HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara (Sumut), meminta Pemkab Humbanghasundutan (Humbahas) agar memberikan solusi konkret atas persoalan banjir yang ada di kawasan tersebut, khususnya pada Kecamatan Baktiraja. Bukan hanya memberikan pandangan yang berbeda tentang penyebab banjir.
“Sebaiknya, selaku pemerintah harus menunjukkan teladan kepada masyarakat, dengan memberikan solusi konkret atas permasalahan banjir tersebut,” ungkap Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Rianda Purba, dalam keterangan tertulis, Senin (27/11) lalu.
Rianda juga mengatakan, Pemkab Humbahas boleh memberikan pandangan berbeda soal penyebab banjir di Kecamatan Baktiraja, namun dengan data yang konkret.
“Sebab, permasalahan banjir yang ada di Kecamatan Baktiraja dan Kabupaten Samosir, itu terjadi karena berkurangnya wilayah tangkapan air (catchment area) di hulu sungai,” jelasnya.
“Silakan saja bagi pemerintah mengatakan itu, tapi ada sebab yang fundamental, banjir tersebut terjadi karena berkurangnya wilayah tangkapan air di hulu sungai,” imbuh Rianda.
Rianda juga menjelaskan, melalui analisis peta tutupan hutan, dan analisis peta alur sungai, hulu dari desa terdampak banjir itu, merupakan dari kawasan bentang alam Tele. Sementara bentang Tele ini, memiliki fungsi ekologis yang sangat penting untuk kawasan danau toba. Dan bentang ini, adalah kawasan hutan terakhir yang masih mungkin untuk diselamatkan, dan keberlanjutan stabilisasi iklim, kontrol debit air Danau Toba, danau vulkanik terluas di dunia.
Dia pun mengatakan, selain bentang ini telah memiliki fungsi ekologis, juga punya fungsi penting untuk memastikan keselamatan puluhan desa di pinggiran Danau Toba. “Saat ini bentang Tele menghadapi ancaman, karena adanya kegiatan ilegal oleh perusahaan-perusahaan yang berada di sekitar kawasan tersebut,” tutur Rianda.
“Walhi Sumut turut berduka atas kejadian banjir ini. Dan bagi kami, tentu persoalan yang sudah terjadi ini harus menjadi pembelajaran bagi kita semua, termasuk pemerintah. Agar pemerintah segera menyelesaikan persoalan banjir secara holistik, yakni dengan mengembalikan fungsi hutan di kawasan bentang Tele. Jika ada perusahaan beroperasi di areal tersebut, pemerintah harus mencabut izinnya, dan mengembalikan fungsinya sebagai upaya mitigasi bencana banjir di masa depan,” harapnya.
Diberitakan sebelumnya, 2 pejabat di lingkup Pemkab Humbahas, berbeda pendapat soal penyebab banjir yang masuk ke pemukiman warga di 4 desa pada Kecamatan Baktiraja, 14 November 2023 lalu. Mulanya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Halomoan Manullang mengaku, satu penyebab banjir karena hujan deras terus menurus di kawasan tersebut. Sehingga debit air terlalu banyak yang akhirnya menyebabkan banjir. “Debit air yang cukup banyak, melebihi volume dari biasanya,” katanya.
Sayangnya, DLH Kabupaten Humbahas tidak dapat menjelaskan faktor yang menyebabkan hujan tersebut. Halomoan mengaku, hanya menjelaskan sesuai kasat mata, karena hujan yang terjadi terus menerus, dan tak ada melakukan investigasi atau penelusuran pasca-banjir.
“Kalau soal hujan, yang punya data itu BMKG. Hanya penjelasan dari kasat mata, karena turun hujan terus menerus. Dan untuk investigasi, bukan tupoksi kami (DLH),” imbuhnya.
Bahkan, dia sendiri mengaku tidak tahu ada faktor lain penyebab banjir. Dengan alasan, dia belum mengetahuinya. “Belum dapat kita ketahui,” jelasnya, ketika disinggung soal faktor lain tersebut.
Namun, Kepala Pelaksana BPBD Benthon Lumbangaol, berbeda pendapat dengan Halomoan. Menurut Benthon, banjir yang terjadi diakibatkan adanya degradasi hutan di hulu, serta curah hujan yang tinggi, sehingga sungai tidak dapat menampung debit air yang cukup besar. “Ini akibat adanya degradasi hutan di hulu, dan curah hujan yang tinggi,” sebutnya. (des/saz)
Namun sayang, saat ditanya soal di mana lokasi tepatnya hutan yang terdegradasi, dan apakah terjadi alih fungsi lahan hutan, dan bagaimana kondisi di hilir hutan, Benthon belum memberikan jawaban. (des/saz)