SUMUTPOS.CO – “Ada sekitar 3000-an umpasa dan umpama Batak yang saat ini berangsur-angsur punah. Padahal nilai-nilai orang Batak, banyak tersirat di sana,” kata akademisi sejarah dari Unimed, Flores Tanjung, dalam seminar kebangsaan yang digelar Jong Bataks Arts Festival pada hari ke-4, di Sanggar Tari Taman Budaya Sumatera Utara, 29 Oktober 2014.
Kenyataan itu, kata Flores, jelas merupakan kemunduran budaya. ”Inilah yang membuat tidak ada lagi tokoh Batak yang menonjol, khususnya setelah kemerdekaan,” jelas Flores.
Ia juga menyoroti tentang dekadansi nilai-nilai budaya Batak. Visi orang Batak seperti yang tertuang dalam istilah hamoraon, hagabeon dan hasangapon, seolah-olah melulu soal finansial. Padahal kekayaan orang Batak ada pada sikap dan kepribadiannya.
”Tetapi sekarang, pemaknaan itu telah berubah. Kemapanan bagi orang Batak melulu dikaitkan dengan finansial. Begitu juga dengan seni dan budayanya. Semakin hari, orang Batak semakin mengalami krisis kebudayaan,” katanya.
Kemunduran serta krisis yang dialami orang Batak, ditinjau dari perspektif berbeda oleh pembicara ketiga, Dosen IAIN, Irwansyah. Irwansyah justru mencurigai kemunduran orang Batak telah dimulai sejak masuknya misioner. Irwansyah mengatakan, sejarah orang Batak kerap ditutupi konspirasi.
“Perjalanan sejarah Batak seringkali ditutupi berbagai konspirasi dunia. Termasuk dugaan konspirasi misioner Jerman dengan kolonial Belanda, khususnya ketika di masa Sisingamangaraja XII,” jelas Irwansyah.
Lebih tegas Irwansyah mengatakan, jika agama boleh saja pindah, tapi tidak dengan budaya. Ditambahkan Irwansyah, mestinya Batak tidak terpecah hanya karena dengan agama. Sebab Batak sudah lebih dulu ada sebelum agama impor masuk. (rel/mea)