“Dua kali kalah, tentu saja partai belajar dari kekelahan di masa lalu. Kita lihat partisipasi pemilih sangat rendah. Dan sekarang partai jauh lebih siap dari sebelumnya,” sebutnya.
Selain itu, kesiapan lainnya yakni sekolah para calon kepala daerah yang biasa dilakukan PDIP untuk mempersiapkan sosok yang diusung partai, bertarung di ajang pesta demokrasi, di kabupaten/kota dan provinsi. Namun dalam hal ini, hanya bakal calon wakil gubernur, Sihar Sitorus yang akan mengikuti sekolah dimaksud. Sebab Djarot sendiri, dianggap sudah pernah mengikuti pelatihan khusus tersebut pada saat pencalonan di Pilgub DKI Jakarta.
“Di sekolah itu nanti akan diajarkan tata pemerintahan yang baik, di mana Bapak Ganjar Pranowo, Ibu Risma dan lainnya akan hadir sebagai pengajar. Demikian juga beberapa menteri akan hadir untuk memperkuat integrasi antara kader-kader PDIP sebagai calon kepala daerah dengan pemerintahan Bapak Joko Widodo. Mengingat pilkada ini juga momentum untuk memperkuat kondolidasi pemerintahan Pak Jokowi,” katanya.
Sementara pengamat Politik dan Pemerintahan dari UMSU, Rio Affandi Siregar mengatakan bahwa Pilgub Sumut kali ini merupakan momen untuk menakar seberapa besar kekuatan basis massa PDIP di provinsi ini. Meskipun diakuinya banyak pihak menganggap bahwa pilkada serentak 2018 ini adalah ajang pemanasan sebelum Pilpres 2019.
“Kita melihat dari berbagai dinamika yang terjadi, ini adalah alat ukur kekuatan basis massa. Karena dari segi koalisi, PDIP terkesan akan jalan sendiri seiring dengan munculnya kisruh di internal PPP di Sumut soal dukungan pencalonan, meskipun di pusat memberikan restu secara resmi. Sehingga PDIP dan seluruh basis massanya yang militan, harus bekerja keras untuk bisa memenangkan pasanga Djarot-Sihar,” katanya. (bal/adz)