31.7 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Sekeluarga Dibunuh karena Utang Rp20 Juta

Anak Sulung Dibuang di Tempat Sampah

RANTAU-Terjawab sudah teka-teki pelaku pembunuhan keluarga Supriadi (45). Kamis (23/6) dini hari sekitar pukul 02.30 WIB, polisi menciduk Suwandi alias Andi (42) dari Desa Tubiran, Kecamatan Merbau, Labura. Penasihat spiritual keluarga Supriadi ini lantas menunjukkan jenazah Juni Ananda Azhari, putra sulung korban, yang dibuangnya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pulo Padang, 3 kilometer dari rumah korban.

Dari penelusuran METRO ASAHAN (grup Sumut Pos), pembunuhan sadis yang dilakukan tukang pijat keliling ini dilatarbelakangi persoalan utang piutang. Diketahui, sebulan sebelum kejadian, Suwandi meminjam Rp20 juta dari Supriadi. Informasi ini sesuai keterangan sejumlah jiran korban, dan pernyataan Kapolres Labuhanbatu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan.

“Jadi, antara korban dan tersangka ada persoalan utang piutang. Tersangka memiliki utang kepada korban sebesar Rp20 juta, yang harusnya jatuh tempo Rabu kemarin,” kata Hirbak saat pemaparan di hadapan puluhan wartawan dan ratusan warga di Mapolres Labuhanbatu, kemarin petang.

Persoalan utang piutang itu pula yang kemudian membuat tersangka kalap, dan nekat menghabisi keluarga Supriadi. Saat itu Supriadi menghubungi Suwandi untuk keperluan memijat, pukul 21.30 WIB, Selasa (21/6). Suwandi diminta datang ke kediamannya di Lingkungan Simpang Nangka, Kelurahan Pulo Padang, Rantau Utara.

Sebelum memijat, Wagiyem (40), istri Supriadi diminta memasak bubur sumsum putih, yang konon dijadikan obat menghilangkan rasa lelah. Setelah masak, bubur itu dimantrai Suwandi, dan diserahkan kepada Supriadi.

Usai menyantap bubur, keduanya lantas berbincang-bincang hingga pukul 01.00 WIB. Dalam perbincangan itu, Supriadi meminta Suwandi segera melunasi pinjamannya Rp20 juta, karena akan digunakan untuk biaya pengiriman M Ridwan, anak kedua korban, yang rencananya melanjutkan pendidikan di SMK Taruna, di Padang Sumatera Barat.
Karena belum memiliki uang, Suwandi meminta diberi tambahan waktu. Entah karena sangat membutuhkan uang itu, dengan nada tinggi, Supriadi meminta Suwandi mengembalikan uangnya, pada 22 Juni, sesuai waktu jatuh tempo. Bahkan, M Ridwan, putra kedua korban, juga dengan nada tinggi meminta tersangka mengembalikan uang ayahnya. Lagi-lagi, tersangka meminta diberi keringanan.

Sejurus kemudian, Supriadi yang merasa belum ada perubahan berarti pada tubuhnya usai dipijat dan memakan bubur sumsum yang sudah dimantrai, kembali mengutarakan keluhannya. Tersangka lantas bertanya kepada Wagiyem apakah masih ada sisa bubur yang belum dimakan, yang kemudian dijawab oleh Wagiyem dengan mengatakan masih banyak bubur tersisa di periuk, di dapur.

Suwandi bergerak dari ruang tamu menuju dapur, dan mengambil beberapa sendok bubur, lantas menaruhnya di piring. Saat itu, tak sengaja, tersangka melihat beberapa bungkus racun tikus merk timex di dinding luar kamar mandi. Saat itulah, muncul pikiran jahat Suwandi untuk menghabisi nyawa keluarga teman dekatnya itu. Diam-diam, dia mencampurkan racun tikus ke bubur. Biji wijen yang bentuknya mirip timex, lantas ditaburkannya pula, dengan tujuan menghilangkan kecurigaan Supriadi dan keluarganya.

Suwandi lantas meminta semua pintu dan jendela ditutup. Dia juga meminta Supriadi dan Wagiyem, berikut 3 anaknya berkumpul di ruang tamu. Usai membacakan mantera, Suwandi menyuapi kelima korban dengan bubur sumsum yang telah bercampur racun tikus. Usai menyuapi para korban, Suwandi kembali mengajak mereka berbincang-bincang, sambil menikmati hidangan berupa martabak, mi goreng, teh manis, dan 2 gelas susu, yang sebelumnya disajikan Wagiyem.

Berselang satu jam, racun mulai bekerja. Kondisi tubuh Supriadi sekeluarga mulai melemah. Melihat korbannya sudah tak berdaya, Suwandi langsung melancarkan aksi biadabnya.

Pertama, dia menghabisi nyawa Supriadi, yang kala itu sedang berjalan ke dapur, dengan sebatang kayu bakar jenis rambung, yang terletak di dapur. Setelah memukul tengkuk Supriadi berulang kali, leher toke getah itu dijeratnya dengan tali timba sumur, yang berada di dalam ruangan dapur, persis di depan kamar mandi.

Setelah Supriadi tak bernyawa, Suwandi menghampiri Wagiyem, yang berbaring di ruang tamu. Dengan seutas tali nilon berwarna hijau tua, leher Wagiyem dijeratnya, hingga ibu 3 anak itu tewas. Setelah meregang nyawa, jasad Wagiyem diseret ke dapur, dan diletakkan berdampingan dengan tubuh Supriadi.

Usai mencopot tali yang dipakainya menghabisi nyawa Wagiyem, Suwandi membawa tali itu ke ruang depan, sambil memanggil-manggil M Ridwan yang sempoyongan. M Ridwan lantas disuruhnya duduk di sebuah kursi plastik dan lehernya dijeratkan ke leher M Ridwan, dan diikatkan ke sandaran kursi, hingga M Ridwan meregang nyawa.
Suwandi makin beringas. Dia lantas mengangkat Ari, anak bungsu korban yang tertidur di ruang depan, dan membawanya ke dapur, sambil tangannya mencekik leher bocah berusia 8 tahun itu. Jenazahnya, kemudian diletakkan di samping tubuh ayahnya.

Sebelum membunuh Junia Ananda Azhari, putra sulung korban, Suwandi yang mulai dilanda ketakutan kembali ke dapur, dengan maksud memindahkan jenazah para korban. Tubuh Supriadi yang masih terjerat tali timba, dibuangnya ke sumur, bersama Ari. Sedangkan M Ridwan dan Wagiyem ibunya, dibiarkan begitu saja.
Untuk menyudahi aksinya, tersangka bergerak memasuki kamar tidur Junia, yang berada di sisi kanan rumah. Namun, dia mendapati kamar sudah kosong. Tak mau aksinya tidak tuntas, berbekal sebilah keris kecil yang didapatnya dari atas lemari hias di ruang keluarga, dan sebatang kayu alu, Suwandi mengejar Junia dengan mengendarai sepedamotor Honda Megapro BK 2033 LYA.

Beberapa puluh meter dari rumah korban, Suwandi bertemu Junia yang berjalan sempoyongan. Dia lantas menghentikan laju kendarannya, dan meminta Junia naik ke boncengan dan Junia manut.

Suwandi lantas membawa ABG yang dikenal jago sistem komputer jaringan itu ke areal perkebunan sawit di TPA yang berjarak sekitar 3 km dari lokasi kejadian awal. Dengan dalih hendak mengobati, dia meminta Junia membasuh wajahnya, dengan air yang tergenang di tanah. Saat Junia membungkuk membasuh wajahnya, Suwandi mengeluarkan alu dari balik bajunya, lantas menghantamkannya sebanyak 3 kali ke kepala belakang korban. Namun, karena korban tak kunjung meregang nyawa, Suwandi menghunjamkan keris mini itu ke ulu hati korban hingga Junia tewas.

Suwandi pun menyeret tubuh korban, dan mencampakkanya ke parit bekoan, yang menjadi batas antara perkebunan sawit warga dengan TPA. Adapun keris, dan alu dibuangnya ke semak-semak, dan lantas berambus pergi meninggalkan lokasi, kembali ke kediamannya, di Desa Tubiran, Kecamatan Merbau, Labura.

Keterangan Kapolres Labuhanbatu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan kembali ditegaskan Kepala Bidang (Kabid) Humas Poldasu AKBP Drs Raden Heru Prakoso. Kaid Humas memuji kerja cepat yang dilakukan aparat di Polres Labuhan Batu. “Keberhasilan Polres Labuhan Batu yang hanya beberapa jam saja bisa langsung menangkap pelakunya,” ungkap Raden Heru Prakoso, di Mapoldasu, kemarin.

Siwandi Tak Menyesal

Membantai 5 orang di dalam satu keluarga tidak membuat Suwandi menyesal. Perbuatan keji itu, diakuinya hanya sebagai bentuk kekhilafan.

Dalam wawancara singkat dengan METRO ASAHAN di ruang penyidik unit IV Jahtanras Satreksrim Polres Labuhanbatu, Suwandi mengaku niat menghabisi keluarga Supriadi muncul dipicu kekesalan karena dipaksa mengembalikan utang. Cara Supriadi menyampaikan hal itu, dengan nada yang sedikit tinggi, katanya, membuat dirinya merasa tersinggung.

“Aku sudah minta tolong dikasi tenggang waktu untuk membayar, dia maksa bayar tepat waktu. Alasannya, mau untuk biaya anaknya. Yang membuat aku makin kesal, anaknya pun ikut-ikutan ngomong keras,” katanya.
Meski demikian, niat jahatnya baru muncul setelah melihat racun tikus merk timex, di dinding kamar mandi. “Pas lihat timex, langsung ku campur ke bubur, dan kutambahi wijen. Bubur itu kubaca doa-doa, dan mereka kusuapi semua. Targetnya memang, setelah racun bereaksi, mereka aku cekik satu-satu,” ujarnya.

Meski merapalkan mantera, Suwandi  membantah disebut dukun. “Ngga, aku bukan dukun. Aku cuma tukang pijat, tapi bisa baca doa-doa,” katanya.

Ketika sekali lagi ditanya perasaannya saat menghabisi nyawa Supriadi dan keluarganya, suami dari  Rubini dan ayah 4 anak ini hanya mengaku khilaf. “Aku khilaf, aku khilaf,” ujarnya sambil menunddukkan kepala.

Sedangkan saat ditanya apakah tidak takut dengan hukuman yang bakal dijalaninya sebagai konsekwensi perbuatannya itu, Suwandi tak mau lagi berbicara. Dia hanya menunduk, sambil sesekali menatap langit-langit ruang Jahtanras Mapolres Labuhanbatu. (ing/riz/smg/ari/mag-7)

Anak Sulung Dibuang di Tempat Sampah

RANTAU-Terjawab sudah teka-teki pelaku pembunuhan keluarga Supriadi (45). Kamis (23/6) dini hari sekitar pukul 02.30 WIB, polisi menciduk Suwandi alias Andi (42) dari Desa Tubiran, Kecamatan Merbau, Labura. Penasihat spiritual keluarga Supriadi ini lantas menunjukkan jenazah Juni Ananda Azhari, putra sulung korban, yang dibuangnya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pulo Padang, 3 kilometer dari rumah korban.

Dari penelusuran METRO ASAHAN (grup Sumut Pos), pembunuhan sadis yang dilakukan tukang pijat keliling ini dilatarbelakangi persoalan utang piutang. Diketahui, sebulan sebelum kejadian, Suwandi meminjam Rp20 juta dari Supriadi. Informasi ini sesuai keterangan sejumlah jiran korban, dan pernyataan Kapolres Labuhanbatu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan.

“Jadi, antara korban dan tersangka ada persoalan utang piutang. Tersangka memiliki utang kepada korban sebesar Rp20 juta, yang harusnya jatuh tempo Rabu kemarin,” kata Hirbak saat pemaparan di hadapan puluhan wartawan dan ratusan warga di Mapolres Labuhanbatu, kemarin petang.

Persoalan utang piutang itu pula yang kemudian membuat tersangka kalap, dan nekat menghabisi keluarga Supriadi. Saat itu Supriadi menghubungi Suwandi untuk keperluan memijat, pukul 21.30 WIB, Selasa (21/6). Suwandi diminta datang ke kediamannya di Lingkungan Simpang Nangka, Kelurahan Pulo Padang, Rantau Utara.

Sebelum memijat, Wagiyem (40), istri Supriadi diminta memasak bubur sumsum putih, yang konon dijadikan obat menghilangkan rasa lelah. Setelah masak, bubur itu dimantrai Suwandi, dan diserahkan kepada Supriadi.

Usai menyantap bubur, keduanya lantas berbincang-bincang hingga pukul 01.00 WIB. Dalam perbincangan itu, Supriadi meminta Suwandi segera melunasi pinjamannya Rp20 juta, karena akan digunakan untuk biaya pengiriman M Ridwan, anak kedua korban, yang rencananya melanjutkan pendidikan di SMK Taruna, di Padang Sumatera Barat.
Karena belum memiliki uang, Suwandi meminta diberi tambahan waktu. Entah karena sangat membutuhkan uang itu, dengan nada tinggi, Supriadi meminta Suwandi mengembalikan uangnya, pada 22 Juni, sesuai waktu jatuh tempo. Bahkan, M Ridwan, putra kedua korban, juga dengan nada tinggi meminta tersangka mengembalikan uang ayahnya. Lagi-lagi, tersangka meminta diberi keringanan.

Sejurus kemudian, Supriadi yang merasa belum ada perubahan berarti pada tubuhnya usai dipijat dan memakan bubur sumsum yang sudah dimantrai, kembali mengutarakan keluhannya. Tersangka lantas bertanya kepada Wagiyem apakah masih ada sisa bubur yang belum dimakan, yang kemudian dijawab oleh Wagiyem dengan mengatakan masih banyak bubur tersisa di periuk, di dapur.

Suwandi bergerak dari ruang tamu menuju dapur, dan mengambil beberapa sendok bubur, lantas menaruhnya di piring. Saat itu, tak sengaja, tersangka melihat beberapa bungkus racun tikus merk timex di dinding luar kamar mandi. Saat itulah, muncul pikiran jahat Suwandi untuk menghabisi nyawa keluarga teman dekatnya itu. Diam-diam, dia mencampurkan racun tikus ke bubur. Biji wijen yang bentuknya mirip timex, lantas ditaburkannya pula, dengan tujuan menghilangkan kecurigaan Supriadi dan keluarganya.

Suwandi lantas meminta semua pintu dan jendela ditutup. Dia juga meminta Supriadi dan Wagiyem, berikut 3 anaknya berkumpul di ruang tamu. Usai membacakan mantera, Suwandi menyuapi kelima korban dengan bubur sumsum yang telah bercampur racun tikus. Usai menyuapi para korban, Suwandi kembali mengajak mereka berbincang-bincang, sambil menikmati hidangan berupa martabak, mi goreng, teh manis, dan 2 gelas susu, yang sebelumnya disajikan Wagiyem.

Berselang satu jam, racun mulai bekerja. Kondisi tubuh Supriadi sekeluarga mulai melemah. Melihat korbannya sudah tak berdaya, Suwandi langsung melancarkan aksi biadabnya.

Pertama, dia menghabisi nyawa Supriadi, yang kala itu sedang berjalan ke dapur, dengan sebatang kayu bakar jenis rambung, yang terletak di dapur. Setelah memukul tengkuk Supriadi berulang kali, leher toke getah itu dijeratnya dengan tali timba sumur, yang berada di dalam ruangan dapur, persis di depan kamar mandi.

Setelah Supriadi tak bernyawa, Suwandi menghampiri Wagiyem, yang berbaring di ruang tamu. Dengan seutas tali nilon berwarna hijau tua, leher Wagiyem dijeratnya, hingga ibu 3 anak itu tewas. Setelah meregang nyawa, jasad Wagiyem diseret ke dapur, dan diletakkan berdampingan dengan tubuh Supriadi.

Usai mencopot tali yang dipakainya menghabisi nyawa Wagiyem, Suwandi membawa tali itu ke ruang depan, sambil memanggil-manggil M Ridwan yang sempoyongan. M Ridwan lantas disuruhnya duduk di sebuah kursi plastik dan lehernya dijeratkan ke leher M Ridwan, dan diikatkan ke sandaran kursi, hingga M Ridwan meregang nyawa.
Suwandi makin beringas. Dia lantas mengangkat Ari, anak bungsu korban yang tertidur di ruang depan, dan membawanya ke dapur, sambil tangannya mencekik leher bocah berusia 8 tahun itu. Jenazahnya, kemudian diletakkan di samping tubuh ayahnya.

Sebelum membunuh Junia Ananda Azhari, putra sulung korban, Suwandi yang mulai dilanda ketakutan kembali ke dapur, dengan maksud memindahkan jenazah para korban. Tubuh Supriadi yang masih terjerat tali timba, dibuangnya ke sumur, bersama Ari. Sedangkan M Ridwan dan Wagiyem ibunya, dibiarkan begitu saja.
Untuk menyudahi aksinya, tersangka bergerak memasuki kamar tidur Junia, yang berada di sisi kanan rumah. Namun, dia mendapati kamar sudah kosong. Tak mau aksinya tidak tuntas, berbekal sebilah keris kecil yang didapatnya dari atas lemari hias di ruang keluarga, dan sebatang kayu alu, Suwandi mengejar Junia dengan mengendarai sepedamotor Honda Megapro BK 2033 LYA.

Beberapa puluh meter dari rumah korban, Suwandi bertemu Junia yang berjalan sempoyongan. Dia lantas menghentikan laju kendarannya, dan meminta Junia naik ke boncengan dan Junia manut.

Suwandi lantas membawa ABG yang dikenal jago sistem komputer jaringan itu ke areal perkebunan sawit di TPA yang berjarak sekitar 3 km dari lokasi kejadian awal. Dengan dalih hendak mengobati, dia meminta Junia membasuh wajahnya, dengan air yang tergenang di tanah. Saat Junia membungkuk membasuh wajahnya, Suwandi mengeluarkan alu dari balik bajunya, lantas menghantamkannya sebanyak 3 kali ke kepala belakang korban. Namun, karena korban tak kunjung meregang nyawa, Suwandi menghunjamkan keris mini itu ke ulu hati korban hingga Junia tewas.

Suwandi pun menyeret tubuh korban, dan mencampakkanya ke parit bekoan, yang menjadi batas antara perkebunan sawit warga dengan TPA. Adapun keris, dan alu dibuangnya ke semak-semak, dan lantas berambus pergi meninggalkan lokasi, kembali ke kediamannya, di Desa Tubiran, Kecamatan Merbau, Labura.

Keterangan Kapolres Labuhanbatu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan kembali ditegaskan Kepala Bidang (Kabid) Humas Poldasu AKBP Drs Raden Heru Prakoso. Kaid Humas memuji kerja cepat yang dilakukan aparat di Polres Labuhan Batu. “Keberhasilan Polres Labuhan Batu yang hanya beberapa jam saja bisa langsung menangkap pelakunya,” ungkap Raden Heru Prakoso, di Mapoldasu, kemarin.

Siwandi Tak Menyesal

Membantai 5 orang di dalam satu keluarga tidak membuat Suwandi menyesal. Perbuatan keji itu, diakuinya hanya sebagai bentuk kekhilafan.

Dalam wawancara singkat dengan METRO ASAHAN di ruang penyidik unit IV Jahtanras Satreksrim Polres Labuhanbatu, Suwandi mengaku niat menghabisi keluarga Supriadi muncul dipicu kekesalan karena dipaksa mengembalikan utang. Cara Supriadi menyampaikan hal itu, dengan nada yang sedikit tinggi, katanya, membuat dirinya merasa tersinggung.

“Aku sudah minta tolong dikasi tenggang waktu untuk membayar, dia maksa bayar tepat waktu. Alasannya, mau untuk biaya anaknya. Yang membuat aku makin kesal, anaknya pun ikut-ikutan ngomong keras,” katanya.
Meski demikian, niat jahatnya baru muncul setelah melihat racun tikus merk timex, di dinding kamar mandi. “Pas lihat timex, langsung ku campur ke bubur, dan kutambahi wijen. Bubur itu kubaca doa-doa, dan mereka kusuapi semua. Targetnya memang, setelah racun bereaksi, mereka aku cekik satu-satu,” ujarnya.

Meski merapalkan mantera, Suwandi  membantah disebut dukun. “Ngga, aku bukan dukun. Aku cuma tukang pijat, tapi bisa baca doa-doa,” katanya.

Ketika sekali lagi ditanya perasaannya saat menghabisi nyawa Supriadi dan keluarganya, suami dari  Rubini dan ayah 4 anak ini hanya mengaku khilaf. “Aku khilaf, aku khilaf,” ujarnya sambil menunddukkan kepala.

Sedangkan saat ditanya apakah tidak takut dengan hukuman yang bakal dijalaninya sebagai konsekwensi perbuatannya itu, Suwandi tak mau lagi berbicara. Dia hanya menunduk, sambil sesekali menatap langit-langit ruang Jahtanras Mapolres Labuhanbatu. (ing/riz/smg/ari/mag-7)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/