31.7 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Disdik Sumut Siapkan Aplikasi Khusus

Rinawati Sianturi

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Kewenangan pengelolaan SMA/SMK sederajat yang kini berada di Pemerintah Provinsi (Pemprov) masih mengkhawatirkan, terutama soal potensi nepotisme. Untuk antisipasi, diperlukan sistem pengawasan yang baik.

“Saya kira kalau bicara suap (uang), mungkin orang sudah takut ya. Tapi yang masih mengkhawatirkan adalah faktor kedekatan, atau nepotisme,” tutur Anggota Komisi E DPRD Sumut Rinawati Sianturi, Minggu (29/1).

Menurut Rinawati, ukuran kecurangan dengan menggunakan kedekatan keluarga, kekerabatan atau emosional, seperti pertemanan, perlu menjadi perhatian pemerintah agar sistem yang dibangun untuk memperbaiki kualitas pengelolaan pendidikan, khususnya SMA/SMK sederajat oleh Pemprov Sumut, bisa berjalan sebagaimana diharapkan. “Legislatif juga akan ikut serta mengawasi pengelolaan SMA/SMK ini. Dengan sistem seleksi dan pengawasan yang ketat, kecurangan yang selama ini mungkin terjadi, bisa ditekan,” jelas Anggota Fraksi Partai Hanura ini.

Rinawati juga mengatakan, faktor ketakutan kepala sekolah kepada kepala dinas pendidikan saat masih dikelola pemerintah kabupaten/kota harus dihilangkan. Sebab, itulah yang menurutnya membuat pimpinan di sekolah sering tidak punya kuasa melawan tekanan dari luar terkait kebijakan, seperti seleksi penerimaan siswa baru.

Menjawab kekhawatiran tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Arsyad Lubis mengatakan, pihaknya tengah mempersiapkan antisipasi berupa aplikasi yang bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Aplikasi ini untuk menghindari nepotisme tadi. Jadi nanti akan ada ujian tertulis, ada ujian online,” bebernya.

Selain itu, seorang calon kepala sekolah nantinya akan dididik terlebih dulu di lembaga kompetensi, seperti Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), atau Badan Peningkatan Mutu Pendidikan (BPMP). Sehingga, setelah mengikuti pendidikan, baru seorang guru Aparatur Sipil Negara (ASN) bisa ikut seleksi pemilihan kepala sekolah saat dibutuhkan. “Jadi tidak bisa langsung jadi kepala sekolah, dididik dulu. Misalnya nanti kalau sudah ada yang pensiun, baru diambil dari yang sudah memenuhi persyaratan untuk jadi kepala sekolah tadi,” jelas Arsyad.

Hanya dengan aplikasi tersebut, lanjut Arsyad, seleksi dan penentuan, siapa yang akan menduduki jabatan pimpinan di SMA/SMK negeri di bawah kewenangan Pemprov Sumut nantinya, bisa terukur. Sebab melalui sistem ini, pertemuan tatap muka dihindari. “Begitu juga dengan sistem penerimaan siswa baru, kami juga sedang membangun sistem aplikasinya,” ungkapnya.

Ia juga berharap, dengan adanya aplikasi dimaksud, 2 masalah, yakni penentuan kepala sekolah dan penerimaan siswa baru di SMA/SMK bisa teratasi. Meskipun diakuinya, aplikasi masih tahap pengerjaan dan belum dibuka. “Ya, antisipasi itu sebagai masukan juga bagi sistem di Dinas Pendidikan Sumut. Jadi kami harapkan dua masalah itu bisa selesai. Walaupun tidak semua, tapi paling tidak kan angkanya menurun,” pungkas Arsyad. (bal/saz)

Rinawati Sianturi

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Kewenangan pengelolaan SMA/SMK sederajat yang kini berada di Pemerintah Provinsi (Pemprov) masih mengkhawatirkan, terutama soal potensi nepotisme. Untuk antisipasi, diperlukan sistem pengawasan yang baik.

“Saya kira kalau bicara suap (uang), mungkin orang sudah takut ya. Tapi yang masih mengkhawatirkan adalah faktor kedekatan, atau nepotisme,” tutur Anggota Komisi E DPRD Sumut Rinawati Sianturi, Minggu (29/1).

Menurut Rinawati, ukuran kecurangan dengan menggunakan kedekatan keluarga, kekerabatan atau emosional, seperti pertemanan, perlu menjadi perhatian pemerintah agar sistem yang dibangun untuk memperbaiki kualitas pengelolaan pendidikan, khususnya SMA/SMK sederajat oleh Pemprov Sumut, bisa berjalan sebagaimana diharapkan. “Legislatif juga akan ikut serta mengawasi pengelolaan SMA/SMK ini. Dengan sistem seleksi dan pengawasan yang ketat, kecurangan yang selama ini mungkin terjadi, bisa ditekan,” jelas Anggota Fraksi Partai Hanura ini.

Rinawati juga mengatakan, faktor ketakutan kepala sekolah kepada kepala dinas pendidikan saat masih dikelola pemerintah kabupaten/kota harus dihilangkan. Sebab, itulah yang menurutnya membuat pimpinan di sekolah sering tidak punya kuasa melawan tekanan dari luar terkait kebijakan, seperti seleksi penerimaan siswa baru.

Menjawab kekhawatiran tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Arsyad Lubis mengatakan, pihaknya tengah mempersiapkan antisipasi berupa aplikasi yang bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Aplikasi ini untuk menghindari nepotisme tadi. Jadi nanti akan ada ujian tertulis, ada ujian online,” bebernya.

Selain itu, seorang calon kepala sekolah nantinya akan dididik terlebih dulu di lembaga kompetensi, seperti Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), atau Badan Peningkatan Mutu Pendidikan (BPMP). Sehingga, setelah mengikuti pendidikan, baru seorang guru Aparatur Sipil Negara (ASN) bisa ikut seleksi pemilihan kepala sekolah saat dibutuhkan. “Jadi tidak bisa langsung jadi kepala sekolah, dididik dulu. Misalnya nanti kalau sudah ada yang pensiun, baru diambil dari yang sudah memenuhi persyaratan untuk jadi kepala sekolah tadi,” jelas Arsyad.

Hanya dengan aplikasi tersebut, lanjut Arsyad, seleksi dan penentuan, siapa yang akan menduduki jabatan pimpinan di SMA/SMK negeri di bawah kewenangan Pemprov Sumut nantinya, bisa terukur. Sebab melalui sistem ini, pertemuan tatap muka dihindari. “Begitu juga dengan sistem penerimaan siswa baru, kami juga sedang membangun sistem aplikasinya,” ungkapnya.

Ia juga berharap, dengan adanya aplikasi dimaksud, 2 masalah, yakni penentuan kepala sekolah dan penerimaan siswa baru di SMA/SMK bisa teratasi. Meskipun diakuinya, aplikasi masih tahap pengerjaan dan belum dibuka. “Ya, antisipasi itu sebagai masukan juga bagi sistem di Dinas Pendidikan Sumut. Jadi kami harapkan dua masalah itu bisa selesai. Walaupun tidak semua, tapi paling tidak kan angkanya menurun,” pungkas Arsyad. (bal/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/