“Ada banyak faktor pemicu kenaikan harga yang harus ditanggung saat terjadi hujan lebat. Dimulai dari kondisi jalan yang sulit dilalui, beban barang yang dibawa menjadi lebih berat karena harus menampung air hujan dan dalam kondisi tertentu harus dibatalkan. Hingga, cabai yang telah dipanen jika terus terkena air maka akan cepat busuk,” papar Gunawan.
Di sisi lain, kata dia, intensitas hujan yang tinggi juga bisa menekan produktivitas petani. Kombinasi sejumlah faktor tersebut mengakibatkan harga cabai sulit untuk diturunkan. Padahal, dua pekan silam harga cabai merah sempat anjlok hingga ke harga Rpp30 ribuan per Kg. Namun berbalik naik seiring dengan cuaca yang kurang mendukung.
Menurutnya, pasokan cabai saat ini banyak didominasi dari Berastagi yang notabene memiliki jalur distribusi yang tidak sebaik jalur distribusi dari wilayah lain. Sementara, cabai yang disuplai dari wilayah lain seperti Aceh, Siantar dan beberapa wilayah lain di luar Kab Karo juga menipis, sehingga harga cabai sulit untuk dikendalikan.
Lebih lanjut diutarakan Gunawan, untuk harga daging ayam terpantau stabil dalam rentang Rp26 ribu hingga Rp28 ribu per kg. Dengan kata lain, tidak mengalami gejolak harga yang signifikan. Namun begitu, beberapa pedagang hanya mengeluhkan adanya perbedaan harga daging ayam di masing-masing distributor. Perbedaan tersebut mengakibatkan beberapa pedagang menjual barang dagangannya lebih mahal Rp1.000 dibandingkan dengan pedagang lain.
“Secara keseluruhan selama bulan lalu (September), harga pangan di Sumut terpantau stabil. Tidak mengalami gejolak harga yang signifikan, kecuali harga cabai merah. Jadi, saya melihat potensi laju tekanan inflasi yang ditimbulkan dari harga pangan pokok masyarakat belum akan memberikan dampak yang besar terhadap potensi tekanan yang tinggi,” tukasnya. (ris/ila)