31.7 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

PGI: Tutup Industri Ikan dan Ternak Babi Pembuang Limbah ke Danau Toba

Keramba Jaring Apung PT Aquafarm Nusantara, milik sebuah perusahaan Swiss, di perairan Danau Toba.
Keramba Jaring Apung PT Aquafarm Nusantara, milik perusahaan Swiss, di perairan Danau Toba.

PARAPAT, SUMUTPOS.CO – Tahun 2015,  Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengampanyekan moto “Gereja Sahabat Alam”. Terkait hal itu, PGI mendorong gereja di Sumut lebih peduli dan meneriakkan  penghentian penebangan hutan sekitar Danau Toba.

“Danau Toba rusak parah akibat eksploitasi secara berlebihan yang dilakukan manusia. Untuk itu, PGI mengimbau pemerintah segera menutup perusahan perindustrian ikan menggunakan jala apung dan industri babi yang membuang limbahnya ke Danau Toba. Hal itu perlu segera dilakukan untuk menyelamatkan Danau Toba,” kata Sekretaris Umum (Sekum) PGI, Pdt Gomar Gultom, pada hari kedua Sidang Majelis Pekerja Lengkap (PGI) di Wisma GMI Kecamatan Parapat, Kabupaten Simalungun, Sabtu (23/1).

Ia melanjutkan, terkait penyelamatan Danau Toba, PGI sudah menyurati Presiden, Gubsu dan Bupati. Dalam praktik industri yang merusak Danau Toba itu, pihak yang diuntungkan adalah pengusaha, sementara masyarakat sangat dirugikan.

“Dalam pembukaan UUD 1945, Negara diperintahkan dan ditugaskan untuk melindungi dan mensejahterakan masyarakat. Perintah itu harus dijalankan pemerintah. Kita semua tahu, lebih mudah menebang daripada menanam. Untuk itu, jangan diberikan izin penebangan kalau belum mampu melakukan gerakan penanaman,” tegasnya.

Selain menyorot soal lingkungan hidup, PGI juga menyorot peran serta PGI dalam mengatasi sejumlah permasalahan sosial, kemanusiaan, agraria bahkan kebebasan beragama di Indonesia.

Untuk Sumut, selain masalah perempuan dan anak, hubungan antar umat beragama, advokasi pengungsi Rohingya dan Sinabung, PGI juga mengangkat masalah lingkungan hidup dan agraria serta advokasi kebebasan beragama.

“Cenderung terlihat munculnya kekuatan anti kebebasan beragama yang sudah cukup lama dibiarkan negara. Dalam hal ini, PGI mendorong pemerintah untuk memberikan dan menjamin hak warga negara, khususnya dalam kebebasan beribadah menurut agama yang dianut, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” kata Gomar.

“PGI tidak memiliki alat pemaksa seperti TNI/Polri dan kejaksaan, sehingga hanya bisa menunggu kebijakan pemerintah. Selama ini pemerintah selalu mengaku akan menangani masalah itu tanpa bukti nyata. Termasuk pemerintah saat ini, yang belum melihat masalah kebebasan beragama sebagai prioritas. Nampaknya, Jokowi lebih sering memprioritaskan pembangunan dan ekonomi,” tambahnya. (Gus)

Keramba Jaring Apung PT Aquafarm Nusantara, milik sebuah perusahaan Swiss, di perairan Danau Toba.
Keramba Jaring Apung PT Aquafarm Nusantara, milik perusahaan Swiss, di perairan Danau Toba.

PARAPAT, SUMUTPOS.CO – Tahun 2015,  Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengampanyekan moto “Gereja Sahabat Alam”. Terkait hal itu, PGI mendorong gereja di Sumut lebih peduli dan meneriakkan  penghentian penebangan hutan sekitar Danau Toba.

“Danau Toba rusak parah akibat eksploitasi secara berlebihan yang dilakukan manusia. Untuk itu, PGI mengimbau pemerintah segera menutup perusahan perindustrian ikan menggunakan jala apung dan industri babi yang membuang limbahnya ke Danau Toba. Hal itu perlu segera dilakukan untuk menyelamatkan Danau Toba,” kata Sekretaris Umum (Sekum) PGI, Pdt Gomar Gultom, pada hari kedua Sidang Majelis Pekerja Lengkap (PGI) di Wisma GMI Kecamatan Parapat, Kabupaten Simalungun, Sabtu (23/1).

Ia melanjutkan, terkait penyelamatan Danau Toba, PGI sudah menyurati Presiden, Gubsu dan Bupati. Dalam praktik industri yang merusak Danau Toba itu, pihak yang diuntungkan adalah pengusaha, sementara masyarakat sangat dirugikan.

“Dalam pembukaan UUD 1945, Negara diperintahkan dan ditugaskan untuk melindungi dan mensejahterakan masyarakat. Perintah itu harus dijalankan pemerintah. Kita semua tahu, lebih mudah menebang daripada menanam. Untuk itu, jangan diberikan izin penebangan kalau belum mampu melakukan gerakan penanaman,” tegasnya.

Selain menyorot soal lingkungan hidup, PGI juga menyorot peran serta PGI dalam mengatasi sejumlah permasalahan sosial, kemanusiaan, agraria bahkan kebebasan beragama di Indonesia.

Untuk Sumut, selain masalah perempuan dan anak, hubungan antar umat beragama, advokasi pengungsi Rohingya dan Sinabung, PGI juga mengangkat masalah lingkungan hidup dan agraria serta advokasi kebebasan beragama.

“Cenderung terlihat munculnya kekuatan anti kebebasan beragama yang sudah cukup lama dibiarkan negara. Dalam hal ini, PGI mendorong pemerintah untuk memberikan dan menjamin hak warga negara, khususnya dalam kebebasan beribadah menurut agama yang dianut, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” kata Gomar.

“PGI tidak memiliki alat pemaksa seperti TNI/Polri dan kejaksaan, sehingga hanya bisa menunggu kebijakan pemerintah. Selama ini pemerintah selalu mengaku akan menangani masalah itu tanpa bukti nyata. Termasuk pemerintah saat ini, yang belum melihat masalah kebebasan beragama sebagai prioritas. Nampaknya, Jokowi lebih sering memprioritaskan pembangunan dan ekonomi,” tambahnya. (Gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/