27.8 C
Medan
Wednesday, May 29, 2024

Petani Dairi Peringati Hari Bumi, Lawan Pertambangan Timah Hitam

DAIRI, SUMUTPOS.CO – Ratusan petani Kabupaten Dairi dari beberapa desa sekitar pertambangan timah hitam dan seng yang dilakukan PT Dairi Prima Mineral (PT DPM), merayakan peringatan Hari Bumi, yang dipusatkan di Desa Lae Markelang, Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Kamis (27/4).

Para petani mempersembahkan tarian tradisional dari suku Pakpak, Simalungun. Grup Sanggar Seni Nabasa dari Kabupaten Tobasa, pun turut menampilkan pencak silat tradisional, dalam memeriahkan perayaan Hari Bumi tahun ini.

Peringatan juga dihadiri dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti Petrasa, YDPK, KSPPM, Bakumsu, dan Aman Tano Batak, sebagai dukungan kepada warga Kabupaten Dairi dalam mempertahankan ruang hidup mereka.

Koordinator Pengorganisasian dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), Monika Siregar menyampaikan, perayaan Hari Bumi diawali ibadah singkat dipimpin Pendeta Dikkar Sihotang.

Dalam kotbahnya, sebut Monika, Pendeta Dikar Sihotang menyampaikan, bagaimana cara Allah menjadikan bumi. Lalu tugas manusia menjaga hasil ciptaan-Nya.

“Kita harus menjadi saksi Allah untuk menjaga dan merawat bumi sebagai karya penyelamatan atas ciptaan Tuhan, sehingga kita layak untuk menerima berkat,” ungkap Monika.

Monika juga mengatakan, adapun tema perayaan Hari Bumi kali ini, yakni ‘Masa Depan Pertanian Menghadapi Pertambangan Timah Hitam’. Dia juga menjelaskan, petani dari berbagai desa yang hadir, membawa hasil pertanian mereka, seperti buah jeruk purut, gambir, sayur mayur, kelapa, nenas, pisang, jahe, kacang tanah, rempah-rempah, dan berbagai hasil bumi lainnya.

Buah tangan hasil bumi ini, sebagai ungkapan syukur mereka atas hasil tanah dan alam yang diberikan Tuhan. Tapi, kata Monika, menurut para petani, beberapa tahun terakhir, pertanian mereka banyak gagal panen serta harga jual anjlok.

“Sehingga, buah tangan yang dibawa petani tidak banyak,” ujarnya.

Monika lebih lanjut mengatakan, dalam acara talkshow bersama petani, Direktur Petrasa, Ridwan Samosir menyampaikan, sektor pertanian menyumbangkan 42 persen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Artinya, sektor pertanian dalam menggerakan aktivitas ekonomi sangat tinggi. Menurutnya, Pemkab Dairi, harus memberikan perhatian dan kebijakan yang pro terhadap sektor pertanian.

“Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, 83 persen masyarakat Dairi mayoritas petani,” beber Ridwan.

Sementara, sesuai data BPS, sejak 2018 sampai sekarang, sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperoleh Pemkab Dairi dari usaha tambang hanya 0,07 persen. Tentu, pertanian dan tambang tidak akan dapat hidup harmonis. Karena tambang butuh air, tanah, hutan, sungai, dan sumber daya alam lainnya.

“Pada 2015, diinisiasi 159 negara, bersepakat dalam komitmen yang disebut Perjanjian Paris (Paris Aggrement), termasuk Indonesia, terkait perubahan iklim dan upaya yang dapat dilakukan bersama,” jelas Ridwan.

Namun, lanjut RIdwan, perjanjian ini belum semua negara, termasuk Indonesia, melakukannya secara konsisten.

“Petani dan kita didorong menjaga lingkungan, menanam pohon. Namun penguasa dan pemodal, jutru merusak lingkungan dengan berbagai kebijakan yang mempermudah mereka mengeruk perut bumi, merusak lingkungan, dan menebang pohon,” tegasnya.

Maradu Sihombing, petani dan pembudiaya gambir di Desa Bongkaras, mengatakan, gambir mereka olah menjadi bubuk teh dan katekin.

“Kami menolak aktivitas pertambangan, karena hanya akan merusak kampung kami. Mari kita terus berjuang dan melawan para penguasa dan pengusaha yang akan merusak lingkungan dan masa depan kita,” ajaknya.

Petani lainnya, Marolop Banurea, petani asal Pakpak Bharat, memberikan testimoni, alam Kabupaten Dairi kaya potensi dan dapat diproduksi dengan berbagai produk turunan.

“Kampung kita, hasil bumi kita, pertanian kita adalah masa depan kita,” pungkasnya. (rud/saz)

DAIRI, SUMUTPOS.CO – Ratusan petani Kabupaten Dairi dari beberapa desa sekitar pertambangan timah hitam dan seng yang dilakukan PT Dairi Prima Mineral (PT DPM), merayakan peringatan Hari Bumi, yang dipusatkan di Desa Lae Markelang, Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Kamis (27/4).

Para petani mempersembahkan tarian tradisional dari suku Pakpak, Simalungun. Grup Sanggar Seni Nabasa dari Kabupaten Tobasa, pun turut menampilkan pencak silat tradisional, dalam memeriahkan perayaan Hari Bumi tahun ini.

Peringatan juga dihadiri dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti Petrasa, YDPK, KSPPM, Bakumsu, dan Aman Tano Batak, sebagai dukungan kepada warga Kabupaten Dairi dalam mempertahankan ruang hidup mereka.

Koordinator Pengorganisasian dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), Monika Siregar menyampaikan, perayaan Hari Bumi diawali ibadah singkat dipimpin Pendeta Dikkar Sihotang.

Dalam kotbahnya, sebut Monika, Pendeta Dikar Sihotang menyampaikan, bagaimana cara Allah menjadikan bumi. Lalu tugas manusia menjaga hasil ciptaan-Nya.

“Kita harus menjadi saksi Allah untuk menjaga dan merawat bumi sebagai karya penyelamatan atas ciptaan Tuhan, sehingga kita layak untuk menerima berkat,” ungkap Monika.

Monika juga mengatakan, adapun tema perayaan Hari Bumi kali ini, yakni ‘Masa Depan Pertanian Menghadapi Pertambangan Timah Hitam’. Dia juga menjelaskan, petani dari berbagai desa yang hadir, membawa hasil pertanian mereka, seperti buah jeruk purut, gambir, sayur mayur, kelapa, nenas, pisang, jahe, kacang tanah, rempah-rempah, dan berbagai hasil bumi lainnya.

Buah tangan hasil bumi ini, sebagai ungkapan syukur mereka atas hasil tanah dan alam yang diberikan Tuhan. Tapi, kata Monika, menurut para petani, beberapa tahun terakhir, pertanian mereka banyak gagal panen serta harga jual anjlok.

“Sehingga, buah tangan yang dibawa petani tidak banyak,” ujarnya.

Monika lebih lanjut mengatakan, dalam acara talkshow bersama petani, Direktur Petrasa, Ridwan Samosir menyampaikan, sektor pertanian menyumbangkan 42 persen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Artinya, sektor pertanian dalam menggerakan aktivitas ekonomi sangat tinggi. Menurutnya, Pemkab Dairi, harus memberikan perhatian dan kebijakan yang pro terhadap sektor pertanian.

“Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, 83 persen masyarakat Dairi mayoritas petani,” beber Ridwan.

Sementara, sesuai data BPS, sejak 2018 sampai sekarang, sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperoleh Pemkab Dairi dari usaha tambang hanya 0,07 persen. Tentu, pertanian dan tambang tidak akan dapat hidup harmonis. Karena tambang butuh air, tanah, hutan, sungai, dan sumber daya alam lainnya.

“Pada 2015, diinisiasi 159 negara, bersepakat dalam komitmen yang disebut Perjanjian Paris (Paris Aggrement), termasuk Indonesia, terkait perubahan iklim dan upaya yang dapat dilakukan bersama,” jelas Ridwan.

Namun, lanjut RIdwan, perjanjian ini belum semua negara, termasuk Indonesia, melakukannya secara konsisten.

“Petani dan kita didorong menjaga lingkungan, menanam pohon. Namun penguasa dan pemodal, jutru merusak lingkungan dengan berbagai kebijakan yang mempermudah mereka mengeruk perut bumi, merusak lingkungan, dan menebang pohon,” tegasnya.

Maradu Sihombing, petani dan pembudiaya gambir di Desa Bongkaras, mengatakan, gambir mereka olah menjadi bubuk teh dan katekin.

“Kami menolak aktivitas pertambangan, karena hanya akan merusak kampung kami. Mari kita terus berjuang dan melawan para penguasa dan pengusaha yang akan merusak lingkungan dan masa depan kita,” ajaknya.

Petani lainnya, Marolop Banurea, petani asal Pakpak Bharat, memberikan testimoni, alam Kabupaten Dairi kaya potensi dan dapat diproduksi dengan berbagai produk turunan.

“Kampung kita, hasil bumi kita, pertanian kita adalah masa depan kita,” pungkasnya. (rud/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/