25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Poros Koalisi di Pilgub Mulai Terprediksi

JR Saragih

SUMUTPOS.CO – Munculnya sosok Tengku Erry Nuradi-Ngogesa Sitepu yang dipasangkan Partai Golkar untuk maju di Pilgub Sumut 2018, memunculkan potensi poros kekuatan koalisi. Potensi tersebut diprediksi membuat Partai Demokrat dalam posisi dilematis, jika komunikasi politik di tingkat pusat berjalan kurang baik. Bahkan, partai berlambang mercy ini diprediksi akan sulit membentuk poros baru untuk mengusung ketua DPD Demokrat Sumut, JR Saragih.

Pengamat politik nBASIS Dr Shohibul Ansor Siregar mengatakan, peluang Partai Demokrat di Pilgub Sumut 2018 kemungkinan besar akan dipengaruhi langkah dan kebijakan politik pimpinan partai di tingkat pusat sebagai pengambil keputusan. Sementara jika mengacu pada poros koalisi Nasional, maka partai ini juga mau tidak mau harus memilih dua koalisi besar yang kemungkinan akan muncul.

“Kemauan Partai Demokrat untuk berkoalisi adalah sebuah keniscayaan, bagaimana mereka berdiplomasi dengan partai lain. Tentu sikap partai ini polanya adalah ingin menemani semua pihak, karena mereka bekas penguasa, jadi wajar mencari ‘tumpangan’,” ujar Shohibul kepada Sumut Pos, Kamis (24/8).

Namun menurutnya, dengan pengalaman Pilkada sebelumnya, tentu Pilgub kali ini akan sangat sulit bagi Demokrat. Apalagi di tengah konstalasi politik yang masih sering dikerucutkan kepada dua koalisi besar pasca pertarungan antara Jokowi dan Prabowo, posisi partai berlambang mercy ini dinilai seolah tidak ingin masuk ke dalam dua poros besar itu. Sementara untuk membangun poros baru, juga sulit.

“Perlu orang yang piawai dalam berdiplomasi. Bukan hanya di daerah, tetapi tingkat pusat. Bagaimana kita tahu, Ketua Umumnya seringkali terjebak persoalan sederhana, tetapi kurang berdiplomasi,” katanya.

Penentuan sikap politik Demokrat di tingkat pusat lanjut Shohibul, akan sangat mempengaruhi posisi dan peluang partai ini di Pilgub Sumut 2018. Sebab mau tidak mau, mereka harus realistis menentukan sikap memilih satu dari dua kemungkinan poros besar yang akan bertarung di Pilgub, bahkan juga untuk mempersiapkan kekuatan pada Pemilu 2019 mendatang.

“Kalau saya melihat, Demokrat masih mencoba memahami seperti apa potensi pertarungan nanti. Karena dia (Demokrat) juga harus hitung-hitungan untuk Pileg 2019. Meskipun untuk bisa rewind (mengembalikan kejayaan), sangat tak mungkin lagi,” sebutnya.

Dilematisnya Demokrat di Pilgub Sumut kata Shohibul, sama seperti posisi seorang JR Saragih yang mencoba membangun sosok ketokohan agar mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Apalagi pengaruh komunikasi politik partai di tingkat pusat yang kurang harmonis dengan ‘dua kubu’, membuat peluang Bupati Simalungun itu sulit untuk bisa mendapatkan perahu (koalisi dengan partai lain).

“Kalau kita lihat, seorang JR Saragih juga kurang begitu baik memulai langkahnya untuk mendapatkan dukungan. Pola ini kan cerminan bagaimana kurang piawainya partai mereka di pusat membangun komunikasi. Jadi mau tidak mau, di Sumut mereka harus memilih ikut ke poros yang ada, atau bangun poros sendiri, tetapi sulit,” katanya.

Pengamat politik lainnya, Faisal Akbar menilai, sosok Ketua DPD Partai Demokrat Sumut, JR Saragih tidak memiliki nilai jual yang tinggi. Menurutnya, tingkat pengenalan masyarakat kepada Bupati Simalungun itu juga sangat rendah. “Sepertinya basis JR Saragih hanya di Simalungun dan Siantar,” ucapnya.

JR Saragih

SUMUTPOS.CO – Munculnya sosok Tengku Erry Nuradi-Ngogesa Sitepu yang dipasangkan Partai Golkar untuk maju di Pilgub Sumut 2018, memunculkan potensi poros kekuatan koalisi. Potensi tersebut diprediksi membuat Partai Demokrat dalam posisi dilematis, jika komunikasi politik di tingkat pusat berjalan kurang baik. Bahkan, partai berlambang mercy ini diprediksi akan sulit membentuk poros baru untuk mengusung ketua DPD Demokrat Sumut, JR Saragih.

Pengamat politik nBASIS Dr Shohibul Ansor Siregar mengatakan, peluang Partai Demokrat di Pilgub Sumut 2018 kemungkinan besar akan dipengaruhi langkah dan kebijakan politik pimpinan partai di tingkat pusat sebagai pengambil keputusan. Sementara jika mengacu pada poros koalisi Nasional, maka partai ini juga mau tidak mau harus memilih dua koalisi besar yang kemungkinan akan muncul.

“Kemauan Partai Demokrat untuk berkoalisi adalah sebuah keniscayaan, bagaimana mereka berdiplomasi dengan partai lain. Tentu sikap partai ini polanya adalah ingin menemani semua pihak, karena mereka bekas penguasa, jadi wajar mencari ‘tumpangan’,” ujar Shohibul kepada Sumut Pos, Kamis (24/8).

Namun menurutnya, dengan pengalaman Pilkada sebelumnya, tentu Pilgub kali ini akan sangat sulit bagi Demokrat. Apalagi di tengah konstalasi politik yang masih sering dikerucutkan kepada dua koalisi besar pasca pertarungan antara Jokowi dan Prabowo, posisi partai berlambang mercy ini dinilai seolah tidak ingin masuk ke dalam dua poros besar itu. Sementara untuk membangun poros baru, juga sulit.

“Perlu orang yang piawai dalam berdiplomasi. Bukan hanya di daerah, tetapi tingkat pusat. Bagaimana kita tahu, Ketua Umumnya seringkali terjebak persoalan sederhana, tetapi kurang berdiplomasi,” katanya.

Penentuan sikap politik Demokrat di tingkat pusat lanjut Shohibul, akan sangat mempengaruhi posisi dan peluang partai ini di Pilgub Sumut 2018. Sebab mau tidak mau, mereka harus realistis menentukan sikap memilih satu dari dua kemungkinan poros besar yang akan bertarung di Pilgub, bahkan juga untuk mempersiapkan kekuatan pada Pemilu 2019 mendatang.

“Kalau saya melihat, Demokrat masih mencoba memahami seperti apa potensi pertarungan nanti. Karena dia (Demokrat) juga harus hitung-hitungan untuk Pileg 2019. Meskipun untuk bisa rewind (mengembalikan kejayaan), sangat tak mungkin lagi,” sebutnya.

Dilematisnya Demokrat di Pilgub Sumut kata Shohibul, sama seperti posisi seorang JR Saragih yang mencoba membangun sosok ketokohan agar mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Apalagi pengaruh komunikasi politik partai di tingkat pusat yang kurang harmonis dengan ‘dua kubu’, membuat peluang Bupati Simalungun itu sulit untuk bisa mendapatkan perahu (koalisi dengan partai lain).

“Kalau kita lihat, seorang JR Saragih juga kurang begitu baik memulai langkahnya untuk mendapatkan dukungan. Pola ini kan cerminan bagaimana kurang piawainya partai mereka di pusat membangun komunikasi. Jadi mau tidak mau, di Sumut mereka harus memilih ikut ke poros yang ada, atau bangun poros sendiri, tetapi sulit,” katanya.

Pengamat politik lainnya, Faisal Akbar menilai, sosok Ketua DPD Partai Demokrat Sumut, JR Saragih tidak memiliki nilai jual yang tinggi. Menurutnya, tingkat pengenalan masyarakat kepada Bupati Simalungun itu juga sangat rendah. “Sepertinya basis JR Saragih hanya di Simalungun dan Siantar,” ucapnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/