapat Pansus bersama dengan para ahli mulai dari ahli publik hingga tata ruang. Kemudian dilanjutkan dengan rapat panja yang membahas empat hal. Pertama, terkait dengan status IKN apakah otorita atau pemerintahan daerah khusus saja.

Kedua, mengenai pembiayaan IKN yang diminta agar jangan sampai membebani APBN. Ketiga, mengenai rencana induk atau master plan pembangunan IKN. Dimana pansus DPR berharap pembangunan IKN jangan sampai menjadi proyek mangkrak.

Keempat adalah pertanahan. Untuk klaster ini diminta jangan sampai menimbulkan persoalan dengan masyarakat sekitar IKN, sehingga Kementerian ATR/BPN haru melakukan koordinasi dan turun ke lapangan.

SERAHKAN: Ketua DPR Puan Maharani menerima berkas tanggapan pemerintah dari Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1). DPR akhirnya mengesahkan RUU Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-undang.

Anggota Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengatakan, fraksinya menolak RUU IKN disahkan menjadi UU karena ada masalah formil dan substantif pada RUU tersebut. Mardani memberikan contoh secara formil prosedural, adalah materi muatan yang terdapat dalam RUU IKN mengandung berbagai permasalahan konstitusionalitas.

PKS melihat konsep IKN yang dirancang sebagai wilayah setingkat provinsi administratif, tidak sejalan dengan konsep negara kesatuan yang ada di dalam UUD 1945, konsensus nasional dan empat pilar kebangsaan. Konsep propinsi  administratif dalam RUU IKN menempatkan penyelenggaraan pemerintah daerah IKN dikelola oleh Kepala Otorita IKN bukan dimpimpin oleh Gubernur. Kemudian pengisian jabatan Kepala Otorita IKN dilakukan melalui penunjukkan oleh Presiden RI. “Penyelenggaraan pemerintahan IKN melalui otorita IKN harus dikaji lagi karena konstitusi hanya mengenal kelembagaan Gubernur dan DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah tingkat provinsi,” katanya.

Mardani berujar, PKS juga menolak RUU IKN tersebut karena pembahasannya tergesa-gesa dan dalam waktu terbatas. Sehingga ini berpotensi banyak kelehamahan-kelemahan jika telah disahkan menjadi UU. ‘’Pansuspun dibentuk dalam waktu yang amat singkat. Dengan pembahasan yang cepat, sehingga dengan waktu yang terbatas amat berpotensi mengalami kelemahan-kelemahan, baik dalam hal penyerapan aspirasi di masyarakat maupun partisipasi masyarakat menjadi hal yang esensial,” ungkapnya.

Menurut Mardani, pembahasan yang tergesa-gesa, tidak cermat terhadap substansi strategis dan berdampak besar pada publik dan sangatlah berisiko. Mardani pun menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan perundangan. “Putusan MK belum lama ini menilai proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan peraturan pembentukan perundang-undanganan. Tidak cukup jadi pembelanjaran?” tuturnya.

Jakarta jadi Pusat Bisnis

Sementara, Ketua Pansus RUU Ibu Kota Negara (IKN) Ahmad Doli Kurnia mengatakan, mayoritas fraksi-fraksi di DPR menginginkan kekhususan DKI Jakarta tetap dipertahankan, namun tidak lagi sebagai ibu kota negara. Menurut Doli, Jakarta sudah mempunyai kontribusi yang luar biasa bagi Indonesia. Bahkan Jakarta adalah salah satu kota yang menjadi bagian dari sejarah perjuangan Indonesia melawan penjajah.

“Jakarta sudah telanjur menjadi kota yang mempunyai kontribusi luar biasa buat bangsa dan negara kita. 400 sekian puluh tahun, infrastrukturnya sudah cukup mapan, fasilitasnya juga cukup, dan dia punya sejarah. Oleh karena itu harus tetap menjadi daerah khusus, nah tinggal kekhususannya kayak apa,” ujar Doli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1).

Legislator Partai Golkar ini menuturkan, nantinya DKI Jakarta bisa menjadi pusat kota bisnis atau dengan kota yang lainnya serupa dengan negara-negara lainnya. “Kalau belajar dari pengalaman-pengalaman di negara lain, misalnya di Amerika dari New York ke Washington DC, New York kemudian berkembang menjadi kota bisnis, mungkin bisa saja jadi seperti itu. Misalnya dari Melbourne ke Canberra, Melbourne kan dikenal sekarang sebagai kota pendidikan,” katanya.

Doli menuturkan, mengenai kekhususan Jakarta harus dibuat undang-undang baru. Sebab undang-undang lama Jakarta sebagai daerah khusus ibu kota harus dicabut, karena ada UU IKN yang baru disahkan oleh DPR. ‘’Tapi penting pada saat nanti kita membicarakan undang-undang baru tentang Jakarta, itu harus dibicarakan tentang kekhususan kita,” tuturnya.

Diketahui, Jakarta yang selama ini menjadi Ibu Kota Negara dari Indonesia akan digantikan lokasinya di wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Sementara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah memilih Nusantara sebagai nama ibu kota negara baru yang terletak di Kalimantan Timur tersebut.

Presiden Jokowi telah menerima 80 lebih masukan terkait nama ibu kota baru tersebut, seperti Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Nusa Jaya, Pertiwipura, Wanapura, Cakrawalapura, Kertanegara. Namun akhirnya dipilih nama Nusantara.

Nantinya nantinya ibu kota negara di Kalimantan Timur akan dipimpin oleh Kepala Otorita dan tidak lagi dikepalai oleh seorang Gubernur. Presiden RI juga nantinya bisa menunjuk langsung Kepala Otoria tanpa harus meminta persetujuan dari DPR RI

Masyarakat Bisa Bingung

Sejarawan dan juga Ketua Asosiasi Sejarah Lintas Batas (Sintas) Andi Achdian menuturkan, nama itu sejak awal memang telah melekat pada masyarakat secara luas untuk keseluruhan Indonesia. Menurutnya, pemilihan nama ini akan membuat bingung publik. “Nama itu secara historis sudah melekat pada suatu gambaran tentang masyarakat yang lebih luas dan keberatan masyarakat saya kira wajar, kalau misalnya suatu yang lebih luas kemudian dikecilkan menjadi satu yang kecil saja, satu kota. Orang akan dibuat bingung untuk satu nama yang luas menjadi lebih sempit pada suatu wilayah itu,” ungkap dia ketika dihubungi JawaPos.com, Selasa (18/1).

Penjelasan terkait pemilihan nama, yakni mewakili satu Indonesia, kepopuleran serta kepraktisan dari istilah tersebut, menurutnya bukan argumen yang kuat untuk nama IKN. Dirinya pun mempertanyakan apakah ada makna yang terkandung pada nama itu selain keseluruhan Indonesia. “Memang apa tidak ada yang lain (nama IKN), apa ada makna baru yang mau disematkan dalam ibu kota itu,” ucapnya.

Dirinya menyampaikan, seharusnya nama IKN dapat mewakili suatu pikiran daripada populasi di wilayah tersebut. Apalagi, wilayah tersebut memiliki sejarah dan budayanya. “Biasanya kan nama ibu kota itu punya keinginan untuk mewakili suatu kolektif masyarakat, seperti peralihan dari nama Batavia menjadi Jakarta juga gitu kan, kembali pada suatu yang nasional dan harapan-harapan baru,” terangnya.

“Pertanyaan publik itu saja, masuk akal untuk mengatakan bahwa suatu yang besar ini kenapa jadi tumpang tindih menjadi hal yang spesifik,” pungkas Andi. (jpc)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sidang Paripurna DPR RI secara resmi menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) menjadi undang-undang (UU). Ibu kota negara pindah dari Jakarta ke Penajam Paser, Kalimantan Timur pun akhirnya menjadi kenyataan.

RAPAT paripurna yang dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani itu, awalnya meminta kepada sembilan fraksi yang ada di DPR, apakah menyetujui untuk RUU IKN disahkan menjadi UU. “Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi, apakah RUU IKN dapat disetujui menjadi undang-undang?,” tanya Puan di Gedung DPR, Selasa (18/1).

Sebanyak delapan fraksi di DPR pun menyetuju RUU IKN ini disahkan menjadi UU. “Setuju,” jawab kompak anggota dewan.

Puan melanjutkan, dengan adanya delapan fraksi yang menyetujui dan hanya satu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak. Maka berdasarkan suara terbanyak, selanjutnya RUU IKN ini disahkan menjadi UU. ‘’Karena dari sembilan fraksi ada satu yang tidak setuju, artinya bisa kita sepakati delapan fraksi setuju artinya bisa kita setujui,” tutur Puan.

Adapun rapat RUU IKN, diawali dengan rapat Pansus bersama dengan para ahli mulai dari ahli publik hingga tata ruang. Kemudian dilanjutkan dengan rapat panja yang membahas empat hal. Pertama, terkait dengan status IKN apakah otorita atau pemerintahan daerah khusus saja.

Kedua, mengenai pembiayaan IKN yang diminta agar jangan sampai membebani APBN. Ketiga, mengenai rencana induk atau master plan pembangunan IKN. Dimana pansus DPR berharap pembangunan IKN jangan sampai menjadi proyek mangkrak.

Keempat adalah pertanahan. Untuk klaster ini diminta jangan sampai menimbulkan persoalan dengan masyarakat sekitar IKN, sehingga Kementerian ATR/BPN haru melakukan koordinasi dan turun ke lapangan.

SERAHKAN: Ketua DPR Puan Maharani menerima berkas tanggapan pemerintah dari Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1). DPR akhirnya mengesahkan RUU Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-undang.

Anggota Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengatakan, fraksinya menolak RUU IKN disahkan menjadi UU karena ada masalah formil dan substantif pada RUU tersebut. Mardani memberikan contoh secara formil prosedural, adalah materi muatan yang terdapat dalam RUU IKN mengandung berbagai permasalahan konstitusionalitas.

PKS melihat konsep IKN yang dirancang sebagai wilayah setingkat provinsi administratif, tidak sejalan dengan konsep negara kesatuan yang ada di dalam UUD 1945, konsensus nasional dan empat pilar kebangsaan. Konsep propinsi  administratif dalam RUU IKN menempatkan penyelenggaraan pemerintah daerah IKN dikelola oleh Kepala Otorita IKN bukan dimpimpin oleh Gubernur. Kemudian pengisian jabatan Kepala Otorita IKN dilakukan melalui penunjukkan oleh Presiden RI. “Penyelenggaraan pemerintahan IKN melalui otorita IKN harus dikaji lagi karena konstitusi hanya mengenal kelembagaan Gubernur dan DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah tingkat provinsi,” katanya.

Mardani berujar, PKS juga menolak RUU IKN tersebut karena pembahasannya tergesa-gesa dan dalam waktu terbatas. Sehingga ini berpotensi banyak kelehamahan-kelemahan jika telah disahkan menjadi UU. ‘’Pansuspun dibentuk dalam waktu yang amat singkat. Dengan pembahasan yang cepat, sehingga dengan waktu yang terbatas amat berpotensi mengalami kelemahan-kelemahan, baik dalam hal penyerapan aspirasi di masyarakat maupun partisipasi masyarakat menjadi hal yang esensial,” ungkapnya.

Menurut Mardani, pembahasan yang tergesa-gesa, tidak cermat terhadap substansi strategis dan berdampak besar pada publik dan sangatlah berisiko. Mardani pun menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan perundangan. “Putusan MK belum lama ini menilai proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan peraturan pembentukan perundang-undanganan. Tidak cukup jadi pembelanjaran?” tuturnya.

Jakarta jadi Pusat Bisnis

Sementara, Ketua Pansus RUU Ibu Kota Negara (IKN) Ahmad Doli Kurnia mengatakan, mayoritas fraksi-fraksi di DPR menginginkan kekhususan DKI Jakarta tetap dipertahankan, namun tidak lagi sebagai ibu kota negara. Menurut Doli, Jakarta sudah mempunyai kontribusi yang luar biasa bagi Indonesia. Bahkan Jakarta adalah salah satu kota yang menjadi bagian dari sejarah perjuangan Indonesia melawan penjajah.

“Jakarta sudah telanjur menjadi kota yang mempunyai kontribusi luar biasa buat bangsa dan negara kita. 400 sekian puluh tahun, infrastrukturnya sudah cukup mapan, fasilitasnya juga cukup, dan dia punya sejarah. Oleh karena itu harus tetap menjadi daerah khusus, nah tinggal kekhususannya kayak apa,” ujar Doli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1).

Legislator Partai Golkar ini menuturkan, nantinya DKI Jakarta bisa menjadi pusat kota bisnis atau dengan kota yang lainnya serupa dengan negara-negara lainnya. “Kalau belajar dari pengalaman-pengalaman di negara lain, misalnya di Amerika dari New York ke Washington DC, New York kemudian berkembang menjadi kota bisnis, mungkin bisa saja jadi seperti itu. Misalnya dari Melbourne ke Canberra, Melbourne kan dikenal sekarang sebagai kota pendidikan,” katanya.

Doli menuturkan, mengenai kekhususan Jakarta harus dibuat undang-undang baru. Sebab undang-undang lama Jakarta sebagai daerah khusus ibu kota harus dicabut, karena ada UU IKN yang baru disahkan oleh DPR. ‘’Tapi penting pada saat nanti kita membicarakan undang-undang baru tentang Jakarta, itu harus dibicarakan tentang kekhususan kita,” tuturnya.

Diketahui, Jakarta yang selama ini menjadi Ibu Kota Negara dari Indonesia akan digantikan lokasinya di wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Sementara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah memilih Nusantara sebagai nama ibu kota negara baru yang terletak di Kalimantan Timur tersebut.

Presiden Jokowi telah menerima 80 lebih masukan terkait nama ibu kota baru tersebut, seperti Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Nusa Jaya, Pertiwipura, Wanapura, Cakrawalapura, Kertanegara. Namun akhirnya dipilih nama Nusantara.

Nantinya nantinya ibu kota negara di Kalimantan Timur akan dipimpin oleh Kepala Otorita dan tidak lagi dikepalai oleh seorang Gubernur. Presiden RI juga nantinya bisa menunjuk langsung Kepala Otoria tanpa harus meminta persetujuan dari DPR RI

Masyarakat Bisa Bingung

Sejarawan dan juga Ketua Asosiasi Sejarah Lintas Batas (Sintas) Andi Achdian menuturkan, nama itu sejak awal memang telah melekat pada masyarakat secara luas untuk keseluruhan Indonesia. Menurutnya, pemilihan nama ini akan membuat bingung publik. “Nama itu secara historis sudah melekat pada suatu gambaran tentang masyarakat yang lebih luas dan keberatan masyarakat saya kira wajar, kalau misalnya suatu yang lebih luas kemudian dikecilkan menjadi satu yang kecil saja, satu kota. Orang akan dibuat bingung untuk satu nama yang luas menjadi lebih sempit pada suatu wilayah itu,” ungkap dia ketika dihubungi JawaPos.com, Selasa (18/1).

Penjelasan terkait pemilihan nama, yakni mewakili satu Indonesia, kepopuleran serta kepraktisan dari istilah tersebut, menurutnya bukan argumen yang kuat untuk nama IKN. Dirinya pun mempertanyakan apakah ada makna yang terkandung pada nama itu selain keseluruhan Indonesia. “Memang apa tidak ada yang lain (nama IKN), apa ada makna baru yang mau disematkan dalam ibu kota itu,” ucapnya.

Dirinya menyampaikan, seharusnya nama IKN dapat mewakili suatu pikiran daripada populasi di wilayah tersebut. Apalagi, wilayah tersebut memiliki sejarah dan budayanya. “Biasanya kan nama ibu kota itu punya keinginan untuk mewakili suatu kolektif masyarakat, seperti peralihan dari nama Batavia menjadi Jakarta juga gitu kan, kembali pada suatu yang nasional dan harapan-harapan baru,” terangnya.

“Pertanyaan publik itu saja, masuk akal untuk mengatakan bahwa suatu yang besar ini kenapa jadi tumpang tindih menjadi hal yang spesifik,” pungkas Andi. (jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/