25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Penyeragaman Level PPKM Bentuk Inkonsistensi Pemerintah, Gubernur Diminta Jangan Gegabah

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah akan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 di seluruh Indonesia pada libur Natal dan Tahun Baru mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Keputusan itu akan berlaku menunggu keputusan Instruksi Mendagri (Inmendagri). Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi diminta jangan gegabah dalam menyesuaikan kebijakan penyeragaman PPKM Level 3 dari pemerintah pusat.

Zeira Salim Ritonga.

PENYERAGAMAN aturan ini diketahui, guna membatasi mobilitas masyarakat selama momen Natal dan tahun baru (Nataru) 2022 sekaligus mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19. “Kita minta gubernur menyampaikan sejelas-jelasnya dulu kepada masyarakat apa dasar penyeragaman level ini diberlakukan oleh pemerintah pusat. Jangan gegabah,” kata Anggota DPRD Sumut, Zeira Salim Ritonga menjawab Sumut Pos, Kamis (18/11).

Menurut dia, ada indikator dan asesmen dalam penetapan status level PPKM ini. Baik terhadap kasus konfirmasi positif Covid-19, keterisian tempat tidur rumah sakit (BOR), hingga persentase vaksinasi di masing-masing provinsi. “Ini sebenarnya bentuk inkonsistensi pemerintah pusat atas aturan penetapan level PPKM. Sebab, seluruh kepala daerah sudah susah payah agar (daerahnya) turun level, ini justru mau disamaratakan,” katanya.

Terlebih, imbuh politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, kasus Covid-19 di Sumut sudah cukup melandai. Bahkan banyak kabupaten dan kota sudah berada di level I dan II. “Untuk itulah perlu nanti gubernur kita menyampaikan secara terbuka kepada masyarakat Sumut sebelum penerapan kebijakan tersebut, apakah memang cuma karena momen libur Nataru aja diberlakukan,” tegasnya.

Zeira menyebut, penyeragaman level PPKM mesti berdasarkan pertimbangan yang matang. Apalagi jika tujuan pemerintah ingin menekan kasus lonjakan Covid-19 saat momen Nataru. “Kita ketahui bahwa tidak ada cuti bersama dalam Nataru kali ini. ASN juga dilarang bepergian. Lantas apa kekhawatiran pemerintah dengan penyeragaman level PPKM tersebut? Padahal geliat perekonomian masyarakat sudah mulai terlihat,” ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, Gubernur Edy Rahmayadi sepakat dengan kebijakan dimaksud bila memang bertujuan untuk mengendalikan pandemi Covid-19 supaya tidak terjadi lonjakan kasus. “Saya belum dapat itu. Tapi yang pastinya, kalau memang prosedur, itu akan kita pakai PPKM ini. Apa saja yang boleh dan tidak boleh di PPKM Level III, harus ditaati,” katanya.

Apalagi, sebutnya, belajar dari pengalaman usai masyarakat menjalani libur panjang, maka kasus Covid-19 mengalami kenaikan. Edy menyebut, beberapa bulan lalu, pertambahan kasus Covid-19 di Sumut sempat mencapai 2 ribuan kasus per harinya.

Dampaknya rumah sakit dipenuhi pasien Covid-19, pemerintah harus menyiapkan tempat isolasi tambahan dan mengganggu perekonomian masyarakat. “Pastinya PPKM Level III ini berkaitan untuk membatasi itu kasus Covid. Jadi cukuplah. Janganlah lagi terjadi,” ujarnya.

Karenanya ia tak bosan mengingatkan seluruh masyarakat untuk selalu mematuhi protokol kesehatan (prokes). Di samping juga pemerintah terus menggalakkan kegiatan vaksinasi. “Supaya itu tak terjadi. Kita batasi semua dengan prokes dan vaksinasi. Kalau tak perlu ada kegiatan, jangan berkegiatan,” pungkasnya.

Pemko Medan Belum Tahu

Juru Bicara (Jubir) Satgas Covid-19 Kota Medan, dr Mardohar Tambunan Mkes, mengaku , belum mendengar rencana Pemerintah Pusat menyamaratakan level PPKM se-Indonesia jelang libur Nataru. “Kami belum dengar kabar itu,” ucap Mardohar, Kamis (18/11).

Dikatakan Mardohar, sejauh ini pihaknya belum memiliki persiapan khusus menjelang Libur Nataru. Akan tetapi, Pemko Medan memang akan memperketat penerapan Prokes menjelang Libur Nataru.

“Kalau persiapan khusus belum ada, tapi Nataru itu sudah kita terapkan sejak jauh-jauh hari seperti penerapan prokes yang ketat dan kita terus mengejar target vaksinasi selama Nataru ini,” ujarnya.

Ditanya tentang rencana Pemko Medan menutup tempat wisata di Kota Medan agar tidak terjadinya klaster baru Covid-19, Mardohar menegaskan, Pemko Medan tidak akan melakukan penutupan tempat wisata selama libur Nataru. Pasalnya saat ini, angka terkonfirmasi positif Covid-19 di Kota Medan terus mengalami penurunan.

“Penutupan tempat wisata itu ada sebab, misalnya tidak menerapkan prokes atau ada yang terkonfirmasi di sana. Apalagi saat ini Kota Medan kan Level 2, jadi kita juga ada aturan yang menyebutkan kalau tempat wisata boleh dibuka. Jadi kalau angka terkonfirmasi terus menurun dan kita tetap bertahan di Level 2 atau nantinya turun ke Level 1, apa yang harus di tutup” katanya.

Namun begitu, Mardohar meminta kepada seluruh pemilik tempat wisata di Kota Medan untuk tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Hal itu dilakukan, agar tidak terjadi gelombang ketiga Covid-19 di Kota Medan dan munculnya klaster-klaster penyebaran Covid-19 yang baru di Kota Medan. “Harus menerapkan prokes secara ketat, baik itu tempat wisatanya maupun pengunjungnya,” tuturnya.

Pun begitu, tegas Mardohar, Pemko Medan mengaku siap untuk mengikuti setiap aturan yang ditetapkan Pemerintah Pusat, sesuai aturan yang berlaku dalam PPKM Level 3. “Tapi apapun nanti keputusan Pemerintah Pusat, pastinya nanti kita akan mendukung dan menaati peraturan yang ada,” pungkasnya.

Pemerintah Overacting

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menuturkan, pemerintah terlalu berlebihan dalam merespon libur Nataru. Kata dia, sebaiknya pemerintah mengambil keputusan sesuai dengan kondisi yang ada saat ini. “Pemerintah ini overacting. Jadi pemerintah harus biasa saja, jangan selalu jadi pusat kecurigaan publik (ada apa dengan pengambilan keputusan ini),” terangnya kepada JawaPos.com, Kamis (18/11).

Ia juga mengingatkan, apabila kebijakan ini tetap dipaksakan, sosialiasi kepada masyarakat harus lebih giat dilaksanakan. Hal ini dilakukan agar tidak muncul persepsi negatif dan menjadi polemik.

Dirinya pun prihatin kepada mereka yang mencari rezeki dari memanfaatkan momen ini. Untuk itu, pemerintah sebaiknya membatalkan kebikakan tersebut. “Belum lagi mereka yang hidupnya terpencil, mereka yang cari makan dari Nataru, seperti penjual terompet, itu gimana,” ujarnya.

Trubus menyampaikan, hal ini merugikan mereka yang berada di level 1 dan 2. Pasalnya, jika ditetapkan sebagai level 3, kegiatan dibatasi hanya 50 persen saja.

“Menurut saya ini kontraproduktif dengan kondisi yang ada, karena tidak semua daerah itu level 3. Kalo gitu kan dirugikan. Lalu jangan sampai kebijakan ini level 3 ketika bepergian jangan sampai ada usulan untuk tes PCR,” katanya.

Menurutnya juga, kebijakan ini tidak akan bisa diterapkan secara efektif. Apalagi, dampak yang sudah diberikan itu sangat besar akibat pandemi Covid-19, khususnya soal perekonomian masyarakat. “Kebijakan ini tidak akan efektif karena daerah tidak akan mematuhi karena mereka terdampak akibat pandemi ini sangat besar. Jadi menurut saya ini kembalikan saja kebijakannya ke per level,” tutur dia.

Sebaiknya, kata Trubus, pemerintah melakukan percepatan distribusi vaksin serta vaksinasi kepada masyarakat. Dibandingkan kembali membatasi pergerakan wilayah yang sudah memberikan angin segar bagi masyarakat. “Lalu juga yang penting itu vaksinasi berjalan secara maksimal. Karena masih ada daerah yang tingkat vaksinasinya 35 persen, itu perlu dipercepat,” tandas dia.

Sementara Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai, sebelum dipertimbangkan pemberlakukan kebijakan itu, salah satunya adalah indikator cakupan vaksinasi, 3T, dan protokol kesehatan 5M. Menurut Dicky, dalam hal mitigasi memang perlu ada pembatasan, dan PPKM akan efektif. Namun, jika bicara respons pembatasan atau penguncian suatu negara, dibutuhkan suatu strategi yang konsisten dan kontinyu.

“Sejumlah negara ada juga yang melakukan lockdown saat liburan. Negara Timur Tengah tahun lalu saat mau Idul Fitri lockdown juga. Tiongkok juga saat tahun baru. Namun itu semua ada sifatnya temporary,” kata Dicky kepada JawaPos.com, Kamis (18/11).

Menurutnya, semestinya yang dijaga saat menjelang Nataru adalah suatu strategi yang efektif seperti mempertahankan strategi 3T, 5M, dan vaksinasi, membangun adaptasi, membangun literasi. Jika PPKM level 3 diterapkan se-Indonesia, menurut Dicky akan ada plus minusnya. “Akan ada yang protes. Kok kesannya mendadak? Wah banyak yang bilang saya sudah rencana ini-itu untuk Nataru. Malah bisa kontraproduktif. Tapi memang tetap harus dijaga PPKM bertingkat ini, dan jangan dilonggarkan,” ungkapnya. (prn/map/jpc)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah akan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 di seluruh Indonesia pada libur Natal dan Tahun Baru mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Keputusan itu akan berlaku menunggu keputusan Instruksi Mendagri (Inmendagri). Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi diminta jangan gegabah dalam menyesuaikan kebijakan penyeragaman PPKM Level 3 dari pemerintah pusat.

Zeira Salim Ritonga.

PENYERAGAMAN aturan ini diketahui, guna membatasi mobilitas masyarakat selama momen Natal dan tahun baru (Nataru) 2022 sekaligus mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19. “Kita minta gubernur menyampaikan sejelas-jelasnya dulu kepada masyarakat apa dasar penyeragaman level ini diberlakukan oleh pemerintah pusat. Jangan gegabah,” kata Anggota DPRD Sumut, Zeira Salim Ritonga menjawab Sumut Pos, Kamis (18/11).

Menurut dia, ada indikator dan asesmen dalam penetapan status level PPKM ini. Baik terhadap kasus konfirmasi positif Covid-19, keterisian tempat tidur rumah sakit (BOR), hingga persentase vaksinasi di masing-masing provinsi. “Ini sebenarnya bentuk inkonsistensi pemerintah pusat atas aturan penetapan level PPKM. Sebab, seluruh kepala daerah sudah susah payah agar (daerahnya) turun level, ini justru mau disamaratakan,” katanya.

Terlebih, imbuh politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, kasus Covid-19 di Sumut sudah cukup melandai. Bahkan banyak kabupaten dan kota sudah berada di level I dan II. “Untuk itulah perlu nanti gubernur kita menyampaikan secara terbuka kepada masyarakat Sumut sebelum penerapan kebijakan tersebut, apakah memang cuma karena momen libur Nataru aja diberlakukan,” tegasnya.

Zeira menyebut, penyeragaman level PPKM mesti berdasarkan pertimbangan yang matang. Apalagi jika tujuan pemerintah ingin menekan kasus lonjakan Covid-19 saat momen Nataru. “Kita ketahui bahwa tidak ada cuti bersama dalam Nataru kali ini. ASN juga dilarang bepergian. Lantas apa kekhawatiran pemerintah dengan penyeragaman level PPKM tersebut? Padahal geliat perekonomian masyarakat sudah mulai terlihat,” ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, Gubernur Edy Rahmayadi sepakat dengan kebijakan dimaksud bila memang bertujuan untuk mengendalikan pandemi Covid-19 supaya tidak terjadi lonjakan kasus. “Saya belum dapat itu. Tapi yang pastinya, kalau memang prosedur, itu akan kita pakai PPKM ini. Apa saja yang boleh dan tidak boleh di PPKM Level III, harus ditaati,” katanya.

Apalagi, sebutnya, belajar dari pengalaman usai masyarakat menjalani libur panjang, maka kasus Covid-19 mengalami kenaikan. Edy menyebut, beberapa bulan lalu, pertambahan kasus Covid-19 di Sumut sempat mencapai 2 ribuan kasus per harinya.

Dampaknya rumah sakit dipenuhi pasien Covid-19, pemerintah harus menyiapkan tempat isolasi tambahan dan mengganggu perekonomian masyarakat. “Pastinya PPKM Level III ini berkaitan untuk membatasi itu kasus Covid. Jadi cukuplah. Janganlah lagi terjadi,” ujarnya.

Karenanya ia tak bosan mengingatkan seluruh masyarakat untuk selalu mematuhi protokol kesehatan (prokes). Di samping juga pemerintah terus menggalakkan kegiatan vaksinasi. “Supaya itu tak terjadi. Kita batasi semua dengan prokes dan vaksinasi. Kalau tak perlu ada kegiatan, jangan berkegiatan,” pungkasnya.

Pemko Medan Belum Tahu

Juru Bicara (Jubir) Satgas Covid-19 Kota Medan, dr Mardohar Tambunan Mkes, mengaku , belum mendengar rencana Pemerintah Pusat menyamaratakan level PPKM se-Indonesia jelang libur Nataru. “Kami belum dengar kabar itu,” ucap Mardohar, Kamis (18/11).

Dikatakan Mardohar, sejauh ini pihaknya belum memiliki persiapan khusus menjelang Libur Nataru. Akan tetapi, Pemko Medan memang akan memperketat penerapan Prokes menjelang Libur Nataru.

“Kalau persiapan khusus belum ada, tapi Nataru itu sudah kita terapkan sejak jauh-jauh hari seperti penerapan prokes yang ketat dan kita terus mengejar target vaksinasi selama Nataru ini,” ujarnya.

Ditanya tentang rencana Pemko Medan menutup tempat wisata di Kota Medan agar tidak terjadinya klaster baru Covid-19, Mardohar menegaskan, Pemko Medan tidak akan melakukan penutupan tempat wisata selama libur Nataru. Pasalnya saat ini, angka terkonfirmasi positif Covid-19 di Kota Medan terus mengalami penurunan.

“Penutupan tempat wisata itu ada sebab, misalnya tidak menerapkan prokes atau ada yang terkonfirmasi di sana. Apalagi saat ini Kota Medan kan Level 2, jadi kita juga ada aturan yang menyebutkan kalau tempat wisata boleh dibuka. Jadi kalau angka terkonfirmasi terus menurun dan kita tetap bertahan di Level 2 atau nantinya turun ke Level 1, apa yang harus di tutup” katanya.

Namun begitu, Mardohar meminta kepada seluruh pemilik tempat wisata di Kota Medan untuk tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Hal itu dilakukan, agar tidak terjadi gelombang ketiga Covid-19 di Kota Medan dan munculnya klaster-klaster penyebaran Covid-19 yang baru di Kota Medan. “Harus menerapkan prokes secara ketat, baik itu tempat wisatanya maupun pengunjungnya,” tuturnya.

Pun begitu, tegas Mardohar, Pemko Medan mengaku siap untuk mengikuti setiap aturan yang ditetapkan Pemerintah Pusat, sesuai aturan yang berlaku dalam PPKM Level 3. “Tapi apapun nanti keputusan Pemerintah Pusat, pastinya nanti kita akan mendukung dan menaati peraturan yang ada,” pungkasnya.

Pemerintah Overacting

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menuturkan, pemerintah terlalu berlebihan dalam merespon libur Nataru. Kata dia, sebaiknya pemerintah mengambil keputusan sesuai dengan kondisi yang ada saat ini. “Pemerintah ini overacting. Jadi pemerintah harus biasa saja, jangan selalu jadi pusat kecurigaan publik (ada apa dengan pengambilan keputusan ini),” terangnya kepada JawaPos.com, Kamis (18/11).

Ia juga mengingatkan, apabila kebijakan ini tetap dipaksakan, sosialiasi kepada masyarakat harus lebih giat dilaksanakan. Hal ini dilakukan agar tidak muncul persepsi negatif dan menjadi polemik.

Dirinya pun prihatin kepada mereka yang mencari rezeki dari memanfaatkan momen ini. Untuk itu, pemerintah sebaiknya membatalkan kebikakan tersebut. “Belum lagi mereka yang hidupnya terpencil, mereka yang cari makan dari Nataru, seperti penjual terompet, itu gimana,” ujarnya.

Trubus menyampaikan, hal ini merugikan mereka yang berada di level 1 dan 2. Pasalnya, jika ditetapkan sebagai level 3, kegiatan dibatasi hanya 50 persen saja.

“Menurut saya ini kontraproduktif dengan kondisi yang ada, karena tidak semua daerah itu level 3. Kalo gitu kan dirugikan. Lalu jangan sampai kebijakan ini level 3 ketika bepergian jangan sampai ada usulan untuk tes PCR,” katanya.

Menurutnya juga, kebijakan ini tidak akan bisa diterapkan secara efektif. Apalagi, dampak yang sudah diberikan itu sangat besar akibat pandemi Covid-19, khususnya soal perekonomian masyarakat. “Kebijakan ini tidak akan efektif karena daerah tidak akan mematuhi karena mereka terdampak akibat pandemi ini sangat besar. Jadi menurut saya ini kembalikan saja kebijakannya ke per level,” tutur dia.

Sebaiknya, kata Trubus, pemerintah melakukan percepatan distribusi vaksin serta vaksinasi kepada masyarakat. Dibandingkan kembali membatasi pergerakan wilayah yang sudah memberikan angin segar bagi masyarakat. “Lalu juga yang penting itu vaksinasi berjalan secara maksimal. Karena masih ada daerah yang tingkat vaksinasinya 35 persen, itu perlu dipercepat,” tandas dia.

Sementara Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai, sebelum dipertimbangkan pemberlakukan kebijakan itu, salah satunya adalah indikator cakupan vaksinasi, 3T, dan protokol kesehatan 5M. Menurut Dicky, dalam hal mitigasi memang perlu ada pembatasan, dan PPKM akan efektif. Namun, jika bicara respons pembatasan atau penguncian suatu negara, dibutuhkan suatu strategi yang konsisten dan kontinyu.

“Sejumlah negara ada juga yang melakukan lockdown saat liburan. Negara Timur Tengah tahun lalu saat mau Idul Fitri lockdown juga. Tiongkok juga saat tahun baru. Namun itu semua ada sifatnya temporary,” kata Dicky kepada JawaPos.com, Kamis (18/11).

Menurutnya, semestinya yang dijaga saat menjelang Nataru adalah suatu strategi yang efektif seperti mempertahankan strategi 3T, 5M, dan vaksinasi, membangun adaptasi, membangun literasi. Jika PPKM level 3 diterapkan se-Indonesia, menurut Dicky akan ada plus minusnya. “Akan ada yang protes. Kok kesannya mendadak? Wah banyak yang bilang saya sudah rencana ini-itu untuk Nataru. Malah bisa kontraproduktif. Tapi memang tetap harus dijaga PPKM bertingkat ini, dan jangan dilonggarkan,” ungkapnya. (prn/map/jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/