Sihar menyatakan, secara hukum pidana kawasan seluas 47 ribu hektare dilakukan eksekusi, tapi melalui Putusan Mahkamah Agung Tata Usaha Negara (MA TUN) mengalahkan Kemenhut. Di mana, Koperasi Serbaguna (sebelum KUD Bukit Harapan, Red) sebagai pengelola memiliki izin.
Kemudian, dia mengatakan, eksekusi pidana dijalankan, sedangkan eksekusi terkait putusan TUN tidak dijalankan. Bahkan, pengadilan TUN sudah menyurati sebanyak tiga kali, namun tidak juga dijalankan. “Kami lihat ada tabrakan hukum antara pidana dengan TUN,” katanya.
Tak hanya itu, Sihar yang juga mantan Tim Ahli Pemenangan Jokowi-JK membeberkan, di lahan seluas 47 ribu hektare di Desa Parsombaan, Kecamatan Lubuk Barumun, Palas ada terbit sebanyak 624 sertifikat hak milik (SHM) atas lahan seluas 1.280 hektare.
“Kalau mau dieksekusi, tanah seluas 47 ribu hektare inikan tidak clean and clear, sebab masih ada 624 SHM (sertifikat hak milik, Red). Apakah 624 SHM ini mau dieksekusi juga” Kalau mau dieksekusi harus dibatalkan terlebih dahulu,” ucapnya.
Lebih lanjut, Riki Sitorus menyampaikan, di lahan regiter 40 seluas 178 hektare itu ada 43 perusahaan berdiri, termasuk di antaranya PTPN II dan PTPN IV, serta sejumlah Perusahaan Modal Asing (PMA) dan sejumlah perusahaan besar lainnya. Termasuk tanah masyarakat.
“Bila KUD Bukit Harapan/PT Torganda disebut menguasai dan melanggar, mengapa 43 perusahaan lainnya tidak diperlakukan yang sama. Jadi harusnya semua keluar dari kawasan register,” sebutnya.
Dia menambahkan, hingga kini Kemenhut tidak mengetahui batas wilayah kawasan register 40, sehingga kawasan 47 ribu hektare tidak diketahui batasannya. Hal inilah yang membuat eksekusi fisik tidak pernah bisa dilakukan.
“Jadi sekarang ini semacam ada pembentukan opini, bahwa kawasan register. Padahal kawasan register sendiri tidak diketahui mana saja batasannya, bahkan Kemenhut tidak mengetahui batasannya. Inikan menjadi aneh dalam melakukan eksekusi objek wilayah tanah,” tambahnya. (ril/azw)
Sihar Sitorus: Batas Register 40 Tidak Ada
Sihar menyatakan, secara hukum pidana kawasan seluas 47 ribu hektare dilakukan eksekusi, tapi melalui Putusan Mahkamah Agung Tata Usaha Negara (MA TUN) mengalahkan Kemenhut. Di mana, Koperasi Serbaguna (sebelum KUD Bukit Harapan, Red) sebagai pengelola memiliki izin.
Kemudian, dia mengatakan, eksekusi pidana dijalankan, sedangkan eksekusi terkait putusan TUN tidak dijalankan. Bahkan, pengadilan TUN sudah menyurati sebanyak tiga kali, namun tidak juga dijalankan. “Kami lihat ada tabrakan hukum antara pidana dengan TUN,” katanya.
Tak hanya itu, Sihar yang juga mantan Tim Ahli Pemenangan Jokowi-JK membeberkan, di lahan seluas 47 ribu hektare di Desa Parsombaan, Kecamatan Lubuk Barumun, Palas ada terbit sebanyak 624 sertifikat hak milik (SHM) atas lahan seluas 1.280 hektare.
“Kalau mau dieksekusi, tanah seluas 47 ribu hektare inikan tidak clean and clear, sebab masih ada 624 SHM (sertifikat hak milik, Red). Apakah 624 SHM ini mau dieksekusi juga” Kalau mau dieksekusi harus dibatalkan terlebih dahulu,” ucapnya.
Lebih lanjut, Riki Sitorus menyampaikan, di lahan regiter 40 seluas 178 hektare itu ada 43 perusahaan berdiri, termasuk di antaranya PTPN II dan PTPN IV, serta sejumlah Perusahaan Modal Asing (PMA) dan sejumlah perusahaan besar lainnya. Termasuk tanah masyarakat.
“Bila KUD Bukit Harapan/PT Torganda disebut menguasai dan melanggar, mengapa 43 perusahaan lainnya tidak diperlakukan yang sama. Jadi harusnya semua keluar dari kawasan register,” sebutnya.
Dia menambahkan, hingga kini Kemenhut tidak mengetahui batas wilayah kawasan register 40, sehingga kawasan 47 ribu hektare tidak diketahui batasannya. Hal inilah yang membuat eksekusi fisik tidak pernah bisa dilakukan.
“Jadi sekarang ini semacam ada pembentukan opini, bahwa kawasan register. Padahal kawasan register sendiri tidak diketahui mana saja batasannya, bahkan Kemenhut tidak mengetahui batasannya. Inikan menjadi aneh dalam melakukan eksekusi objek wilayah tanah,” tambahnya. (ril/azw)