26 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Siswa SD Kejang Usai Divaksin, Ombudsman Sumut Duga Ada Kesalahan SOP

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut), menyoroti kasus dugaan kesalahan standar operasional prosedur (SOP) vaksinasi yang dialami Iqbal Zulkarnaen (10), pelajar SD di Dusun 4, Desa Petumbukan, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang.

Akibat dugaan kesalahan SOP pada vaksinasi tersebut, Iqbal mengalami kejang-kejang dan muntah mengeluarkan buih, usai divaksin.

Kepala Ombudsman Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, berdasarkan penjelasan ibu korban, terkait rangkaian mulai proses vaksinasi hingga anaknya kejang-kejang, patut diduga, kondisi tersebut terjadi akibat korban divaksin.

“Kalau jarak antara pelaksanaan vaksinasi sampai anaknya kejang-kejang itu, sekitar 4 jam. Anaknya diketahui kejang-kejang saat tidur siang. Dari jarak itu, menguatkan dugaan, penyebabnya karena divaksin,” ungkap Abyadi, saat dimintai tanggapannya, Selasa (29/3).

Abyadi juga menjelaskan, menurut ibu korban, tim medis yang menyuntikkan vaksin, sebelumnya tidak ada bertanya kepada ibu korban tentang riwayat penyakit anak.

Padahal, sebagaimana diketahui, menanyakan riwayat penyakit setiap orang yang akan divaksin adalah standar operasional prosedur (SOP) yang harus ketat diterapkan untuk menghindari dampak buruk dari vaksin.

“Pemerintah setempat harus bertanggung jawab untuk memberi penjelasan medis secara jujur terkait masalah ini, baik mulai proses vaksinasi, sampai penjelasan dampak medik,” tuturnya.

Selain itu, pemerintah setempat juga harus bertanggung jawab untuk mengobati anak untuk pemulihannya dan bertanggung jawab soal pembiayaan selama pena-nganan medis. Apalagi, anak itu dari keluarga kurang mampu.

“Jika ditemukan kesalahan SOP, harus ada mekanisme sanksi. Jangan hanya mengejar target jumlah vaksinasi tanpa memperhatikan aspek kehati-hatian dalam pelaksanaannya,” tegas Abyadi.

Menurut Abyadi, pemerintah daerah harus segera menghentikan kebijakan yang ‘menyandera’ masyarakat mengakses layanan publik, termasuk di bidang pendidikan.

“Kasihan masyarakat, siapa yang mau anaknya seperti ini? Presiden diharapkan segera mencabut Perpres Nomor 99/2020, tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Ini juga seiring dengan semakin menurunnya jumlah pasien terkonfirmasi. Perpres ini diduga yang menjadi dasar adanya kebijakan beberapa pemerintah daerah yang ‘menyandera’ masyarakat mengakses layanan publik bila tidak divaksin,” pungkasnya. (ris/saz)

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut), menyoroti kasus dugaan kesalahan standar operasional prosedur (SOP) vaksinasi yang dialami Iqbal Zulkarnaen (10), pelajar SD di Dusun 4, Desa Petumbukan, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang.

Akibat dugaan kesalahan SOP pada vaksinasi tersebut, Iqbal mengalami kejang-kejang dan muntah mengeluarkan buih, usai divaksin.

Kepala Ombudsman Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, berdasarkan penjelasan ibu korban, terkait rangkaian mulai proses vaksinasi hingga anaknya kejang-kejang, patut diduga, kondisi tersebut terjadi akibat korban divaksin.

“Kalau jarak antara pelaksanaan vaksinasi sampai anaknya kejang-kejang itu, sekitar 4 jam. Anaknya diketahui kejang-kejang saat tidur siang. Dari jarak itu, menguatkan dugaan, penyebabnya karena divaksin,” ungkap Abyadi, saat dimintai tanggapannya, Selasa (29/3).

Abyadi juga menjelaskan, menurut ibu korban, tim medis yang menyuntikkan vaksin, sebelumnya tidak ada bertanya kepada ibu korban tentang riwayat penyakit anak.

Padahal, sebagaimana diketahui, menanyakan riwayat penyakit setiap orang yang akan divaksin adalah standar operasional prosedur (SOP) yang harus ketat diterapkan untuk menghindari dampak buruk dari vaksin.

“Pemerintah setempat harus bertanggung jawab untuk memberi penjelasan medis secara jujur terkait masalah ini, baik mulai proses vaksinasi, sampai penjelasan dampak medik,” tuturnya.

Selain itu, pemerintah setempat juga harus bertanggung jawab untuk mengobati anak untuk pemulihannya dan bertanggung jawab soal pembiayaan selama pena-nganan medis. Apalagi, anak itu dari keluarga kurang mampu.

“Jika ditemukan kesalahan SOP, harus ada mekanisme sanksi. Jangan hanya mengejar target jumlah vaksinasi tanpa memperhatikan aspek kehati-hatian dalam pelaksanaannya,” tegas Abyadi.

Menurut Abyadi, pemerintah daerah harus segera menghentikan kebijakan yang ‘menyandera’ masyarakat mengakses layanan publik, termasuk di bidang pendidikan.

“Kasihan masyarakat, siapa yang mau anaknya seperti ini? Presiden diharapkan segera mencabut Perpres Nomor 99/2020, tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Ini juga seiring dengan semakin menurunnya jumlah pasien terkonfirmasi. Perpres ini diduga yang menjadi dasar adanya kebijakan beberapa pemerintah daerah yang ‘menyandera’ masyarakat mengakses layanan publik bila tidak divaksin,” pungkasnya. (ris/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/