26 C
Medan
Monday, September 30, 2024

Pilgubsu, PDIP Enggan Kalah 3 Kali

Sohibul memprediksi, akan ada 4 atau 5 pasang calon yang akan bertarung di Pilgubsu 2018 dan dua diantaranya berasal dari calon perseorangan.

“Kali ini akan ada suguhan politik baru, yakni akan masih adanya calon lain dari jalur perseorangan. Ini termasuk hal penting dalam bahasan Pilgubsu 2018. Kali inilah pertamakali di Sumut akan muncul. Itu dugaan saya. Mereka, paling sedikit satu orang, yang maju dari jalur ini tidak main-main dalam arti penuh kecermatan perhitungan. Mereka mengantongi modal besar dan kemampuan maneuver yang terlatih dengan networking yang memadai,” paparnya.

Banyaknya calon yang akan muncul diyakininya sebagai bentuk kelemahan gubernur petahana dalam memimpin Sumut. “Hitung-hitungannya begini, kalau gubernur saat ini kuat, pasti tidak ada yang akan berani maju. Contohnya saja Pilkada Tebingtinggi, pasti calon lain berhitung untuk maju kalau peluangnya kecil,” jelasnya.

Pilgubsu 2018 ini, lanjut dia, sangat dekat dengan even Pemilu 2019. Karena itu semua partai terutama Golkar, PDIP,  Demokrat, dan Gerindra akan menjadikannya uji tarung penting memenaskan mesin partai seperti DKI.

Rivalitas tersebut nantinya yang sama akan terjadi di daerah-daerah besar lainnya di Indonesia seperti Jabar, Jateng dan Jatim.

Di situlah pengendalian ketat partai dari Jakarta membuat pengabaian atas aspirasi rakyat hingga calon-calonnya bisa tak begitu disukasi rakyat. Jarang ada partai yang berusaha menyelami aspirasi konstituennya seperti PKS melalui simulasi pilgubsu lokal.

“Hal lain yang akan selalu penting dibahas ialah posisi incumbent HT Erry Nuradi. Ia pucuk piminan NasDem tetapi sudah cukup lama belum dilantik. Mungkin saja pimpinan pusat partai ini memiliki agenda lain berhubung salah seorang anggota DPR-RI dari Sumut ialah orang penting di partai ini, Prananda Paloh,” urai akademisi UMSU itu.

Dalam kemasan pencitraan diri nanti akan ada bahasa yang menonjolkan agenda bersih anti korupsi. Itu dikaitkan dengan fakta beberapa KDH sudah pernah dihukum. Tapi rakyat secara mayoritas tak percaya lagi itu. Mereka tahu itu semua sangat politis. Bahkan jika tokoh besar seperti Abdillah atau Rahudman Harahap atau Syamsul Arifin maju, peluang menang cukup besar.

“Ini memang paradoks, sesuai proses pembelajaran yang dialami masyarakat tentang hakekat penegakan hukum di Indinesia. Orang tak lagi begitu percaya definisi dan makna korupsi. Terlebih mereka yang melek informasi dan dapat membandingkan fenomena Jakarta dengan daerah,” katanya. (dik/adz)

Sohibul memprediksi, akan ada 4 atau 5 pasang calon yang akan bertarung di Pilgubsu 2018 dan dua diantaranya berasal dari calon perseorangan.

“Kali ini akan ada suguhan politik baru, yakni akan masih adanya calon lain dari jalur perseorangan. Ini termasuk hal penting dalam bahasan Pilgubsu 2018. Kali inilah pertamakali di Sumut akan muncul. Itu dugaan saya. Mereka, paling sedikit satu orang, yang maju dari jalur ini tidak main-main dalam arti penuh kecermatan perhitungan. Mereka mengantongi modal besar dan kemampuan maneuver yang terlatih dengan networking yang memadai,” paparnya.

Banyaknya calon yang akan muncul diyakininya sebagai bentuk kelemahan gubernur petahana dalam memimpin Sumut. “Hitung-hitungannya begini, kalau gubernur saat ini kuat, pasti tidak ada yang akan berani maju. Contohnya saja Pilkada Tebingtinggi, pasti calon lain berhitung untuk maju kalau peluangnya kecil,” jelasnya.

Pilgubsu 2018 ini, lanjut dia, sangat dekat dengan even Pemilu 2019. Karena itu semua partai terutama Golkar, PDIP,  Demokrat, dan Gerindra akan menjadikannya uji tarung penting memenaskan mesin partai seperti DKI.

Rivalitas tersebut nantinya yang sama akan terjadi di daerah-daerah besar lainnya di Indonesia seperti Jabar, Jateng dan Jatim.

Di situlah pengendalian ketat partai dari Jakarta membuat pengabaian atas aspirasi rakyat hingga calon-calonnya bisa tak begitu disukasi rakyat. Jarang ada partai yang berusaha menyelami aspirasi konstituennya seperti PKS melalui simulasi pilgubsu lokal.

“Hal lain yang akan selalu penting dibahas ialah posisi incumbent HT Erry Nuradi. Ia pucuk piminan NasDem tetapi sudah cukup lama belum dilantik. Mungkin saja pimpinan pusat partai ini memiliki agenda lain berhubung salah seorang anggota DPR-RI dari Sumut ialah orang penting di partai ini, Prananda Paloh,” urai akademisi UMSU itu.

Dalam kemasan pencitraan diri nanti akan ada bahasa yang menonjolkan agenda bersih anti korupsi. Itu dikaitkan dengan fakta beberapa KDH sudah pernah dihukum. Tapi rakyat secara mayoritas tak percaya lagi itu. Mereka tahu itu semua sangat politis. Bahkan jika tokoh besar seperti Abdillah atau Rahudman Harahap atau Syamsul Arifin maju, peluang menang cukup besar.

“Ini memang paradoks, sesuai proses pembelajaran yang dialami masyarakat tentang hakekat penegakan hukum di Indinesia. Orang tak lagi begitu percaya definisi dan makna korupsi. Terlebih mereka yang melek informasi dan dapat membandingkan fenomena Jakarta dengan daerah,” katanya. (dik/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/