30 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

KPU Sumut Ditarget Naikkan Partisipasi Pemilih

Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi foto bersama anggota KPU Sumut, di Kantor Gubsu, kemarin.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumut akan mendapatkan dana hibah sebesar Rp855 Miliar untuk menyelenggarakan kegiatan Pemilihan Gubernur Sumut (Pilgubsu) 2018.

Anggota Komisi A DPRD Sumut, Hanafiah Harahap menyebut anggaran Pilgubsu sangat memberatkan APBD. Akibatnya, banyak kegiatan pembangunan yang terpaksa di tunda.

Meski begitu, dia menyebut setiap pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk kegiatan Pilkada. Karena begitu besar anggaran yang di kucurkan, Hanafiah meminta agar KPU Sumut punya target yang rasional.

“Rp855 Miliar itu bukan uang sedikit. Jadi harus dipergunakan sebaik mungkin, KPU harus punya target. Anggaran besar itu harus berbanding lurus dengan jumlah partisipasi masyarakat saat Pilgubsu,”ujarnya, Rabu (26/7).

Hanafiah mengingatkan agar besaran anggaran Pilgubsu tidak sebanding dengan jumlah partisipasi pemilih. KPU Sumut sebagai penyelenggara punya tanggung jawab untuk itu.

“Janganlah semakin besar anggaran Pilkada malah membuat jumlah partisipasi pemilih semakin rendah. Kalau itu sampai terjadi, menurut hemat saya KPU sudah gagal,”jelasnya.

Dia pun meminta agar KPU Sumut berkaca dari pengalaman di Pilgubsu 2013. Dimana ketika itu, jumlah partisipasi pemilih hanya sekitar 30 persen.

“Yang lalu biarlah berlalu, jadikan pelajaran. Jangan sampai terulang kembali, makanya anggaran yang besar itu dimaksimalkan untuk meningkatkan partisipasi pemilih,”katanya.

Politisi Partai Golkar ini juga meminta agar KPU Sumut mengelola anggaran sebesar Rp855 Miliar dengan cara terbuka, transparan dan akuntabel.

“Itu kan uang rakyat. Jadi rakyat harus tahu peruntukannya, kemana anggaran itu dibuat. Transparan saja, sudah tidak zamannya ditutup-tutupi lagi,”bebernya.

Anggaran Rp855 Miliar, lanjut dia, harus dibahas oleh KPU Sumut bersama Komisi A DPRD Sumut. “Dewan itu kan wakil rakyat, jadi harus dibuka anggaran sebesar itu untuk apa saja. Memang Banggar yang membahas dengan TAPD, tapi perlu juga dibahas lebih rinci bersama Komisi terkait, dalam hal ini Komisi A,”paparnya.

Hanafiah sampai saat ini mengaku belum mengetahui adanya agenda pertemuan dan pembahasan rapat konsultasi antara Komisi A dan KPU Sumut.

“Belum ada dibahas. Kedepan bisa saja dijadwalkan. Intinya memang anggaran sebesar itu harus mampu mendongkrak partisipasi pemilih, KPU harus bisa merealisasikan partisipasi pemilih minimal 70 persen,”tegasnya.

Pengamat Anggaran, Elfenda Ananda menyebut anggaran Pilgubsu 2018 naik 2 kali lipat dari Pilgubsu 2013.

Menurutnya, harus ada penjelasan terhadap pembiayaan Pilkada tersebut. “Perlu diketahui bahwa besaran anggaran ini lebih kurang sama dengan 2 tahun belanja modal pembangunan jalan provinsi. Tentunya, ini belanja yg tidak sedikit dan perlu keterbukaan. Perlu penjelasan apakah anggaran ini sudah efesien, efektif, dan akuntabel,”katanya.

Dia bilang KPU Sumut perlu membuka ruang publik kepada rakyat untuk memberikan masukan kepada pengelolaan serta penggunaan anggaran tersebut. “Apalagi pembiayaan ini ada beririsan degan 8 kabupaten/Kota yang ikut menggelar Pilkada 2018,”tuturnya.

Elfenda juga menekankan perlunya adanya penghematan pos-pos belanja seperti perjalanan dinas, pengadaan barang dan jasa. “Harus lebih selektif,”akunya.

Daftar pemilih tetap (DPT) setiap pelaksanaan pilkada, kata dia, selalu menjadi persoalan. Oleh karena itu, dia meminta agar DPT lebih akurat agar surat suara tidak banyak bersisa. “Kalaupun sisa harus sesuai aturan. Honor petugas harus dihemat dan harus membangun sikap volenterisme,”jelasnya.

Kegiatan sosialisasi, lanjut dia, juga harus dirancang sebagai mungkin agar lebih tepat sasaran. Selain itu, jangan membangun nepotisme dalam kegiatan sosialisasi. “Dari pengalaman sebelumnya, besarnya biaya sosialisasi tidak menjamin besarnya partisipasi pemilih,”jelasnya.

Selain itu, dia juga berpendapat bahwa besaran anggaran tidak berpengaruh terhadap jumlah partisipasi pemilih. Sebab, banyak faktor lain.

“Soal besarnya anggaran sosialisasi tidak bergantung dengan biaya kampanye.Banyak faktornya, ada berdasarkan calon yang berlaga. Apakah calon yg diusulkan oleh parpol dianggap membawa perbaikan sumut atau tidak juga sangat mempengaruhi. Ada masalah pendataan pemilih. Ada faktor politik dimana masyarakat muak dgn prilaku bebarapa gubernur sebelumnya. Itu hasil riset yang saya lakukan terdahulu,”bilangnya.

Komisioner KPU Sumut Divisi Perencanaan dan Data, Nazir Salim Manik mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki kewajiban untuk membahas anggaran Pilgubsu bersama DPRD Sumut.

Sebab, usulan yang disampaikan KPU Sumut ditujukan kepada Gubernur Sumut. “Kalau kami dipanggil untuk memberikan penjelasan, kami akan hadir,”tuturnya.(dik)

Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi foto bersama anggota KPU Sumut, di Kantor Gubsu, kemarin.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumut akan mendapatkan dana hibah sebesar Rp855 Miliar untuk menyelenggarakan kegiatan Pemilihan Gubernur Sumut (Pilgubsu) 2018.

Anggota Komisi A DPRD Sumut, Hanafiah Harahap menyebut anggaran Pilgubsu sangat memberatkan APBD. Akibatnya, banyak kegiatan pembangunan yang terpaksa di tunda.

Meski begitu, dia menyebut setiap pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk kegiatan Pilkada. Karena begitu besar anggaran yang di kucurkan, Hanafiah meminta agar KPU Sumut punya target yang rasional.

“Rp855 Miliar itu bukan uang sedikit. Jadi harus dipergunakan sebaik mungkin, KPU harus punya target. Anggaran besar itu harus berbanding lurus dengan jumlah partisipasi masyarakat saat Pilgubsu,”ujarnya, Rabu (26/7).

Hanafiah mengingatkan agar besaran anggaran Pilgubsu tidak sebanding dengan jumlah partisipasi pemilih. KPU Sumut sebagai penyelenggara punya tanggung jawab untuk itu.

“Janganlah semakin besar anggaran Pilkada malah membuat jumlah partisipasi pemilih semakin rendah. Kalau itu sampai terjadi, menurut hemat saya KPU sudah gagal,”jelasnya.

Dia pun meminta agar KPU Sumut berkaca dari pengalaman di Pilgubsu 2013. Dimana ketika itu, jumlah partisipasi pemilih hanya sekitar 30 persen.

“Yang lalu biarlah berlalu, jadikan pelajaran. Jangan sampai terulang kembali, makanya anggaran yang besar itu dimaksimalkan untuk meningkatkan partisipasi pemilih,”katanya.

Politisi Partai Golkar ini juga meminta agar KPU Sumut mengelola anggaran sebesar Rp855 Miliar dengan cara terbuka, transparan dan akuntabel.

“Itu kan uang rakyat. Jadi rakyat harus tahu peruntukannya, kemana anggaran itu dibuat. Transparan saja, sudah tidak zamannya ditutup-tutupi lagi,”bebernya.

Anggaran Rp855 Miliar, lanjut dia, harus dibahas oleh KPU Sumut bersama Komisi A DPRD Sumut. “Dewan itu kan wakil rakyat, jadi harus dibuka anggaran sebesar itu untuk apa saja. Memang Banggar yang membahas dengan TAPD, tapi perlu juga dibahas lebih rinci bersama Komisi terkait, dalam hal ini Komisi A,”paparnya.

Hanafiah sampai saat ini mengaku belum mengetahui adanya agenda pertemuan dan pembahasan rapat konsultasi antara Komisi A dan KPU Sumut.

“Belum ada dibahas. Kedepan bisa saja dijadwalkan. Intinya memang anggaran sebesar itu harus mampu mendongkrak partisipasi pemilih, KPU harus bisa merealisasikan partisipasi pemilih minimal 70 persen,”tegasnya.

Pengamat Anggaran, Elfenda Ananda menyebut anggaran Pilgubsu 2018 naik 2 kali lipat dari Pilgubsu 2013.

Menurutnya, harus ada penjelasan terhadap pembiayaan Pilkada tersebut. “Perlu diketahui bahwa besaran anggaran ini lebih kurang sama dengan 2 tahun belanja modal pembangunan jalan provinsi. Tentunya, ini belanja yg tidak sedikit dan perlu keterbukaan. Perlu penjelasan apakah anggaran ini sudah efesien, efektif, dan akuntabel,”katanya.

Dia bilang KPU Sumut perlu membuka ruang publik kepada rakyat untuk memberikan masukan kepada pengelolaan serta penggunaan anggaran tersebut. “Apalagi pembiayaan ini ada beririsan degan 8 kabupaten/Kota yang ikut menggelar Pilkada 2018,”tuturnya.

Elfenda juga menekankan perlunya adanya penghematan pos-pos belanja seperti perjalanan dinas, pengadaan barang dan jasa. “Harus lebih selektif,”akunya.

Daftar pemilih tetap (DPT) setiap pelaksanaan pilkada, kata dia, selalu menjadi persoalan. Oleh karena itu, dia meminta agar DPT lebih akurat agar surat suara tidak banyak bersisa. “Kalaupun sisa harus sesuai aturan. Honor petugas harus dihemat dan harus membangun sikap volenterisme,”jelasnya.

Kegiatan sosialisasi, lanjut dia, juga harus dirancang sebagai mungkin agar lebih tepat sasaran. Selain itu, jangan membangun nepotisme dalam kegiatan sosialisasi. “Dari pengalaman sebelumnya, besarnya biaya sosialisasi tidak menjamin besarnya partisipasi pemilih,”jelasnya.

Selain itu, dia juga berpendapat bahwa besaran anggaran tidak berpengaruh terhadap jumlah partisipasi pemilih. Sebab, banyak faktor lain.

“Soal besarnya anggaran sosialisasi tidak bergantung dengan biaya kampanye.Banyak faktornya, ada berdasarkan calon yang berlaga. Apakah calon yg diusulkan oleh parpol dianggap membawa perbaikan sumut atau tidak juga sangat mempengaruhi. Ada masalah pendataan pemilih. Ada faktor politik dimana masyarakat muak dgn prilaku bebarapa gubernur sebelumnya. Itu hasil riset yang saya lakukan terdahulu,”bilangnya.

Komisioner KPU Sumut Divisi Perencanaan dan Data, Nazir Salim Manik mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki kewajiban untuk membahas anggaran Pilgubsu bersama DPRD Sumut.

Sebab, usulan yang disampaikan KPU Sumut ditujukan kepada Gubernur Sumut. “Kalau kami dipanggil untuk memberikan penjelasan, kami akan hadir,”tuturnya.(dik)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/