27.8 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

109 Ton Ikan di Danau Toba Mati Mendadak

MEDAN, SUMUTPOS.CO –  Kematian ikan secara massal kembali terjadi di keramba jaring apung (KJA) Danau Toba, di Desa Siogung-ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, sejak Rabu (21/10). Diperkirakan, sedikitnya 109 ton ikan yang mati. Dugaan sementara, kematian ikan-ikan itu disebabkan faktor cuaca dan jumlah yang melebihi kapasitas KJA sehingga ikan-ikan itu diduga kekurangan oksigen.

IKAN MATI: Petani ikan nila di Desa Siogung-ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, menyaksikan ikannya yang mati di keramba jaring apung (KJA). Sedikitnya 109 ton ikan di 38 KJA mati diduga karena kekurangan oksigen.
IKAN MATI: Petani ikan nila di Desa Siogung-ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, menyaksikan ikannya yang mati di keramba jaring apung (KJA). Sedikitnya 109 ton ikan di 38 KJA mati diduga karena kekurangan oksigen.

Informasi dari Kepala Dinas Perikanan dan Pertaniann Kabupaten Samosir, Viktor Sitinjak, sebanyak 38 petani ikan keramba jaring apung (KJA) Danau Toba di Kelurahan Siogung-ogung dan Desa Tanjung Bunga, menderita kerugian ratusan juta akibat usaha mereka diterpa musibah ikan mati mendadak. Padahal, saat ini sudah masuk dalam proses panen. “Dari KJA yang ikanya mati berjumlah 38 KJA, dan data sementara ada 109 ton ikan yang mati,” kata Vicktor Sitinjak kepada wartawan di Medan, Jumat (23/10).

Viktor menjelaskan, lokasi KJA yang mati kebanyakan di Desa Siogung-ogung. Pihaknya saat ini tengah mengupayakan lokasi penguburan bangkai ikan di Huta Tinggi. Diapun mengaku akan melakukan pemeriksaan dengan mengambil sempel ikan mati untuk diuji labotorium guna mengetahui persis penyebab kematian ikan-ikan itu.

“Dugaan kita sementara karena airnya terlalu dangkal, jadi kemarin ada angin kencang, mengakibatkan air berputar ke bawah, naiklah kotoran yang di bawah keramba, sehingga ikan yang dikeramba jadi tidak bisa bernafas, karena oksigenya kurang. Jadi bukan karena tercemar penyakit atau apa. Bukan, karena memang airnya berputar, naik sendiri ke atas sehingga, ikan tidak bisa bernafas,” bebernya.

Viktor mengimbau para petani ikan, untuk mencegah hal serupa terjadi kembali. Disarankan agar KJA yang lokasinya rendah dipindah ke yang lebih dalam. “Jadi kalaupun berputar di bawa tidak sampai ke atas. Di bawah saja,” tandas Viktor.

Sebelumnya, Pjs Bupati Samosir, Lasro Marbun, mengatakan, ikan-ikan di keramba apung itu mulai mati mendadak pada Rabu (21/10). Lasro mengatakan Pemkab bakal menyelidiki penyebab pasti matinya ikan-ikan tersebut. “Perintah saya kepada Dinas Pertanian, BPBD, Satpol PP, Camat dan Kades untuk mengangkat bangkai ikan yang mati agar tidak berdampak pada lingkungan hidup. Mereka sudah melaksanakan,” ucapnya.

Sementara, seorang petani ikan KJA Niolando Naibaho mengatakan, pihaknya mengalami kerugian besar. “Saya mengalami kerugian sekitar Rp80 juta. Masih ada tetangga saya menderita lebih parah, ikan dia mencapai 12 ton mati,” ungkapnya.

Ia berharap, atas kejadian ini mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah. “Informasi yang kita terima dari dinas pertanian, kalau air Danau Toba kotor, jadi ikan kurang mendapatkan oksigen,” katanya.

Niolando menyebutkan, Dinas Pertanian dan Perikanan Samosir sudah turun ke lokasi KJA yang ikan bermatian untuk melakukan peninjauan dan pengambilan sempel ikan yang mati. “Kemarin sudah datang dari Dinas Pertanian, sudah dicek orang itu. Temuan sementara matinya ratusan ton ikan itu akibat putaran angin dibawah danau sehingga air keruh naik keatas sehingga oksigen kurang dan ikan susah bernafas,” tandas Niolando.

Gubsu Kirim Ahli

Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi belum mengetahui secara detail mengenai matinya ratusan ekor ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) milik masyarakat secara mendadak, di Danau Toba, Kabupaten Samosir. Menurutnya, saat ini tim tengah melakukan pengecekan terhadap kematian ratusan ekor ikan tersebut. “Sedang di cek dan dikaji, kenapa bisa mati ikan itu,” kata Edy, usai melaksanakan salat di Rumah Dinas, Jalan Sudirman, Kota Medan, Jumat (23/10).

Edy sendiri saat ini belum dapat menjawab secara detail, lantaran tim belum menemukan hasil terkait dengan kematian ikan di KJA ini. Bila belum menemukan hasil, dirinya takut akan menjadi polemik. “Saya belum bisa jawab terlalu jauh, harus ada kepastian mengenai perihal ini, nanti kalau saya jawab nanti menjadi polemik,” ucapnya.

Sementara menurut ahli perikanan dari Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP) Fakultas Pertanian USU, Syammaun Usman, peristiwa matinya ikan di Danau Toba hampir setiap tahun terjadi. Peristiwa ini juga pernah terjadi di beberapa danau alami lainnya di Indonesia.

Syammaun mengatakan, peristiwa ini terjadi akibat adanya penurunan kadar oksigen di musim hujan yang umum terjadi di wilayah perairan, khususnya danau alami seperti Danau Toba.

“Jadi sudah merupakan hal yang wajar. Penyebabnya adalah di musim hujan atau musim dingin terjadi penurunan oksigen kadar oksigen di danau alami,” ujar Syammaun.

Lebih lanjut Syammaun menjelaskan, pada musim dingin, suhu yang meningkat di siang hari dan menurun sangat drastis di malam hari menjadikan kotoran dari dasar Danau naik ke permukaan.

Hal ini menjadikan ikan tidak bisa bernafas karena kekurangan oksigen. “Karena pada siang hari suhu itu meningkat, dan pada malam hari hingga pagi hari itu menurun kalau di Danau Toba itu bisa sampai 20 derajat celcius suhunya. Nah ini menjadikan kotoran dari dasar Danau itu naik ke permukaan,” terangnya.

Peristiwa ini, jelas Syammaun dapat dikatakan sebagai Tsunami di perairan. Sama halnya dengan Tsunami di daratan, maka peristiwa ini juga menyebabkan kematian ikan. “Ini dapat dikatakan Tsunami di perairan. Air nya itu adalah air yang mematikan karena mengandung amoniak dan tidak ada oksigen nya,” ungkapnya.

Peristiwa pembalikan massa air ini, dalam dunia perikanan disebut sebagai upwelling. Syammaun menuturkan, upwelling merupakan fenomena di mana air lebih dingin dan bermassa lebih besar yang naik ke permukaan.

Dosen yang juga merupakan Ketua Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan Dian Aquatik Medan ini mengatakan, seharusnya para petani di Danau Toba sudah memahami peristiwa ini. “Petani KJA di Danau Toba seharusnya sudah belajar mengenai hal ini dari tahun ke tahun. Karena upwelling ini bukan merupakan hal yang asing, ini alami terjadi yang merupakan fenomena alam,” katanya.

Ia menganjurkan petani Danau Toba untuk mempercepat panen jika telah memasuki musim hujan dan mengurangi volume ikan yang terdapat di KJA. “Sarannya adalah petani Danau Toba harus mulai waspada jika musim hujan datang dengan mengurangi jumlah ikan dalam satu keramba. Dan juga mempercepat panen jika masuk musim dingin atau musim hujan seperti ini. Karena ada kebiasaan petani itu menunggu dulu hingga besar ikan itu baru dipanen. Padahal jika upwelling sudah terjadi justru mati itu ikan semua,” pungkasnya. (gus/bbs)

MEDAN, SUMUTPOS.CO –  Kematian ikan secara massal kembali terjadi di keramba jaring apung (KJA) Danau Toba, di Desa Siogung-ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, sejak Rabu (21/10). Diperkirakan, sedikitnya 109 ton ikan yang mati. Dugaan sementara, kematian ikan-ikan itu disebabkan faktor cuaca dan jumlah yang melebihi kapasitas KJA sehingga ikan-ikan itu diduga kekurangan oksigen.

IKAN MATI: Petani ikan nila di Desa Siogung-ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, menyaksikan ikannya yang mati di keramba jaring apung (KJA). Sedikitnya 109 ton ikan di 38 KJA mati diduga karena kekurangan oksigen.
IKAN MATI: Petani ikan nila di Desa Siogung-ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, menyaksikan ikannya yang mati di keramba jaring apung (KJA). Sedikitnya 109 ton ikan di 38 KJA mati diduga karena kekurangan oksigen.

Informasi dari Kepala Dinas Perikanan dan Pertaniann Kabupaten Samosir, Viktor Sitinjak, sebanyak 38 petani ikan keramba jaring apung (KJA) Danau Toba di Kelurahan Siogung-ogung dan Desa Tanjung Bunga, menderita kerugian ratusan juta akibat usaha mereka diterpa musibah ikan mati mendadak. Padahal, saat ini sudah masuk dalam proses panen. “Dari KJA yang ikanya mati berjumlah 38 KJA, dan data sementara ada 109 ton ikan yang mati,” kata Vicktor Sitinjak kepada wartawan di Medan, Jumat (23/10).

Viktor menjelaskan, lokasi KJA yang mati kebanyakan di Desa Siogung-ogung. Pihaknya saat ini tengah mengupayakan lokasi penguburan bangkai ikan di Huta Tinggi. Diapun mengaku akan melakukan pemeriksaan dengan mengambil sempel ikan mati untuk diuji labotorium guna mengetahui persis penyebab kematian ikan-ikan itu.

“Dugaan kita sementara karena airnya terlalu dangkal, jadi kemarin ada angin kencang, mengakibatkan air berputar ke bawah, naiklah kotoran yang di bawah keramba, sehingga ikan yang dikeramba jadi tidak bisa bernafas, karena oksigenya kurang. Jadi bukan karena tercemar penyakit atau apa. Bukan, karena memang airnya berputar, naik sendiri ke atas sehingga, ikan tidak bisa bernafas,” bebernya.

Viktor mengimbau para petani ikan, untuk mencegah hal serupa terjadi kembali. Disarankan agar KJA yang lokasinya rendah dipindah ke yang lebih dalam. “Jadi kalaupun berputar di bawa tidak sampai ke atas. Di bawah saja,” tandas Viktor.

Sebelumnya, Pjs Bupati Samosir, Lasro Marbun, mengatakan, ikan-ikan di keramba apung itu mulai mati mendadak pada Rabu (21/10). Lasro mengatakan Pemkab bakal menyelidiki penyebab pasti matinya ikan-ikan tersebut. “Perintah saya kepada Dinas Pertanian, BPBD, Satpol PP, Camat dan Kades untuk mengangkat bangkai ikan yang mati agar tidak berdampak pada lingkungan hidup. Mereka sudah melaksanakan,” ucapnya.

Sementara, seorang petani ikan KJA Niolando Naibaho mengatakan, pihaknya mengalami kerugian besar. “Saya mengalami kerugian sekitar Rp80 juta. Masih ada tetangga saya menderita lebih parah, ikan dia mencapai 12 ton mati,” ungkapnya.

Ia berharap, atas kejadian ini mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah. “Informasi yang kita terima dari dinas pertanian, kalau air Danau Toba kotor, jadi ikan kurang mendapatkan oksigen,” katanya.

Niolando menyebutkan, Dinas Pertanian dan Perikanan Samosir sudah turun ke lokasi KJA yang ikan bermatian untuk melakukan peninjauan dan pengambilan sempel ikan yang mati. “Kemarin sudah datang dari Dinas Pertanian, sudah dicek orang itu. Temuan sementara matinya ratusan ton ikan itu akibat putaran angin dibawah danau sehingga air keruh naik keatas sehingga oksigen kurang dan ikan susah bernafas,” tandas Niolando.

Gubsu Kirim Ahli

Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi belum mengetahui secara detail mengenai matinya ratusan ekor ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) milik masyarakat secara mendadak, di Danau Toba, Kabupaten Samosir. Menurutnya, saat ini tim tengah melakukan pengecekan terhadap kematian ratusan ekor ikan tersebut. “Sedang di cek dan dikaji, kenapa bisa mati ikan itu,” kata Edy, usai melaksanakan salat di Rumah Dinas, Jalan Sudirman, Kota Medan, Jumat (23/10).

Edy sendiri saat ini belum dapat menjawab secara detail, lantaran tim belum menemukan hasil terkait dengan kematian ikan di KJA ini. Bila belum menemukan hasil, dirinya takut akan menjadi polemik. “Saya belum bisa jawab terlalu jauh, harus ada kepastian mengenai perihal ini, nanti kalau saya jawab nanti menjadi polemik,” ucapnya.

Sementara menurut ahli perikanan dari Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP) Fakultas Pertanian USU, Syammaun Usman, peristiwa matinya ikan di Danau Toba hampir setiap tahun terjadi. Peristiwa ini juga pernah terjadi di beberapa danau alami lainnya di Indonesia.

Syammaun mengatakan, peristiwa ini terjadi akibat adanya penurunan kadar oksigen di musim hujan yang umum terjadi di wilayah perairan, khususnya danau alami seperti Danau Toba.

“Jadi sudah merupakan hal yang wajar. Penyebabnya adalah di musim hujan atau musim dingin terjadi penurunan oksigen kadar oksigen di danau alami,” ujar Syammaun.

Lebih lanjut Syammaun menjelaskan, pada musim dingin, suhu yang meningkat di siang hari dan menurun sangat drastis di malam hari menjadikan kotoran dari dasar Danau naik ke permukaan.

Hal ini menjadikan ikan tidak bisa bernafas karena kekurangan oksigen. “Karena pada siang hari suhu itu meningkat, dan pada malam hari hingga pagi hari itu menurun kalau di Danau Toba itu bisa sampai 20 derajat celcius suhunya. Nah ini menjadikan kotoran dari dasar Danau itu naik ke permukaan,” terangnya.

Peristiwa ini, jelas Syammaun dapat dikatakan sebagai Tsunami di perairan. Sama halnya dengan Tsunami di daratan, maka peristiwa ini juga menyebabkan kematian ikan. “Ini dapat dikatakan Tsunami di perairan. Air nya itu adalah air yang mematikan karena mengandung amoniak dan tidak ada oksigen nya,” ungkapnya.

Peristiwa pembalikan massa air ini, dalam dunia perikanan disebut sebagai upwelling. Syammaun menuturkan, upwelling merupakan fenomena di mana air lebih dingin dan bermassa lebih besar yang naik ke permukaan.

Dosen yang juga merupakan Ketua Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan Dian Aquatik Medan ini mengatakan, seharusnya para petani di Danau Toba sudah memahami peristiwa ini. “Petani KJA di Danau Toba seharusnya sudah belajar mengenai hal ini dari tahun ke tahun. Karena upwelling ini bukan merupakan hal yang asing, ini alami terjadi yang merupakan fenomena alam,” katanya.

Ia menganjurkan petani Danau Toba untuk mempercepat panen jika telah memasuki musim hujan dan mengurangi volume ikan yang terdapat di KJA. “Sarannya adalah petani Danau Toba harus mulai waspada jika musim hujan datang dengan mengurangi jumlah ikan dalam satu keramba. Dan juga mempercepat panen jika masuk musim dingin atau musim hujan seperti ini. Karena ada kebiasaan petani itu menunggu dulu hingga besar ikan itu baru dipanen. Padahal jika upwelling sudah terjadi justru mati itu ikan semua,” pungkasnya. (gus/bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/