27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Penumpang Angkot Semakin Menurun, Pemerintah & Organda Harus Berbenah

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Angkot: Penumpang turun dari angkot di Jalan Iskandar Muda. Saat ini peminat angkot menurun sejak adanya transportasi online.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peminat penumpang terhadap angkutan kota (angkot) di Kota Medan semakin menurun. Warga lebih memilih angkutan online, baik roda dua maupun roda empatn

meski ongkosnya lebih mahal dari angkot. Karenanya, pemerintah maupun Organisasi Angkuta Darat (Organda) Kota Medan harus berbenah mengatasi hal ini.

Pengamat Transportasi di Kota Medan, Medis Sejahtera Surbakti menilai, kondisi terpuruknya angkutan konvensional di Kota Medan harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah kota. “Memang jelas angkutan konvensional semakin terpuruk, kenapa? Karena regulasi dan aturan untuk angkutan online juga tidak dikawal ketat oleh pemerintahnya. Harusnya aturan ditegakkan, semua tetap ‘bermain’ dalam koridor aturan yang sudah ditetapkan. Baik konvensional maupun online, semua harus ikut aturan main supaya ada kesetaraan,” tegas Medis.

Pengawasan terhadap angkutan online, lanjut Medis, memang bukan lah hal yang mudah. “Tapi kan pasti ada tekniknya dan pihak Dinas Perhubungan pastilah lebih tahu. Sekarang tinggal bagaimana mereka, serius atau tidak dalam mengawasi angkutan online di Kota Medan ini?” ujarnya.

Intinya, kata Medis, harus ada keberpihakan pemerintah terhadap angkutan umum yang merupakan moda transportasi massal, sebagai upaya pemerintah dalam menggalakkan transportasi massal yang bertujuan untuk menekan kemacetan di kota – kota besar seperti Kota Medan.

Namun demikian, lanjut Medis, pihak angkutan umum konvensional juga harus mulai berbenah dalam berbagai hal. “Selain mendapatkan keberpihakan dari pemerintah, angkutan konvensional juga harus berbenah, bagaimana caranya agar masyarakat kembali menjadikan angkot sebagai transportasi ‘primadona’ di Kota Medan. Intinya penumpang ingin kenyamanan dan harga yang terjangkau, itu jadi tugas pemerintah,” ujarnya.

Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Medan, Iswar mengakui bahwa saat ini banyak masyarakat yang kurang berminat memilih angkot sebagai moda transportasi sehari-hari. “Iyalah, kurang nyaman dan banyak hal yang disebut penumpang sebagai keluhan. Justru inilah tugas kita, bagaimana caranya agar masyarakat mau memilih transportasi massal, salah satunya angkot untuk menjadi alat transportasi mereka sehari-hari,” tegasnya.

Begitupun, kata Iswar, hingga kini pihaknya terus berupaya untuk segera membuat satu terobosan agar dapat segera memperbaiki dan membenahi transportasi massal di Kota Medan. “Ini sedang kita upayakan bagaimana caranya agar angkot dan transportasi massal lainnya bisa diminati oleh masyarakat umum.

Kita harus buat kesetaraan antara angkutan konvensional dan online. Karena sebenarnya mereka itu tak perlu bersaing, justru saingan mereka yang sebenarnya adalah mobil-mobil pribadi. Kita sedang berupaya bagaimana caranya agar masyarakat lebih memilih angkutan umum daripada mobil pribadinya,” kata Iswar.

Dikatakannya, saat ini jumlah Angkot konvensional di Kota Medan berkisar 7.000 unit. Jumlah itu tidaklah terlalu banyak, bahkan disebut masih sangat ideal untuk sebuah kota besar seperti kota Medan. “Gak banyak lah itu, harusnya malah lebih dari itu. Inikan Kota Medan, bukan kampung – kampung, jumlah itu masih sangat ideal lah,” ujarnya.

Sekadar diketahui, Organda Medan melakukan protes terhadap Dishub Sumut atas membeludaknya jumlah angkutan online roda 4 di Kota Medan yang dinilai telah melanggar Permenhub 118 tahun 2018 yang salah satunya mengatur tentang pembatasan jumlah angkutan online di Kota Medan. Sejumlah pihak termasuk masyarakat juga kerap melakukan protes terhadap angkot konvensional yang juga disebut membeludak di Kota Medan.

Berdasarkan Permenhub 118, seluruh taksi online harus memiliki Kartu Pengawasan (KPs) dari Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Sumut. Selain itu, taksi online juga harus terdaftar di badan usaha. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. Karena hal itu, angkutan Online disebut sebagai ‘angkutan pemangsa’ bagi angkutan konvensional dan membuat angkutan konvensional kian terpuruk. (map/ila)

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Angkot: Penumpang turun dari angkot di Jalan Iskandar Muda. Saat ini peminat angkot menurun sejak adanya transportasi online.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peminat penumpang terhadap angkutan kota (angkot) di Kota Medan semakin menurun. Warga lebih memilih angkutan online, baik roda dua maupun roda empatn

meski ongkosnya lebih mahal dari angkot. Karenanya, pemerintah maupun Organisasi Angkuta Darat (Organda) Kota Medan harus berbenah mengatasi hal ini.

Pengamat Transportasi di Kota Medan, Medis Sejahtera Surbakti menilai, kondisi terpuruknya angkutan konvensional di Kota Medan harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah kota. “Memang jelas angkutan konvensional semakin terpuruk, kenapa? Karena regulasi dan aturan untuk angkutan online juga tidak dikawal ketat oleh pemerintahnya. Harusnya aturan ditegakkan, semua tetap ‘bermain’ dalam koridor aturan yang sudah ditetapkan. Baik konvensional maupun online, semua harus ikut aturan main supaya ada kesetaraan,” tegas Medis.

Pengawasan terhadap angkutan online, lanjut Medis, memang bukan lah hal yang mudah. “Tapi kan pasti ada tekniknya dan pihak Dinas Perhubungan pastilah lebih tahu. Sekarang tinggal bagaimana mereka, serius atau tidak dalam mengawasi angkutan online di Kota Medan ini?” ujarnya.

Intinya, kata Medis, harus ada keberpihakan pemerintah terhadap angkutan umum yang merupakan moda transportasi massal, sebagai upaya pemerintah dalam menggalakkan transportasi massal yang bertujuan untuk menekan kemacetan di kota – kota besar seperti Kota Medan.

Namun demikian, lanjut Medis, pihak angkutan umum konvensional juga harus mulai berbenah dalam berbagai hal. “Selain mendapatkan keberpihakan dari pemerintah, angkutan konvensional juga harus berbenah, bagaimana caranya agar masyarakat kembali menjadikan angkot sebagai transportasi ‘primadona’ di Kota Medan. Intinya penumpang ingin kenyamanan dan harga yang terjangkau, itu jadi tugas pemerintah,” ujarnya.

Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Medan, Iswar mengakui bahwa saat ini banyak masyarakat yang kurang berminat memilih angkot sebagai moda transportasi sehari-hari. “Iyalah, kurang nyaman dan banyak hal yang disebut penumpang sebagai keluhan. Justru inilah tugas kita, bagaimana caranya agar masyarakat mau memilih transportasi massal, salah satunya angkot untuk menjadi alat transportasi mereka sehari-hari,” tegasnya.

Begitupun, kata Iswar, hingga kini pihaknya terus berupaya untuk segera membuat satu terobosan agar dapat segera memperbaiki dan membenahi transportasi massal di Kota Medan. “Ini sedang kita upayakan bagaimana caranya agar angkot dan transportasi massal lainnya bisa diminati oleh masyarakat umum.

Kita harus buat kesetaraan antara angkutan konvensional dan online. Karena sebenarnya mereka itu tak perlu bersaing, justru saingan mereka yang sebenarnya adalah mobil-mobil pribadi. Kita sedang berupaya bagaimana caranya agar masyarakat lebih memilih angkutan umum daripada mobil pribadinya,” kata Iswar.

Dikatakannya, saat ini jumlah Angkot konvensional di Kota Medan berkisar 7.000 unit. Jumlah itu tidaklah terlalu banyak, bahkan disebut masih sangat ideal untuk sebuah kota besar seperti kota Medan. “Gak banyak lah itu, harusnya malah lebih dari itu. Inikan Kota Medan, bukan kampung – kampung, jumlah itu masih sangat ideal lah,” ujarnya.

Sekadar diketahui, Organda Medan melakukan protes terhadap Dishub Sumut atas membeludaknya jumlah angkutan online roda 4 di Kota Medan yang dinilai telah melanggar Permenhub 118 tahun 2018 yang salah satunya mengatur tentang pembatasan jumlah angkutan online di Kota Medan. Sejumlah pihak termasuk masyarakat juga kerap melakukan protes terhadap angkot konvensional yang juga disebut membeludak di Kota Medan.

Berdasarkan Permenhub 118, seluruh taksi online harus memiliki Kartu Pengawasan (KPs) dari Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Sumut. Selain itu, taksi online juga harus terdaftar di badan usaha. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. Karena hal itu, angkutan Online disebut sebagai ‘angkutan pemangsa’ bagi angkutan konvensional dan membuat angkutan konvensional kian terpuruk. (map/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/