25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

PN Padangsidimpuan Tolak Gugatan Keluarga Pulungan

Foto: Dame/Sumut Pos
Kabiro Hukum dan Humas pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang BPN Pusat, Dr Aslan Noor SH MH, CN, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan sengketa tanah seluas 3000 hektare di Desa Napa, Tapanuli Selatan, di PN Padangsidimpuan, Kamis (2/2/2017).

Kuasa Hukum PT Agincourt Resources, Sangti Nainggolan dari Marx & Co Law Firm menyatakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim akhirnya memutuskan untuk menolak seluruh gugatan yang diajukan pihak penggugat. “Ini berarti bahwa pengadilan secara sah memastikan bahwa PT Agincourt Resources memiliki hak secara hukum untuk menggunakan dan/atau menguasai lahan untuk operasionalnya,” kata Sangti.

Sangti menambahkan, hasil terjemahan dari surat Bewijs Van Erkening No. 27 yang diklaim oleh Penggugat sebagai alas hak atas 3000 Hektare, hanya menjelaskan proses penunjukan Mandongung Pulungan sebagai Kepala Kuriah atau Kepala Desa, dan tidak menjelaskan sedikitpun tentang Hak Kepemilikan atas tanah.

Sangti menjelaskan, tanah yang disengketakan tersebut berada di dalam wilayah konsesi Kontrak Karya milik PT Agincourt Resources dan pihak perusahan telah melakukan proses penggantian hak atas tanah untuk setiap tanah yang dibebaskan dan selanjutnya dikuasai sejak tahun 2008.

Pada saat pelaksanaan pembebasan tanah tersebut telah dibentuk Tim Fasilitasi Pembebasan Tanah secara Independen oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan. Tim Fasilitasi tersebut terdiri dari Bupati Tapanuli Selatan, Dandim 0212/TS, Kapolres Tapanuli Selatan, Kepala Kejaksaan Negeri Padang Sidimpuan, Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan serta Ketua DPRD Tapanuli Selatan. Di samping itu sejumlah Dinas instansi terkait dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, mulai dari Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tapanuli Selatan, Kepala Bagian Pertanahan, Kantor Pertanahan Tapanuli Selatan, Camat Batang Toru dan Kepala Desa Napa, juga terlibat dalam tim ini. Sementara itu pihak Penggugat sendiri tidak pernah mengikuti proses pembebasan tanah yang dilakukan oleh PT Agincourt Resources pada tahun 2008 hingga 2010.

Tambang Emas Martabe memperoleh gugatan perdata dari para keturunan Raja Mandongun Pulungan (Alm), yakni Berlian Pulungan, Seriya Pulungan, Megawati Pulungan dan Hamdan Pulungan (Alm) melalui kuasa hukumnya Kamaluddin, SH & Associates Law Office  di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Tapanuli Selatan dengan nomor registrasi perkara 22/PDT.G/2016/PN.PSP pada tanggal 16 Mei 2016.

Dalam gugatannya, pihak Penggugat mengklaim memiliki harta peninggalan berupa sebidang tanah seluas 3000 hektare, yang terletak di Desa Napa, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan yang saat ini menjadi bagian dari lahan pertambangan PT Agincourt Resources. Keluarga Pulungan mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan tanah Loehat atau tanah yang dimiliki secara turun temurun dalam satu garis keturunan, yang dikuasai oleh Raja Mandongung Pulungan sejak tahun 1931 yang diberikan oleh Belanda atas nama Resident Tapanoeli berdasarkan Bewijs Van Erkening No. 27 yang dikeluarkan oleh Residen Tapanoeli pada tanggal 3 September 1931.

Adapun batas – batas tanah yang disengketakan tersebut menurut penggugat adalah sebelah utara dengan hutan lindung. Sebelah selatan dengan area penggunaan lain (APL) yang digarap oleh masyarakat. Sebelah barat dengan APL yang digarap oleh masyarakat. Sementara sebelah timur dengan kawasan hutan lindung dan sebagian digarap oleh masyarakat. Dari total 3000 Hektare, 500 hektare dari tanah yang disengketakan  berada di APL yang dikuasai dan dijadikan operasional pertambangan oleh PT Agincourt Resources. Atas hal tersebut di atas, para penggugat meminta ganti rugi sebesar Rp.150.000.000.000 (seratus lima puluh miliar rupiah) dengan perhitungan 1 hektare seharga Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). (rel/mea)

Foto: Dame/Sumut Pos
Kabiro Hukum dan Humas pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang BPN Pusat, Dr Aslan Noor SH MH, CN, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan sengketa tanah seluas 3000 hektare di Desa Napa, Tapanuli Selatan, di PN Padangsidimpuan, Kamis (2/2/2017).

Kuasa Hukum PT Agincourt Resources, Sangti Nainggolan dari Marx & Co Law Firm menyatakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim akhirnya memutuskan untuk menolak seluruh gugatan yang diajukan pihak penggugat. “Ini berarti bahwa pengadilan secara sah memastikan bahwa PT Agincourt Resources memiliki hak secara hukum untuk menggunakan dan/atau menguasai lahan untuk operasionalnya,” kata Sangti.

Sangti menambahkan, hasil terjemahan dari surat Bewijs Van Erkening No. 27 yang diklaim oleh Penggugat sebagai alas hak atas 3000 Hektare, hanya menjelaskan proses penunjukan Mandongung Pulungan sebagai Kepala Kuriah atau Kepala Desa, dan tidak menjelaskan sedikitpun tentang Hak Kepemilikan atas tanah.

Sangti menjelaskan, tanah yang disengketakan tersebut berada di dalam wilayah konsesi Kontrak Karya milik PT Agincourt Resources dan pihak perusahan telah melakukan proses penggantian hak atas tanah untuk setiap tanah yang dibebaskan dan selanjutnya dikuasai sejak tahun 2008.

Pada saat pelaksanaan pembebasan tanah tersebut telah dibentuk Tim Fasilitasi Pembebasan Tanah secara Independen oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan. Tim Fasilitasi tersebut terdiri dari Bupati Tapanuli Selatan, Dandim 0212/TS, Kapolres Tapanuli Selatan, Kepala Kejaksaan Negeri Padang Sidimpuan, Ketua Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan serta Ketua DPRD Tapanuli Selatan. Di samping itu sejumlah Dinas instansi terkait dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, mulai dari Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tapanuli Selatan, Kepala Bagian Pertanahan, Kantor Pertanahan Tapanuli Selatan, Camat Batang Toru dan Kepala Desa Napa, juga terlibat dalam tim ini. Sementara itu pihak Penggugat sendiri tidak pernah mengikuti proses pembebasan tanah yang dilakukan oleh PT Agincourt Resources pada tahun 2008 hingga 2010.

Tambang Emas Martabe memperoleh gugatan perdata dari para keturunan Raja Mandongun Pulungan (Alm), yakni Berlian Pulungan, Seriya Pulungan, Megawati Pulungan dan Hamdan Pulungan (Alm) melalui kuasa hukumnya Kamaluddin, SH & Associates Law Office  di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Tapanuli Selatan dengan nomor registrasi perkara 22/PDT.G/2016/PN.PSP pada tanggal 16 Mei 2016.

Dalam gugatannya, pihak Penggugat mengklaim memiliki harta peninggalan berupa sebidang tanah seluas 3000 hektare, yang terletak di Desa Napa, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan yang saat ini menjadi bagian dari lahan pertambangan PT Agincourt Resources. Keluarga Pulungan mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan tanah Loehat atau tanah yang dimiliki secara turun temurun dalam satu garis keturunan, yang dikuasai oleh Raja Mandongung Pulungan sejak tahun 1931 yang diberikan oleh Belanda atas nama Resident Tapanoeli berdasarkan Bewijs Van Erkening No. 27 yang dikeluarkan oleh Residen Tapanoeli pada tanggal 3 September 1931.

Adapun batas – batas tanah yang disengketakan tersebut menurut penggugat adalah sebelah utara dengan hutan lindung. Sebelah selatan dengan area penggunaan lain (APL) yang digarap oleh masyarakat. Sebelah barat dengan APL yang digarap oleh masyarakat. Sementara sebelah timur dengan kawasan hutan lindung dan sebagian digarap oleh masyarakat. Dari total 3000 Hektare, 500 hektare dari tanah yang disengketakan  berada di APL yang dikuasai dan dijadikan operasional pertambangan oleh PT Agincourt Resources. Atas hal tersebut di atas, para penggugat meminta ganti rugi sebesar Rp.150.000.000.000 (seratus lima puluh miliar rupiah) dengan perhitungan 1 hektare seharga Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). (rel/mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/