25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Nenek 92 Tahun Ini Menangis Tersedu-sedu

Nenek Saulina boru Sitorus (92) bersama kerabatnya meninggalkan Pengadilan Negeri Balige, Senin (29/1). Dia divonis 14 hari karena menebang pohon durian milik saudaranya.

BALIGE, SUMUTPOS.CO  – Nenek berusia 92 tahun, Saulina boru Sitorus alias Oppu Linda, lemas dan menangis tersedu-sedu saat divonis hukuman penjara satu bulan 14 hari, oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Balige, Tobasamosir, Sumatera Utara, Senin (29/1/2018).

“Menurut kami, terdakwa harus menjalani hukuman satu bulan empat belas hari,” ujar Hakim Hakim Ketua, Marshal Tarigan di PN Balige, Tobasa, kemarin, lalu mengetuk palu sidang.

Mendengar vonis hakim, Saulina yang sehari-hari bertenun ulos itu, menyeka air matanya dengan sapu tangan berwarna putih, lalu menangis tersedu-sedu.

Perempuan yang akrab dipanggil Oppu Linda ini dinilai bersalah, karena menyuruh anak-anaknya menebang pohon yang dianggapnya mengganggu pembangunan tambak atau makam leluhur mereka, di Dusun Panamean, Desa Sampuara Kecamatan Uluan Toba Samosir. Namun penebangan pohon itu membuat saudaranya, Japaya Sitorus (70), merasa dirugikan. Ia pun dihadapkan ke jalur hukum.

Kasus ini menyedot perhatian masyarakat luas karena menyangkut usia Saulina yang sudah uzur. Maklum, Saulina harus menggunakan tongkat jika berjalan.

Sebelumnya, Saulina mengaku dirinya dan anak-anaknya pernah minta maaf kepada penggugat, Japaya Sitorus, yang masih terbilang saudaranya. Namun upaya damai tidak tercapai, karena pihaknya tidak sanggup menuruti nominal yang diminta Japaya. Di mana Japaya meminta uang ratusan juta sebagai syarat berdamai, dengan alasan kesal karena pohon miliknya ditebang, serta kerugian materil atas segala kerugian yang diakibatkan penebangan pohon tersebut.

Mereka pun dilaporkan ke polisi.

Enam anaknya ikut terseret kasus ini. Keenamnya telah divonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Balige dengan hukuman penjara 4 bulan 10 jari dipotong masa tahanan, pada Selasa (23/1/2018) lalu.

Keenam tervonis itu yakni Marbun Naiborhu (46), Bilson Naiborhu (60), Hotler Naiborhu (52), Luster Naiborhu (62), Maston Naiborhu (47) dan Jisman Naiborhu (45), masih harus menjalani sisa masa tahanan beberapa hari lagi.

Sebelumnya, Saulina mengaku, dirinya sudah mendapatkan izin dari empunya tanah wakaf tersebut. Dan kini dia hanya menginginkan anak-anaknya pulang dan kembali melanjutkan hidup bersama keluarganya masing-masing. Ia berharap dirinya saja yang dipenjara. Karena dia lah yang menyuruh anak-anaknya menebang tanaman-tanaman yang dianggap mengganggu pembangunan makam leluhurnya.

Menyikapi putusan Hakim, kuasa hukum Saulina, Boy Raja Marpaung mengatakan, pihaknya kecewa karena hakim tidak mengindahkan pembelaan atau pledoi yang mereka sampaikan pada persidangan sebelumnya.

Hakim juga dinilai terlalu ‘primitif’ dalam menyatakan bahwa Japaya adalah pemilik tanaman. Apalagi, hanya dengan keterangan saksi yang adalah dari anak dan istri Japaya sendiri. “Sementara banyak saksi yang rumahnya berdekatan dengan lokasi, menyatakan tidak pernah melihat Japaya menanam dan memanen hasil tanaman, yang menjadi barang bukti kasus,” ujarnya. (ntc/smg)

Nenek Saulina boru Sitorus (92) bersama kerabatnya meninggalkan Pengadilan Negeri Balige, Senin (29/1). Dia divonis 14 hari karena menebang pohon durian milik saudaranya.

BALIGE, SUMUTPOS.CO  – Nenek berusia 92 tahun, Saulina boru Sitorus alias Oppu Linda, lemas dan menangis tersedu-sedu saat divonis hukuman penjara satu bulan 14 hari, oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Balige, Tobasamosir, Sumatera Utara, Senin (29/1/2018).

“Menurut kami, terdakwa harus menjalani hukuman satu bulan empat belas hari,” ujar Hakim Hakim Ketua, Marshal Tarigan di PN Balige, Tobasa, kemarin, lalu mengetuk palu sidang.

Mendengar vonis hakim, Saulina yang sehari-hari bertenun ulos itu, menyeka air matanya dengan sapu tangan berwarna putih, lalu menangis tersedu-sedu.

Perempuan yang akrab dipanggil Oppu Linda ini dinilai bersalah, karena menyuruh anak-anaknya menebang pohon yang dianggapnya mengganggu pembangunan tambak atau makam leluhur mereka, di Dusun Panamean, Desa Sampuara Kecamatan Uluan Toba Samosir. Namun penebangan pohon itu membuat saudaranya, Japaya Sitorus (70), merasa dirugikan. Ia pun dihadapkan ke jalur hukum.

Kasus ini menyedot perhatian masyarakat luas karena menyangkut usia Saulina yang sudah uzur. Maklum, Saulina harus menggunakan tongkat jika berjalan.

Sebelumnya, Saulina mengaku dirinya dan anak-anaknya pernah minta maaf kepada penggugat, Japaya Sitorus, yang masih terbilang saudaranya. Namun upaya damai tidak tercapai, karena pihaknya tidak sanggup menuruti nominal yang diminta Japaya. Di mana Japaya meminta uang ratusan juta sebagai syarat berdamai, dengan alasan kesal karena pohon miliknya ditebang, serta kerugian materil atas segala kerugian yang diakibatkan penebangan pohon tersebut.

Mereka pun dilaporkan ke polisi.

Enam anaknya ikut terseret kasus ini. Keenamnya telah divonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Balige dengan hukuman penjara 4 bulan 10 jari dipotong masa tahanan, pada Selasa (23/1/2018) lalu.

Keenam tervonis itu yakni Marbun Naiborhu (46), Bilson Naiborhu (60), Hotler Naiborhu (52), Luster Naiborhu (62), Maston Naiborhu (47) dan Jisman Naiborhu (45), masih harus menjalani sisa masa tahanan beberapa hari lagi.

Sebelumnya, Saulina mengaku, dirinya sudah mendapatkan izin dari empunya tanah wakaf tersebut. Dan kini dia hanya menginginkan anak-anaknya pulang dan kembali melanjutkan hidup bersama keluarganya masing-masing. Ia berharap dirinya saja yang dipenjara. Karena dia lah yang menyuruh anak-anaknya menebang tanaman-tanaman yang dianggap mengganggu pembangunan makam leluhurnya.

Menyikapi putusan Hakim, kuasa hukum Saulina, Boy Raja Marpaung mengatakan, pihaknya kecewa karena hakim tidak mengindahkan pembelaan atau pledoi yang mereka sampaikan pada persidangan sebelumnya.

Hakim juga dinilai terlalu ‘primitif’ dalam menyatakan bahwa Japaya adalah pemilik tanaman. Apalagi, hanya dengan keterangan saksi yang adalah dari anak dan istri Japaya sendiri. “Sementara banyak saksi yang rumahnya berdekatan dengan lokasi, menyatakan tidak pernah melihat Japaya menanam dan memanen hasil tanaman, yang menjadi barang bukti kasus,” ujarnya. (ntc/smg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/