29 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Ancam Pengusaha 10 Tahun Penjara dan Denda Rp10 Miliar

Pascapenertiban Penambang Ilegal di Sungai Wampu

PASCAPENERTIBAN yang dilakukan tim Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat, terhadap penambang pasir ilegal di aliran Sungai Wampu,  terlihat kegiatan penambang mulai berkurang. Meskipun begitu, ada sejumlah penambang yang beroperasi tetapi jaraknya cukup jauh dari jembata Stabat, Senin (24/9).

Sementara, mesin milik penambang pasir ilegal yang berhasil diamankan saat dilakukannya operasi penertiban, hingga kini masih berada di kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Langkat.

Menurut Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satuan Polisi (Satpol) PP, Saiful Azwan, mengatakan, setelah satu buah mesin dan rakit milik warga penambang pasir diduga ilegal itu diamankan, pemiliknya sampai saat ini belum juga memenuhi panggilan.
“Kita sudah layangkan surat panggilan agar pemiliknya datang hari ini, Senin (24/9). Namun sampai sore ditunggu, Fachri, warga Ampera I, Kelurahan Wampu, Kecamatan Wampu, Langkat, selaku pemilik mesin hisap pasir itu belum juga datang,” ujar Saiful di ruangan kerjanya.

Lebih jauh dikatakan Saiful, untuk menindak lanjuti persoalan ini, pihaknya akan kembali menyurati Fachri, agar dapat hadir ke kantor Satpol PP guna menjalani pemeriksaan. “Kalau panggilan kedua yang bersangkutan tidak hadir juga. Maka kita terpaksa melakukan upaya pemanggilan secara paksa,” tegasnya.

Disoal sanksi yang diberikan kepada Fachri serta pengusaha tambang ilegal lainnya di Sungai Wampu, Saiful mengungkapkan, untuk memberikan sanksi pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan penyidik Polres Langkat. “Kita kooridinasikan dululah dengan penyidik Polres,” ucapnya singkat.

Meski pemberian sanksi akan dilakukan koordinasi, sambungnya, tetapi penyidik Polres Langkat sudah memberikan saran atau usulan sanksi kepada penambang yang melanggar aturan. Dimana aturan yang dilanggar menurut penyidik Polres sesuai dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 pasal 158, tentang pertambangan.

“Dalam Undang Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 pasal 158 tentang pertambangan dan batu bara ini menyebutkan, setiap usaha pertambangan yang tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) izin usaha pertambanga rakyat (IPR) dan lainnya, dikenakan sanksi pidana dengan kurungan 10 tahun penjara atau denda Rp10 miliar,” cetusnya.

Melihat sanksi pidana ini, membuat Saiful seakan berfikir seribu kali untuk menetapkannya kepada penambang pasir ilegal di Sungai Wampu. “Sebenarnya Undang-Undang ini sangat berat. Tapi yang jelas, kita koordinasi saja dulu dengan Polres Langkat. Bagai mana hasilnya nanti akan kita ketahui bersama,” ucapnya.

Saiful juga memperkirakan, kalau usaha tambang pasir milik Fachri ini jaraknya jauh dari jembatan Stabat. “Kalau jarak usaha tambang milik Fachri ini, saya rasa lebih dari 300 meter. Apakah yang bersangkutan sudah punya izin, kita juga belum tahu. Karena belum dilakukan pemeriksaan. Seperti yang saya katakana di awal tadi, kalau nantinya pemilik mesin itu tidak punya izin, maka sanksi lebih jauh akan kita koordinasikan lagi dengan penyidik Polres,” kata Sauful.

Untuk menindak lanjuti para penambang pasir ilegal lainnya, Saiful menegaskan, kalau pihaknya terus melakukan sweping di sekitar Sungai Wampu. “Tadi kita sudah meninjau ke lokasi. Tetapi kegiatan tampak sepi. Kalau nanti ada kita lihat penambang yang jaraknya sangat dekat dengan jembatan, maka kita diamkan untuk melakukan penggerebekan atau penertiban,” bebernya.

Sebelumnya, tim Pemkab Langkat dari unsur Muspida dan Muspika yang dipimpin langsung Dinas Pertambangan, melakukan penertiban terhadap penambang ilegal di Sungai Wampu, Sabtu (22/9). Dalam operasi tersebut, satu unit mesin dan rakit milik warga berhasil diamankan. Namun sayang, karena operasi yang dilakukan diduga sudah bcoro, membuat penambang banyak yag tidak beroperasi. Bahkan, kurang jitunya strategi tim Pemkab Langkat, memudahkan penambang ilegal melarikan diri.(dn)

Pascapenertiban Penambang Ilegal di Sungai Wampu

PASCAPENERTIBAN yang dilakukan tim Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat, terhadap penambang pasir ilegal di aliran Sungai Wampu,  terlihat kegiatan penambang mulai berkurang. Meskipun begitu, ada sejumlah penambang yang beroperasi tetapi jaraknya cukup jauh dari jembata Stabat, Senin (24/9).

Sementara, mesin milik penambang pasir ilegal yang berhasil diamankan saat dilakukannya operasi penertiban, hingga kini masih berada di kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Langkat.

Menurut Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satuan Polisi (Satpol) PP, Saiful Azwan, mengatakan, setelah satu buah mesin dan rakit milik warga penambang pasir diduga ilegal itu diamankan, pemiliknya sampai saat ini belum juga memenuhi panggilan.
“Kita sudah layangkan surat panggilan agar pemiliknya datang hari ini, Senin (24/9). Namun sampai sore ditunggu, Fachri, warga Ampera I, Kelurahan Wampu, Kecamatan Wampu, Langkat, selaku pemilik mesin hisap pasir itu belum juga datang,” ujar Saiful di ruangan kerjanya.

Lebih jauh dikatakan Saiful, untuk menindak lanjuti persoalan ini, pihaknya akan kembali menyurati Fachri, agar dapat hadir ke kantor Satpol PP guna menjalani pemeriksaan. “Kalau panggilan kedua yang bersangkutan tidak hadir juga. Maka kita terpaksa melakukan upaya pemanggilan secara paksa,” tegasnya.

Disoal sanksi yang diberikan kepada Fachri serta pengusaha tambang ilegal lainnya di Sungai Wampu, Saiful mengungkapkan, untuk memberikan sanksi pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan penyidik Polres Langkat. “Kita kooridinasikan dululah dengan penyidik Polres,” ucapnya singkat.

Meski pemberian sanksi akan dilakukan koordinasi, sambungnya, tetapi penyidik Polres Langkat sudah memberikan saran atau usulan sanksi kepada penambang yang melanggar aturan. Dimana aturan yang dilanggar menurut penyidik Polres sesuai dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 pasal 158, tentang pertambangan.

“Dalam Undang Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 pasal 158 tentang pertambangan dan batu bara ini menyebutkan, setiap usaha pertambangan yang tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) izin usaha pertambanga rakyat (IPR) dan lainnya, dikenakan sanksi pidana dengan kurungan 10 tahun penjara atau denda Rp10 miliar,” cetusnya.

Melihat sanksi pidana ini, membuat Saiful seakan berfikir seribu kali untuk menetapkannya kepada penambang pasir ilegal di Sungai Wampu. “Sebenarnya Undang-Undang ini sangat berat. Tapi yang jelas, kita koordinasi saja dulu dengan Polres Langkat. Bagai mana hasilnya nanti akan kita ketahui bersama,” ucapnya.

Saiful juga memperkirakan, kalau usaha tambang pasir milik Fachri ini jaraknya jauh dari jembatan Stabat. “Kalau jarak usaha tambang milik Fachri ini, saya rasa lebih dari 300 meter. Apakah yang bersangkutan sudah punya izin, kita juga belum tahu. Karena belum dilakukan pemeriksaan. Seperti yang saya katakana di awal tadi, kalau nantinya pemilik mesin itu tidak punya izin, maka sanksi lebih jauh akan kita koordinasikan lagi dengan penyidik Polres,” kata Sauful.

Untuk menindak lanjuti para penambang pasir ilegal lainnya, Saiful menegaskan, kalau pihaknya terus melakukan sweping di sekitar Sungai Wampu. “Tadi kita sudah meninjau ke lokasi. Tetapi kegiatan tampak sepi. Kalau nanti ada kita lihat penambang yang jaraknya sangat dekat dengan jembatan, maka kita diamkan untuk melakukan penggerebekan atau penertiban,” bebernya.

Sebelumnya, tim Pemkab Langkat dari unsur Muspida dan Muspika yang dipimpin langsung Dinas Pertambangan, melakukan penertiban terhadap penambang ilegal di Sungai Wampu, Sabtu (22/9). Dalam operasi tersebut, satu unit mesin dan rakit milik warga berhasil diamankan. Namun sayang, karena operasi yang dilakukan diduga sudah bcoro, membuat penambang banyak yag tidak beroperasi. Bahkan, kurang jitunya strategi tim Pemkab Langkat, memudahkan penambang ilegal melarikan diri.(dn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/