30.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Dibantu Teman Karib Sejak Kelas 3 SD, Debora: Makasih ya Sartika!

Foto: Dame/sumutpos.co Debora Simorangkir (tengah), usai operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Selasa (26/1/2016). Ia didampingi ayahnya Sabam Simorangkir (kiri) dan staf Martabe, Donna Hattu (kanan).
Foto: Dame/sumutpos.co
Debora Simorangkir (tengah), usai operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Selasa (26/1/2016). Ia didampingi ayahnya Sabam Simorangkir (kiri) dan staf Martabe, Donna Hattu (kanan).

Seseorang pernah berkata, “Sahabat sejati itu ibarat tembok, kau bisa bersandar pada tembok itu.” Persahabatan seperti itu dilakoni Debora dan Sartika sejak SD. Sejak Debora menderita katarak di kelas III SD, Sartika terus membantunya membaca pelajaran di papan tulis, hingga mereka duduk di bangku SMP.

————————
Dame Ambarita, Padangsidimpuan
————————

Senyum simpul terkulum di bibir Debora Simorangkir. Gadis manis berusia 16 tahun yang duduk di kelas III SMPN 2 Desa Kota Tua Kecamatan Tamtom Angkola, Tapanuli Selatan itu, sedang bersiap-siap pulang ke rumahnya. Ia telah selesai dioperasi katarak gratis ’Buka Mata Lihat Indahnya Dunia’ dan juga telah menjalani pemulihan semalaman di RS Tentara Padangsidimpuan. Operasi itu digelar Tambang Emas Martabe bekerja sama dengan A New Vision dan Kodam I Bukit Barisan.

“Selama dua minggu ke depan belum bisa sekolah, karena kedua mata saya masih harus ditutup dan ditetes obat mata,” kata Debora didampingi ayahnya Sabam Simorangkir (40).

Gadis berambut keriting itu menuturkan, dirinya menderita katarak sejak kelas III SD, dan semakin parah sejak dirinya duduk di kelas 5 SD. Karena tidak bisa lagi membaca papan tulis, meski duduk di baris kedua dari depan, ia selalu minta tolong pada teman sebangkunya, Sartika. ”Sartika itu baik banget. Dia selalu membantu membacakan pelajaran yang ditulis di papan tulis,” ungkapnya.

Persahabatan mereka terus berlangsung hingga SMP, dan beruntung mereka terus sebangku hingga SMP. Selama itu pula, Sartika tak pernah absen membantu dirinya.

Jadi, bilang apa neh ke Sartika?
”Makasih ya Sartika, udah bantu saya selama ini,” ucap Debora, lantas ia tersenyum dikulum lagi.

Menurut anak perempuan satu-satunya dari empat bersaudara ini, meski menderita katarak, ia masih bisa membaca buku dari dekat. Juga bisa jadi anggota penggerak bendera, main bola kaki, bola basket, bola volly, bahkan berlari. ”Tapi ya harus pada cuaca terang,” katanya.

Setelah penglihatannya berkurang, orangtuanya pernah membelikan dirinya kacamata terapi, juga meneteskan obat herbal yang dijual tukang obat. ”Rasanya pedas bukan main, tapi penglihatan saya tetap juga kabur,” cetus gadis yang menurut sang ayah rajin ke gereja ini.

Karena tak ada pengaruh, ayah dan ibunya sepakat untuk membawa Debora operasi katarak ke dokter. ”Masih ngumpul-ngumpul uang, tiba-tiba kami mendapat informasi dari paman Debora, ada operasi katarak gratis. Tahun lalu, pamannya ikut operasi katarak gratis dan sekarang sudah sembuh. Tahun ini ada lagi kata pamannya. Makanya kami segera mendaftar,” kata Sabam, yang bekerja sebagai petani padi ini.

Apakah Debora ada rasa takut saat akan dioperasi?
”Nggak. Saya nggak takut. Ada Tuhan kok yang menemani saya,” jawab Debora yakin.

Menurut ibunya Hotnida Dongoran (40), putrinya itu anak yang aktif di gereja. ”Dia suka memberi kesaksian,” katanya.

Lantas sang ibu berkisah, saat kecil, Debora pernah keserempet sepeda motor hingga pingsan setengah jam. Diduga kepalanya menderita traumatik, hingga memicu katarak di matanya.

Padahal saat itu Debora lagi gemes-gemesnya sebagai anak kecil. ”Ia cantik dan mentel, serta suka bernyanyi. Orang-orang suka berebutan menggoda dan mencubitnya. Ia sangat menggemaskan,” katanya.

Setelah keserempet sepeda motor, Debora hanya dibawa ke tukang urut kampung. Ternyata kejadian itu memicu katarak. ”Saya anggap ini teguran Tuhan agar kami kembali membawa anak-anak kami dekat pada Tuhan,” kata Hotnida.

Doanya terkabul. Bertambah besar, Debora menjadi anak yang percaya pada Tuhan dan rajin melayani di gereja.

Trus, apa yang pertama diucapkannya usai operasi dan pandangannya terang? Gadis penggemar semua mata pelajaran ini menjawab seperti orang dewasa: ”Saya berkata: Terima kasih Tuhan!”
Setelah penglihatan terang, apa yang ingin diraih Debora ke depan?
”Saya ingin belajar lebih baik lagi!”
Oke oke… apa cita-cita Debora ke depannya?
”Belum tau,” jawabnya lagi.

Hmm… setelah Debora lulus SMP, ingin melanjutkan sekolah ke mana?
”SMK jurusan kecantikan,” jawabnya yakin.

”Oh, berarti cita-citamu mau buka salon kecantikan, dong?”
”Iya, hehehe…!” Debora tersenyum simpul.

Ayah dan ibunya tertawa setelah cita-cita sang anak terungkap lewat pertanyaan yang dibolak-balik.

Sejurus kemudian, Debora berkata, dirinya berniat memberi kesaksian tentang operasi kataraknya di gereja pada hari minggu, sebagai ucapan syukurnya kepada Tuhan.

Sementara sang ibu mengucapkan terima kasihnya pada Tuhan yang memberi jalan pada anaknya untuk operasi katarak gratis. ”Informasi tidak kami dapat dari pihak koramil maupun bidan desa, tapi Tuhan membuka jalan melalui pamannya. Terima kasih juga untuk pihak yang memfasilitasi operasi ini. Dan pada orang-orang yang mendoakan anak kami,” tutupnya. (*)

Foto: Dame/sumutpos.co Debora Simorangkir (tengah), usai operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Selasa (26/1/2016). Ia didampingi ayahnya Sabam Simorangkir (kiri) dan staf Martabe, Donna Hattu (kanan).
Foto: Dame/sumutpos.co
Debora Simorangkir (tengah), usai operasi katarak gratis yang digelar Tambang Emas Martabe di RS Tentara Padangsidimpuan, Selasa (26/1/2016). Ia didampingi ayahnya Sabam Simorangkir (kiri) dan staf Martabe, Donna Hattu (kanan).

Seseorang pernah berkata, “Sahabat sejati itu ibarat tembok, kau bisa bersandar pada tembok itu.” Persahabatan seperti itu dilakoni Debora dan Sartika sejak SD. Sejak Debora menderita katarak di kelas III SD, Sartika terus membantunya membaca pelajaran di papan tulis, hingga mereka duduk di bangku SMP.

————————
Dame Ambarita, Padangsidimpuan
————————

Senyum simpul terkulum di bibir Debora Simorangkir. Gadis manis berusia 16 tahun yang duduk di kelas III SMPN 2 Desa Kota Tua Kecamatan Tamtom Angkola, Tapanuli Selatan itu, sedang bersiap-siap pulang ke rumahnya. Ia telah selesai dioperasi katarak gratis ’Buka Mata Lihat Indahnya Dunia’ dan juga telah menjalani pemulihan semalaman di RS Tentara Padangsidimpuan. Operasi itu digelar Tambang Emas Martabe bekerja sama dengan A New Vision dan Kodam I Bukit Barisan.

“Selama dua minggu ke depan belum bisa sekolah, karena kedua mata saya masih harus ditutup dan ditetes obat mata,” kata Debora didampingi ayahnya Sabam Simorangkir (40).

Gadis berambut keriting itu menuturkan, dirinya menderita katarak sejak kelas III SD, dan semakin parah sejak dirinya duduk di kelas 5 SD. Karena tidak bisa lagi membaca papan tulis, meski duduk di baris kedua dari depan, ia selalu minta tolong pada teman sebangkunya, Sartika. ”Sartika itu baik banget. Dia selalu membantu membacakan pelajaran yang ditulis di papan tulis,” ungkapnya.

Persahabatan mereka terus berlangsung hingga SMP, dan beruntung mereka terus sebangku hingga SMP. Selama itu pula, Sartika tak pernah absen membantu dirinya.

Jadi, bilang apa neh ke Sartika?
”Makasih ya Sartika, udah bantu saya selama ini,” ucap Debora, lantas ia tersenyum dikulum lagi.

Menurut anak perempuan satu-satunya dari empat bersaudara ini, meski menderita katarak, ia masih bisa membaca buku dari dekat. Juga bisa jadi anggota penggerak bendera, main bola kaki, bola basket, bola volly, bahkan berlari. ”Tapi ya harus pada cuaca terang,” katanya.

Setelah penglihatannya berkurang, orangtuanya pernah membelikan dirinya kacamata terapi, juga meneteskan obat herbal yang dijual tukang obat. ”Rasanya pedas bukan main, tapi penglihatan saya tetap juga kabur,” cetus gadis yang menurut sang ayah rajin ke gereja ini.

Karena tak ada pengaruh, ayah dan ibunya sepakat untuk membawa Debora operasi katarak ke dokter. ”Masih ngumpul-ngumpul uang, tiba-tiba kami mendapat informasi dari paman Debora, ada operasi katarak gratis. Tahun lalu, pamannya ikut operasi katarak gratis dan sekarang sudah sembuh. Tahun ini ada lagi kata pamannya. Makanya kami segera mendaftar,” kata Sabam, yang bekerja sebagai petani padi ini.

Apakah Debora ada rasa takut saat akan dioperasi?
”Nggak. Saya nggak takut. Ada Tuhan kok yang menemani saya,” jawab Debora yakin.

Menurut ibunya Hotnida Dongoran (40), putrinya itu anak yang aktif di gereja. ”Dia suka memberi kesaksian,” katanya.

Lantas sang ibu berkisah, saat kecil, Debora pernah keserempet sepeda motor hingga pingsan setengah jam. Diduga kepalanya menderita traumatik, hingga memicu katarak di matanya.

Padahal saat itu Debora lagi gemes-gemesnya sebagai anak kecil. ”Ia cantik dan mentel, serta suka bernyanyi. Orang-orang suka berebutan menggoda dan mencubitnya. Ia sangat menggemaskan,” katanya.

Setelah keserempet sepeda motor, Debora hanya dibawa ke tukang urut kampung. Ternyata kejadian itu memicu katarak. ”Saya anggap ini teguran Tuhan agar kami kembali membawa anak-anak kami dekat pada Tuhan,” kata Hotnida.

Doanya terkabul. Bertambah besar, Debora menjadi anak yang percaya pada Tuhan dan rajin melayani di gereja.

Trus, apa yang pertama diucapkannya usai operasi dan pandangannya terang? Gadis penggemar semua mata pelajaran ini menjawab seperti orang dewasa: ”Saya berkata: Terima kasih Tuhan!”
Setelah penglihatan terang, apa yang ingin diraih Debora ke depan?
”Saya ingin belajar lebih baik lagi!”
Oke oke… apa cita-cita Debora ke depannya?
”Belum tau,” jawabnya lagi.

Hmm… setelah Debora lulus SMP, ingin melanjutkan sekolah ke mana?
”SMK jurusan kecantikan,” jawabnya yakin.

”Oh, berarti cita-citamu mau buka salon kecantikan, dong?”
”Iya, hehehe…!” Debora tersenyum simpul.

Ayah dan ibunya tertawa setelah cita-cita sang anak terungkap lewat pertanyaan yang dibolak-balik.

Sejurus kemudian, Debora berkata, dirinya berniat memberi kesaksian tentang operasi kataraknya di gereja pada hari minggu, sebagai ucapan syukurnya kepada Tuhan.

Sementara sang ibu mengucapkan terima kasihnya pada Tuhan yang memberi jalan pada anaknya untuk operasi katarak gratis. ”Informasi tidak kami dapat dari pihak koramil maupun bidan desa, tapi Tuhan membuka jalan melalui pamannya. Terima kasih juga untuk pihak yang memfasilitasi operasi ini. Dan pada orang-orang yang mendoakan anak kami,” tutupnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/