31.7 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Tim Saber Uber Otak Pelaku Pungli di Belawan

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos Aktifitas pekerja pelabuhan di BICT Belawan, Minggu (21/8) lalu. Dwelling time di Pelabuhan Belawan masih 7-8 hari, dibarengi pungli. Untuk menyelidikinya, Poldasu membentuk timsus.
Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Aktifitas pekerja pelabuhan di BICT Belawan, Minggu (21/8) lalu. Dwelling time di Pelabuhan Belawan masih 7-8 hari, dibarengi pungli. Untuk menyelidikinya, Poldasu membentuk timsus.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di tengah upaya Tim Sapu Bersih (Saber) Mabes Polri dan Poldasu memburu otak pelaku praktik pungli di Pelabuhan Belawan, saat itu juga importir mengeluhkan pembengkakan biaya penyimpanan peti kemas.

Hingga Rabu (2/11), Tim Saber terus mengusut pungli di Pelabuhan Belawan, bahkan setelah Poldasu menetapkan dua tersangka praktik pungli di Pelabuhan Belawan yang melibatkan, FHS dan SPM pengurus Primkop Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Upaya Karya. Diinformasikan, Tim Saber sudah menangkap otak pelaku praktik pungli, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Perhubungan, Am yang juga manajer Unit Usaha Jasa Bongkar Muat (UUJBM) Koperasi TKBM Upaya Karya.

Kepala Bidang Humas Poldasu, Kombes Pol Rina Sari Ginting, melalui Kasubbid Penerangan Masyarakat (Penmas) Poldasu, AKBP MP Nainggolan belum bersedia membuka lanjutan penangkapan Tim Saber Mebes Polri dan Poldasu, pada Rabu (2/11). “Besok saja (hari ini,red) dengar langsung dari Kapoldasu. Hingga kini tim masih terus bekerja,” ujarnya.

Adanya pengusutan itu, PT Pelindo I juga menekan angka dwelling time menjadi 2,5 hari. Dampaknya, pengusaha importir mulai mengeluh karena pengusaha harus mengeluarkan ongkos penumpukan tambahan di buffer zone IKD Belawan. “Di Belawan ini, ongkos logistiknya kok semakin tinggi. Padahal, kinerja petugas yang lambat, tapi pengusaha yang terjebak biaya progresif,” ujar, AR Panjaitan seorang importir, Rabu (2/11).

Menurut dia, biaya progresif sebesar 100 hingga 700 persen dari tarif penumpukan petikemas dengan alasan menekan angka dwelling time di BICT, dinilai bukanlah solusi tepat. Tapi, justru menambah beban biaya tinggi ditanggung oleh pengusaha. “Penumpukan petikemas di terminal BICT sekarang ini paling lama 1 x 24 jam. Jika pemeriksaan tidak selesai, petikemas dipindahkan ke buffer zone dan dilanjutkan disana, ini yang menimbulkan ongkos tambahan,” katanya.

Pemindahan petikemas ke area buffer zone IKD pelabuhan Belawan, serta biaya progresif yang dibebankan ke pengusaha tersebut mulai diberlakukan setelah surat edaran BICT PT Pelindo I Nomor.US.15/I/7/BICT.16.TU dikeluarkan, pada akhir bulan September 2016 lalu.

“Importir sulit menghindari tarif progresif ini, karena proses pengurusan dokumen dan barang oleh petugas Bea Cukai, karantina dan lainnya itu perlu waktu,” ungkap Panjaitan.

Cororate Secretary PT Pelindo I, M Eriansyah Boy mengatakan, pemberlakukan biaya progresif bertujuan untuk menekan waktu dwelling time 2,5 hari, supaya petikemas tidak sampai berlama-lama menumpuk dan berada di area terminal BICT.

“Kalau lebih dari 1 x 24 jam berada di terminal BICT, kita pindahkan ke buffer zone IKD Belawan. Tentunya biaya progresif ditanggung pengusaha,” ujarnya.

Proses pemindahan itu sebut, Eriansyah dilakukan apabila pemeriksaan terhadap barang maupun dokumen telah selesai dilakukan petugas, dan disertai adanya Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB) dan Surat Pengeluaran Petikemas (SPP).

“Kalau memang SPPB dan SPP-nya sudah keluar, tapi proses trucking lambat. Maka upaya pemindahan ke buffer zone IKD Belawan kita lakukan,” terangnya.

Dia menambahkan, dalam menekan angka dwelling time di BICT, PT Pelindo I selaku pengelola jasa kepelabuhanan meminta dukungan dari instansi terkait seperti Bea Cukai, Karantina dan lainnya. “Soal dwelling time ini kita minta dukungan dari intansi terkait, agar proses pemeriksaan barang dan dokumen bisa berlangsung cepat,” pungkasnya.

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos Aktifitas pekerja pelabuhan di BICT Belawan, Minggu (21/8) lalu. Dwelling time di Pelabuhan Belawan masih 7-8 hari, dibarengi pungli. Untuk menyelidikinya, Poldasu membentuk timsus.
Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Aktifitas pekerja pelabuhan di BICT Belawan, Minggu (21/8) lalu. Dwelling time di Pelabuhan Belawan masih 7-8 hari, dibarengi pungli. Untuk menyelidikinya, Poldasu membentuk timsus.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di tengah upaya Tim Sapu Bersih (Saber) Mabes Polri dan Poldasu memburu otak pelaku praktik pungli di Pelabuhan Belawan, saat itu juga importir mengeluhkan pembengkakan biaya penyimpanan peti kemas.

Hingga Rabu (2/11), Tim Saber terus mengusut pungli di Pelabuhan Belawan, bahkan setelah Poldasu menetapkan dua tersangka praktik pungli di Pelabuhan Belawan yang melibatkan, FHS dan SPM pengurus Primkop Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Upaya Karya. Diinformasikan, Tim Saber sudah menangkap otak pelaku praktik pungli, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Perhubungan, Am yang juga manajer Unit Usaha Jasa Bongkar Muat (UUJBM) Koperasi TKBM Upaya Karya.

Kepala Bidang Humas Poldasu, Kombes Pol Rina Sari Ginting, melalui Kasubbid Penerangan Masyarakat (Penmas) Poldasu, AKBP MP Nainggolan belum bersedia membuka lanjutan penangkapan Tim Saber Mebes Polri dan Poldasu, pada Rabu (2/11). “Besok saja (hari ini,red) dengar langsung dari Kapoldasu. Hingga kini tim masih terus bekerja,” ujarnya.

Adanya pengusutan itu, PT Pelindo I juga menekan angka dwelling time menjadi 2,5 hari. Dampaknya, pengusaha importir mulai mengeluh karena pengusaha harus mengeluarkan ongkos penumpukan tambahan di buffer zone IKD Belawan. “Di Belawan ini, ongkos logistiknya kok semakin tinggi. Padahal, kinerja petugas yang lambat, tapi pengusaha yang terjebak biaya progresif,” ujar, AR Panjaitan seorang importir, Rabu (2/11).

Menurut dia, biaya progresif sebesar 100 hingga 700 persen dari tarif penumpukan petikemas dengan alasan menekan angka dwelling time di BICT, dinilai bukanlah solusi tepat. Tapi, justru menambah beban biaya tinggi ditanggung oleh pengusaha. “Penumpukan petikemas di terminal BICT sekarang ini paling lama 1 x 24 jam. Jika pemeriksaan tidak selesai, petikemas dipindahkan ke buffer zone dan dilanjutkan disana, ini yang menimbulkan ongkos tambahan,” katanya.

Pemindahan petikemas ke area buffer zone IKD pelabuhan Belawan, serta biaya progresif yang dibebankan ke pengusaha tersebut mulai diberlakukan setelah surat edaran BICT PT Pelindo I Nomor.US.15/I/7/BICT.16.TU dikeluarkan, pada akhir bulan September 2016 lalu.

“Importir sulit menghindari tarif progresif ini, karena proses pengurusan dokumen dan barang oleh petugas Bea Cukai, karantina dan lainnya itu perlu waktu,” ungkap Panjaitan.

Cororate Secretary PT Pelindo I, M Eriansyah Boy mengatakan, pemberlakukan biaya progresif bertujuan untuk menekan waktu dwelling time 2,5 hari, supaya petikemas tidak sampai berlama-lama menumpuk dan berada di area terminal BICT.

“Kalau lebih dari 1 x 24 jam berada di terminal BICT, kita pindahkan ke buffer zone IKD Belawan. Tentunya biaya progresif ditanggung pengusaha,” ujarnya.

Proses pemindahan itu sebut, Eriansyah dilakukan apabila pemeriksaan terhadap barang maupun dokumen telah selesai dilakukan petugas, dan disertai adanya Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB) dan Surat Pengeluaran Petikemas (SPP).

“Kalau memang SPPB dan SPP-nya sudah keluar, tapi proses trucking lambat. Maka upaya pemindahan ke buffer zone IKD Belawan kita lakukan,” terangnya.

Dia menambahkan, dalam menekan angka dwelling time di BICT, PT Pelindo I selaku pengelola jasa kepelabuhanan meminta dukungan dari instansi terkait seperti Bea Cukai, Karantina dan lainnya. “Soal dwelling time ini kita minta dukungan dari intansi terkait, agar proses pemeriksaan barang dan dokumen bisa berlangsung cepat,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/