29.2 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Senyawa Fosfor Ancam Biota Danau Toba

Foto: Net Keramba ikan jaring apung di Danau Toba. Padatnya jumlah keramba di danau kebanggaan warga Sumut ini akan dikaji ulang.
Foto: Net
Keramba ikan jaring apung di Danau Toba. Padatnya jumlah keramba di danau kebanggaan warga Sumut ini akan dikaji ulang.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara (BLH Sumut) memprediksi jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba pada 2015 mencapai 10 ribu unit. Apabila KJA dibiarkan tanpa evaluasi, dampaknya kandungan senyawa fosfor di Danau Toba akan terus bertambah.

Demikian disampaikan Kepala BLH Sumut, Wan Hidayati saat ditemui di kantornya, Kamis (14/1). Dia menyebutkan, pada tahun 2012 ada sebanyak 8.428 unit keramba milik masyarakat yang tersebar di sembilan lokasi. Untuk penggunaan pakan budidaya ikan di danau itu sebanyak 1,5 ton setiap 1 ton ikan yang dihasilkan.

Hidayati menyebutkan, khusus untuk PT Aquafarm Nusantara, ada sebanyak 484 unit keramba mereka yang tersebar di lima titik dan penggunaan pakan 1,9 ton untuk setiap 1 ton ikan yang dihasilkan.

“Kemungkinan besar saat ini jumlah KJA meningkat hingga mencapai 10 ribu lebih pada 2015,” katanya. “Sebenarnya kami sudah menyurati pemerintah kabupaten di kawasan Danau Toba, April 2015. Jadi sudah ada larangan agar tidak lagi ada keramba baru. Sedangkan yang lama, akan dilakukan penataan,” tambahnya.

Dia menyebutkan, bertambahnya jumlah keramba, secara otomatis menambah banyak kandungan fosfor yang berasal dari pakan ikan. Bila tahun 2012 dengan 8.428 unitkeramba saja sudah telah melebihi ambang batas kewajaran, apalagi saat ini jumlah KJA terus bertambah.

“Pada dasarnya, senyawa Fosfor merupakan salah satu komponen penting bagi pertumbuhan tanaman dan hewan. Phosphor dalam bentuk dasar sangat beracun dan dapat terakumulasi dalam mahluk hidup. Phosphat (PO4) dibentuk dari elemen phosphor. Phosphat sesungguhnya tidak beracun terhadap manusia maupun hewan, kecuali dengan konsentrasi yang sangat tinggi,” katanya.

Lebih lanjut, Hidayati menyampaikan, dari data tersebut, terhitung jika beban pencemar dari sumber-sumber teridentifikasi, diketahui budidaya perikanan menyumbangkan pencemar T-P (fosfor) sebesar 68,7 persen. Sementara sisanya dari sektor lain sebesar 31,3 persen. Dengan begitu, Danau Toba tidak memiliki daya dukung lagi terhadap budidaya perikanan. “Ini ibarat sebuah kapal berkapasitas 100 orang, tapi tetap dinaikkan melebihi kapasitas daya tampungnya. Tentunya membahayakan,” katanya.

Jika kandungan pakan ternak ikan di Danau Toba menimbulkan senyawa organik. Akibatnya pertumbuhan tumbuhan endemik seperti rumput dan enceng gondok meningkat. Pertumbuhan yang berlebihan ini akan mengurangi kadar oksigen yang ada di dalam air. Sementara di dalamnya, keberadaan biota yang menjaga kualitas air, membutuhkan banyak kadar oksigen atau disebut biological ocsigen demand (BOD).

“Ini disebut eutrofikas atau pengayaan organik yang pernah mengakibatkan blooming (ledakan) ganggang. Kalau BOD rendah, maka oksigen sedikit karena tertutup tumbuhan. Sehingga biota air akan mati dan menimbulkan bau dan jadi lendir,” terangnya.

Menurutnya, kebijakan penataan sesuai daya tampung, merupakan instrumen yang tepat untuk menjaga kualitas air Danau Toba dari pencemaran yang melebihi ambang batas. Selain itu, pihaknya akan melakukan kembali kajian dan analisis terhadap tingkat pencemaran pada tahun ini. “Kita akan lakukan kajian dan analisis (kembali) pada tahun ini. Tetapi saya yakin, pemerintah akan menselaraskan itu semua,” katanya.

Foto: Net Keramba ikan jaring apung di Danau Toba. Padatnya jumlah keramba di danau kebanggaan warga Sumut ini akan dikaji ulang.
Foto: Net
Keramba ikan jaring apung di Danau Toba. Padatnya jumlah keramba di danau kebanggaan warga Sumut ini akan dikaji ulang.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara (BLH Sumut) memprediksi jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba pada 2015 mencapai 10 ribu unit. Apabila KJA dibiarkan tanpa evaluasi, dampaknya kandungan senyawa fosfor di Danau Toba akan terus bertambah.

Demikian disampaikan Kepala BLH Sumut, Wan Hidayati saat ditemui di kantornya, Kamis (14/1). Dia menyebutkan, pada tahun 2012 ada sebanyak 8.428 unit keramba milik masyarakat yang tersebar di sembilan lokasi. Untuk penggunaan pakan budidaya ikan di danau itu sebanyak 1,5 ton setiap 1 ton ikan yang dihasilkan.

Hidayati menyebutkan, khusus untuk PT Aquafarm Nusantara, ada sebanyak 484 unit keramba mereka yang tersebar di lima titik dan penggunaan pakan 1,9 ton untuk setiap 1 ton ikan yang dihasilkan.

“Kemungkinan besar saat ini jumlah KJA meningkat hingga mencapai 10 ribu lebih pada 2015,” katanya. “Sebenarnya kami sudah menyurati pemerintah kabupaten di kawasan Danau Toba, April 2015. Jadi sudah ada larangan agar tidak lagi ada keramba baru. Sedangkan yang lama, akan dilakukan penataan,” tambahnya.

Dia menyebutkan, bertambahnya jumlah keramba, secara otomatis menambah banyak kandungan fosfor yang berasal dari pakan ikan. Bila tahun 2012 dengan 8.428 unitkeramba saja sudah telah melebihi ambang batas kewajaran, apalagi saat ini jumlah KJA terus bertambah.

“Pada dasarnya, senyawa Fosfor merupakan salah satu komponen penting bagi pertumbuhan tanaman dan hewan. Phosphor dalam bentuk dasar sangat beracun dan dapat terakumulasi dalam mahluk hidup. Phosphat (PO4) dibentuk dari elemen phosphor. Phosphat sesungguhnya tidak beracun terhadap manusia maupun hewan, kecuali dengan konsentrasi yang sangat tinggi,” katanya.

Lebih lanjut, Hidayati menyampaikan, dari data tersebut, terhitung jika beban pencemar dari sumber-sumber teridentifikasi, diketahui budidaya perikanan menyumbangkan pencemar T-P (fosfor) sebesar 68,7 persen. Sementara sisanya dari sektor lain sebesar 31,3 persen. Dengan begitu, Danau Toba tidak memiliki daya dukung lagi terhadap budidaya perikanan. “Ini ibarat sebuah kapal berkapasitas 100 orang, tapi tetap dinaikkan melebihi kapasitas daya tampungnya. Tentunya membahayakan,” katanya.

Jika kandungan pakan ternak ikan di Danau Toba menimbulkan senyawa organik. Akibatnya pertumbuhan tumbuhan endemik seperti rumput dan enceng gondok meningkat. Pertumbuhan yang berlebihan ini akan mengurangi kadar oksigen yang ada di dalam air. Sementara di dalamnya, keberadaan biota yang menjaga kualitas air, membutuhkan banyak kadar oksigen atau disebut biological ocsigen demand (BOD).

“Ini disebut eutrofikas atau pengayaan organik yang pernah mengakibatkan blooming (ledakan) ganggang. Kalau BOD rendah, maka oksigen sedikit karena tertutup tumbuhan. Sehingga biota air akan mati dan menimbulkan bau dan jadi lendir,” terangnya.

Menurutnya, kebijakan penataan sesuai daya tampung, merupakan instrumen yang tepat untuk menjaga kualitas air Danau Toba dari pencemaran yang melebihi ambang batas. Selain itu, pihaknya akan melakukan kembali kajian dan analisis terhadap tingkat pencemaran pada tahun ini. “Kita akan lakukan kajian dan analisis (kembali) pada tahun ini. Tetapi saya yakin, pemerintah akan menselaraskan itu semua,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/