Lebih lanjut, Hanif mengimbau masyarakat untuk melapor ke Dinas Tenaga Kerja di daerah bila mengetahui pekerja asing, terutama dari Tiongkok, yang bekerja kasar di sekitarnya. Dengan catatan, pekerja tersebut benar-benar warga negara asing atau tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk) Indonesia.
”Laporan juga bisa ditembukan ke kementerian kami,” ucapnya.
Dia berjanji, laporan-laporan tersebut akan segera ditindaklanjuti. Pihaknya akan melakukan pengecekan, pemeriksaan dan penindakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Secara umum ada dua pelanggaran yang bisa dilakukan pekerja asing. Pertama, pelanggaran imigrasi apabila pekerja asing tidak memiliki izin tinggal atau izin tinggalnya kedaluwarsa (overstay).
”Dalam hal ini, pemeriksaan dan penegakan hukum dilakukan oleh pengawas imigrasi di bawah Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya. Kedua, adalah pelanggaran ketenagakerjaan. Hanif menjelaskan, pekerja asing yang tanpa mengantongi izin kerja atau memiliki izin kerja tetapi penggunaan izin kerjanya tidak sesuai dengan izin yang dimiliki akan mendapat sanksi.
Sanksi itu antara lain, deportasi bagi pekerja asing yang melanggar dan bagi perusahaan pengguna tenaga kerja asing akan dimasukkan dalam daftar hitam.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat menilai, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri gagal fokus dalam menyikapi berita membanjirnya 10 juta tenaga kerja asing asal China di Indonesia. Gagal fokus yang dimaksud adalah terkait bantahan dan tanggapan Menteri Ketenagakerjaan yang mengatakan, tenaga kerja Indonesia di Tiongkok jumlahnya jauh lebih besar dibanding tenaga kerja asal China yang ada di Indonesia.
“Masalahnya bukan soal berapa banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, tapi ini soal penegakan aturan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Soal tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, berapapun jumlahnya dan di Negara manapun mereka bekerja, Pemerintah Indonesia wajib memberikan jaminan perlindungan,” kata Mirah Sumirat, dalam keterangannya, Senin (18/7).
Sumirah menegaskan, membandingkan TKI di luar negeri dengan TKA di Indonesia adalah hal yang kurang tepat. TKI di luar negeri dalam posisi mengerjakan pekerjaan yang relatif tidak dikerjakan oleh tenaga kerja di negara tersebut. Sementara, TKA yang bekerja di Indonesia justru mengambil alih kesempatan bekerja bagi rakyat Indonesia karena pekerjaan yang dikerjakan oleh TKA tersebut sesungguhnya bisa dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia.
“Ini hal yang sangat berbeda dan kontradiksi,” tegas Mirah.
Mirah menegaskan, membanding-bandingkan jumlah tenaga kerja Indonesia di Tiongkok dengan tenaga kerja Tiongkok yang masuk ke Indonesia, hanya semakin menunjukkan kegagalan pemerintah dalam memberikan jaminan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai amanat UUD Republik Indonesia. Dan di saat masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia, sikap Menteri Ketenagakerjaan yang terkesan menggampangkan dan membiarkan membanjirnya pekerja asal China, justru melukai perasaan ratusan juta rakyat Indonesia.
“Menteri Ketenagakerjaan seharusnya melakukan pengawasan dan penegakan aturan hukum terkait dengan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia, khususnya terhadap 10 juta tenaga kerja China yang masuk ke Indonesia,” demikian Mirah. (dik/bbs/adz)