31.7 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Operasi 4 Mata Tanpa Bayar, Kakak Beradik Ini Berulangkali Tertawa Lebar

Foto: Dame/SUMUTPOS.CO
Ali Imran Rangkuti beserta kakaknya, didampingi istri dan adiknya, usai mengikuti operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe bekerjasama dengan ANV dan Kodam I BB di RS Tentara Psp, 24 Oktober 2017.

Ayah mereka dulu menderita katarak. Operasi di Medan, habis Rp9 juta untuk dua mata. Empat anaknya beruntun kena katarak. Awalnya anak ketiga, disusul si sulung dan anak kedua. Dan tahun ini si bungsu mulai menampakkan tanda-tanda. Kemarin, si sulung dan anak kedua ikut operasi katarak gratis di Psp. Penglihatan terang tanpa harus membayar, membuat kakak beradik ini berulangkali tertawa lebar. Ternyata.. bahagia itu sesederhana rasa bersyukur.

—————————————————–
Dame Ambarita, Padangsidimpuan
——————————————————

Sebuah riset tahun 2013 membuktikan, faktor keturunan lebih besar memegang peran terhadap perkembangan katarak, ketimbang faktor gaya hidup. Tim riset dari Inggris itu menyebutkan, usia menyumbang 38 persen bagi kaburnya penglihatan, faktor keturunan 48 persen dan faktor lainnya 14 persen.

Kasus anak beranak kena katarak yang terungkap dalam operasi katarak gratis ‘Buka Mata Lihat Indahnya Dunia” yang digelar Tambang Emas Martabe bekerjasama dengan A New Vision dan Kodam I Bukit Barisan, di Rumah Sakit TNI AD Losung Batu Padangsidimpuan mulai 22 hingga 26 Oktober 2017 nanti, mungkin bisa jadi contoh kasus yang mendukung hasil survei tersebut.

Dari sejumlah penderita katarak berusia relatif muda yang ikut operasi, kebanyakan memiliki keluarga yang juga menderita katarak. Selebihnya akibat trauma.

Ali Imran Rangkuti (44) misalnya, warga Madina yang ikut operasi katarak gratis bersama kakaknya Boru Rangkuti (46), mengatakan mereka empat bersaudara keturunan ayahnya, semuanya menderita katarak.

Awalnya, 7 tahun lalu, adik perempuan mereka kena katarak. Sekarang sih ia sudah sembuh setelah mengikuti operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe, lima tahun lalu.

Lantas tiga tahun lalu, giliran Ali Imran dan kakak sulungnya yang sama-sama kena katarak.

“Tahun ini, adik lelaki kami yang bungsu sudah mulai muncul kataraknya, meski masih tipis,” kisahnya, geli campur pasrah.

Sebagai tukang pembuat perabot, nyambi tukang bangunan, dan berbagai pekerjaan ‘mocok-mocok’ lainnya, Ali mengaku sangat terganggu oleh katarak yang menghalangi penglihatannya.

“Kerja jadi lebih susah. Memalu paku harus sangat hati-hati. Menyopir harus pelan. Bawa motor juga. Setiap pekerjaan di luar ruangan, mata selalu silau. Payahlah dicakapkan” ungkapnya.

Foto: Dame/SUMUTPOS.CO
Ali Imran Rangkuti beserta kakaknya, didampingi istri dan adiknya, usai mengikuti operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe bekerjasama dengan ANV dan Kodam I BB di RS Tentara Psp, 24 Oktober 2017.

Kondisi itu membuatnya galau. Apalagi anaknya ada 7 orang. Penghasilan yang tidak stabil karena pekerjaan yang tidak tetap, semakin tidak stabil dengan penglihatannya yang terganggu.

Kesulitan serupa juga dialami kakaknya, Boru Rangkuti. Ia yang sehari-harinya berjualan lontong untuk menambah uang dapur, cukup terganggu dengan katarak yang menyerang matanya.

“Setiap kali berada di luar rumah, pasti tak tahan dengan silau matahari. Kerja apapun harus pelan-pelan. Nyeberang jalan saja rasanya sulit. Susahlah,” tambahnya.

Karena itu, keduanya merasa sangat bersyukur dengan adanya operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe. Mereka ingat, ayah mereka dulu harus membayar Rp9 juta di Medan, untuk mengoperasi katarak di kedua belah matanya. “Sementara kami operasi.4 mata tanpa mengeluarkan sepeser pun,” kata keduanya sembari tertawa cengengesan.

Keduanya memang terlihat ceria. Tawa gampang menguar. Seakan semua beban di dada ikut lenyap, bersama lapisan katarak yang dibuang dokter.

“Alhamdulillah… kalau nggak ada operasi gratis ini, entahlah gimana kami bisa melihat. Maklum, kami dari kalangan ekonomi kurang mampu,” cetus Ali Imran.

Ia berharap operasi katarak gratis tetap berlanjut, agar adik bungsu mereka kelak bisa ikut operasi tanpa harus membayar. “Kalau bisa sih, diadakan di Madina. Tapi ya.. ini hanya sebuah harapan,” katanya, lalu cengengesan lagi.

Keduanya punya nazar untuk dipenuhi setelah nanti benar-benar sembuh dari katarak. Ali misalnya, sudah berniat untuk menjamu anak yatim piatu dan memberi sedikit santunan untuk mereka.

Sementara kakaknya memilih untuk berpuasa selama satu hari, karena penghasilannya kurang memadai untuk berbagi.

Okelah bro and sis, selamat bersyukur yaa! (*)

Foto: Dame/SUMUTPOS.CO
Ali Imran Rangkuti beserta kakaknya, didampingi istri dan adiknya, usai mengikuti operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe bekerjasama dengan ANV dan Kodam I BB di RS Tentara Psp, 24 Oktober 2017.

Ayah mereka dulu menderita katarak. Operasi di Medan, habis Rp9 juta untuk dua mata. Empat anaknya beruntun kena katarak. Awalnya anak ketiga, disusul si sulung dan anak kedua. Dan tahun ini si bungsu mulai menampakkan tanda-tanda. Kemarin, si sulung dan anak kedua ikut operasi katarak gratis di Psp. Penglihatan terang tanpa harus membayar, membuat kakak beradik ini berulangkali tertawa lebar. Ternyata.. bahagia itu sesederhana rasa bersyukur.

—————————————————–
Dame Ambarita, Padangsidimpuan
——————————————————

Sebuah riset tahun 2013 membuktikan, faktor keturunan lebih besar memegang peran terhadap perkembangan katarak, ketimbang faktor gaya hidup. Tim riset dari Inggris itu menyebutkan, usia menyumbang 38 persen bagi kaburnya penglihatan, faktor keturunan 48 persen dan faktor lainnya 14 persen.

Kasus anak beranak kena katarak yang terungkap dalam operasi katarak gratis ‘Buka Mata Lihat Indahnya Dunia” yang digelar Tambang Emas Martabe bekerjasama dengan A New Vision dan Kodam I Bukit Barisan, di Rumah Sakit TNI AD Losung Batu Padangsidimpuan mulai 22 hingga 26 Oktober 2017 nanti, mungkin bisa jadi contoh kasus yang mendukung hasil survei tersebut.

Dari sejumlah penderita katarak berusia relatif muda yang ikut operasi, kebanyakan memiliki keluarga yang juga menderita katarak. Selebihnya akibat trauma.

Ali Imran Rangkuti (44) misalnya, warga Madina yang ikut operasi katarak gratis bersama kakaknya Boru Rangkuti (46), mengatakan mereka empat bersaudara keturunan ayahnya, semuanya menderita katarak.

Awalnya, 7 tahun lalu, adik perempuan mereka kena katarak. Sekarang sih ia sudah sembuh setelah mengikuti operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe, lima tahun lalu.

Lantas tiga tahun lalu, giliran Ali Imran dan kakak sulungnya yang sama-sama kena katarak.

“Tahun ini, adik lelaki kami yang bungsu sudah mulai muncul kataraknya, meski masih tipis,” kisahnya, geli campur pasrah.

Sebagai tukang pembuat perabot, nyambi tukang bangunan, dan berbagai pekerjaan ‘mocok-mocok’ lainnya, Ali mengaku sangat terganggu oleh katarak yang menghalangi penglihatannya.

“Kerja jadi lebih susah. Memalu paku harus sangat hati-hati. Menyopir harus pelan. Bawa motor juga. Setiap pekerjaan di luar ruangan, mata selalu silau. Payahlah dicakapkan” ungkapnya.

Foto: Dame/SUMUTPOS.CO
Ali Imran Rangkuti beserta kakaknya, didampingi istri dan adiknya, usai mengikuti operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe bekerjasama dengan ANV dan Kodam I BB di RS Tentara Psp, 24 Oktober 2017.

Kondisi itu membuatnya galau. Apalagi anaknya ada 7 orang. Penghasilan yang tidak stabil karena pekerjaan yang tidak tetap, semakin tidak stabil dengan penglihatannya yang terganggu.

Kesulitan serupa juga dialami kakaknya, Boru Rangkuti. Ia yang sehari-harinya berjualan lontong untuk menambah uang dapur, cukup terganggu dengan katarak yang menyerang matanya.

“Setiap kali berada di luar rumah, pasti tak tahan dengan silau matahari. Kerja apapun harus pelan-pelan. Nyeberang jalan saja rasanya sulit. Susahlah,” tambahnya.

Karena itu, keduanya merasa sangat bersyukur dengan adanya operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe. Mereka ingat, ayah mereka dulu harus membayar Rp9 juta di Medan, untuk mengoperasi katarak di kedua belah matanya. “Sementara kami operasi.4 mata tanpa mengeluarkan sepeser pun,” kata keduanya sembari tertawa cengengesan.

Keduanya memang terlihat ceria. Tawa gampang menguar. Seakan semua beban di dada ikut lenyap, bersama lapisan katarak yang dibuang dokter.

“Alhamdulillah… kalau nggak ada operasi gratis ini, entahlah gimana kami bisa melihat. Maklum, kami dari kalangan ekonomi kurang mampu,” cetus Ali Imran.

Ia berharap operasi katarak gratis tetap berlanjut, agar adik bungsu mereka kelak bisa ikut operasi tanpa harus membayar. “Kalau bisa sih, diadakan di Madina. Tapi ya.. ini hanya sebuah harapan,” katanya, lalu cengengesan lagi.

Keduanya punya nazar untuk dipenuhi setelah nanti benar-benar sembuh dari katarak. Ali misalnya, sudah berniat untuk menjamu anak yatim piatu dan memberi sedikit santunan untuk mereka.

Sementara kakaknya memilih untuk berpuasa selama satu hari, karena penghasilannya kurang memadai untuk berbagi.

Okelah bro and sis, selamat bersyukur yaa! (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/