Kasih ibu kepada beta… tak terhingga sepanjang masa. Lirik lagu anak-anak ini terasa pas mewakili gambaran kasih Ernawati kepada putrinya, Miska Purnama Hasibuan. Sama-sama menderita katarak, tetapi ia merelakan putrinya duluan dioperasi. Alasannya: “Dia masih muda, anaknya masih kecil. Sedangkan saya sudah tua. Jika ada operasi lagi lain kesempatan dan saya masih hidup, ya giliran saya…”
————————-
Dame Ambarita, Padangsidimpuan
————————-
Wajah Miska Purnama Hasibuan cukup menarik perhatian di antara wajah-wajah pasien operasi katarak siang itu. Parasnya manis dan masih muda. Kontras dengan wajah pasien-pasien di kiri dan kanannya, yang kebanyakan sudah berkerut.
Kekontrasan pemandangan itu terlihat saat para pasien duduk menunggu giliran operasi katarak gratis ‘Buka Mata Lihat Indahnya Dunia’ yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Minggu (24/1/2016).
Dan benar, Miska memang masih muda. Baru berusia 26 tahun. Ibu satu anak ini menderita katarak sejak masih duduk di bangku SMP.
“Saat itu saya baru umur 14 tahun. Kalau mata kiri saya ditutup, mata kanan saya tidak bisa membaca pelajaran di papan tulis. Dan kalau kena sinar matahari, mata silau,” katanya pelan.
Meski masih bisa membaca dengan mata kiri, ia cukup terganggu dengan kondisi itu. Apalagi parasnya yang manis jadi terganggu sedikit gara-gara bulatan putih yang menutup lensa matanya.
Maka saat anggota Koramil setempat datang ke rumah-rumah penduduk memberi informasi mengenai operasi katarak gratis hasil kerja sama Tambang Emas Martabe dengan A New Vision dan Kodam I Bukit Barisan, ia dan ibunya langsung semangat mendaftar. Maklum, keduanya sama-sama menderita katarak.
Tetapi… siapa yang bakal merawat si pasien usai operasi nanti? Secara… anak Miska masih kecil, dan suaminya tidak mungkin disuruh merawat keduanya usai operasi.
Miska… atau sang ibu? Miska… atau sang ibu?
Kasih ibu menang.
“Kamu duluan.. kamu masih muda dan anakmu masih kecil. Ibu kan sudah tua… Kalau ada umur panjang dan ada operasi gratis lagi, giliran ibu yang operasi. Kali ini, biar ibu yang merawat Miska,” kata ibunya, penuh kerelaan.
Jadilah, jam 10 malam Sabtu (23/1/2016), mereka bertiga (Miska, anaknya, dan sang ibu) naik bus dari rumah mereka di Desa Sosopan Kecamatan Sosopan Padang Lawas (Palas), selama dua jam ke Padangsidimpuan.
Keesokan harinya, Minggu, Miska masuk daftar pasien yang akan dioperasi. Sang ibu dengan penuh kasih menunggui sang anak.
“Miska itu anak kedua dari 4 bersaudara.
Nggak tau dulu kenapa dia kena katarak. Padahal meski ibu petani, ibu tak pernah bawa dia ke sawah,” kata Ernawati (58), sambil menatap ke arah Miska.
Ia memilih tak barengan operasi katarak dengan putrinya, agar ada yang merawat si pasien. “Satu satu aja dulu… jadi gantian merawat,” ungkapnya tanpa ada rasa penyesalan.
Gimana jika seandainya ke depan, tidak ada lagi operasi katarak gratis?
“Ya nggak apa-apa. Yang penting Miska sembuh. Ibu kan sudah tua,” cetusnya tenang.
Tak lama kemudian, ia permisi harus mengantar sang cucu ke toilet.
Miska sendiri, saat diajak ngobrol, mengaku tak lagi takut setelah mendengar bahwa operasi hanya sekitar 10 menit. Padahal awalnya ia ngeri ikut operasi. Bayangannya, dokter akan menyuntik langsung ke matanya. “Pasti sakit banget kan? Paling ngerinya lagi membayangkan adegan didorong suster di atas kursi roda dengan mata tertutup. Rasanya gimana gitu.. dan dunia pastilah gelap,” katanya sambil bergidik.
Barulah setelah bulu matanya dicukur dan disuruh cuci muka, entah mengapa ia tidak takut lagi. “Asalkan bagian putih di mata itu hilang, sesakit apapun tak apalah,” ucapnya yakin.
Usai operasi, ibu satu anak yang sehari-hari bertani padi ini berharap ada lagi kesempatan operasi gratis bagi ibunya.
“Iya.. bagi pihak yang telah berbaik hati membiayai operasi katarak gratis ini, harapan saya agar digelar lagi di masa mendatang. Biar ibu saya bisa ikut operasi. Nanti, giliran saya yang jaga ibu,” ucapnya penuh harap. (Mea)