28.9 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Jengkol Rp60 Ribu per Kg Dari Sumut Diekspor ke ASEAN dan Eropa

Jengkol Rp60 Ribu per Kg Dari Sumut Diekspor ke ASEAN dan Eropa
Jengkol Rp60 Ribu per Kg
Dari Sumut Diekspor
ke ASEAN dan Eropa

MEDAN- Tren harga jengkol mahal juga terjadi di sejumlah pasar tradisional di Kota Medan. Bila semula harga per kilogramnya Rp20 ribu, kini mencapai 60 ribu.
Pantau Sumut Pos di beberapa Pusat Pasar tradisional, Rabu (5/6), beberapa pedagang mengakui bahwa pasokan jengkol dari distributor memang berkurang. Seperti yang dikatakan Ziah, seorang pedagang Pusat Pasar Medan. “Harga normalnya hanya Rp15 ribu perkilo, paling mahal pun hanya Rp20 ribu. Harga sejak Senin (3/6) menjadi Rp50 ribu dan hari ini (Rabu, 5/6) mencapai Rp60 ribu per kilonya,” katanya.
Diungkapkan Ziah, harga jengkol tidak stabil sejak dua bulan lalu. “Ketidakstabilan harga telah terasa sejak dua bulan lalu. Kadang pasokan berkurang hingga 70 persen. Semula kita dapat jatah 100 kilo menjadi hanya 50 kilo bahkan 30 kilo. Pasokan yang sedikit ini disusul dengan harga beli pedagang ke distributor melonjak hingga dua kali lipat,” tukasnya.
Hal yang sama diungkapkan Rida Nasution, pedagang di Pasar Sukaramai. Dikatakannya, menurut distributor langganannya, kelangkaan jengkol akibat berkurangnya hasil panen jengkol yang kebanyakan didatangkan dari Lampung dan Palembang.
“Kata distributor langganan saya, perkebunan yang memproduksi jengkol sudah beralih tanam menjadi perkebunan kelapa sawit bahkan lahannya dijadikan lahan perumahan oleh pengambang,” tuturnya.
Penjual sate jengkol pun terkena imbas. Ratni, penjual sate jengkol seputaran Kantor Pos Medan merasa kewalahan dengan mahalnya harga bahan baku jengkol. Dia mengakui terpaksa menaikkan harga jengkol dagangannya yang semula hanya Rp1.500 per tusuk, kini menjadi Rp3 ribu pertusuk.
“Saya juga kewalahan menstabilkan dagangan saya, karena kalau jengkol selalu dicari orang. Maka kalaupun untung dari jengkol gak ada maka saya ambil untuk dari dagangan saya yang lain seperti sate telur puyuh dan mi pecal,” ungkapnya.
Sementara, komoditi jengkol ini ternyata komoditi ekspor dari Sumut. Kepala Seksi Hasil Pertanian dan Pertambangan Disperindag Sumut, Fitra Kurnia menjelaskan bahwa memang benar kalau jengkol merupakan komoditi hortikultura yang diekspor. Untuk nilai ekspor sendiri tidak dapat menjelaskan karena tidak terdaftar di statistik. Ada dugaan, kelangkaan pasokan jengkol di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan ekspor.
“Ekspor jengkol ada, tapi lewat pelabuhan kecil yang ada di Pantai Timur dengan tujuan negara ASEAN seperti Malaysia dan Singapura, jadi tdk tercatat di statistik. Kalau untuk ke Eropa dikirim melalui udara dengan jasa EMKU,” ungkapnya. (mag-9)

Jengkol Rp60 Ribu per Kg Dari Sumut Diekspor ke ASEAN dan Eropa
Jengkol Rp60 Ribu per Kg
Dari Sumut Diekspor
ke ASEAN dan Eropa

MEDAN- Tren harga jengkol mahal juga terjadi di sejumlah pasar tradisional di Kota Medan. Bila semula harga per kilogramnya Rp20 ribu, kini mencapai 60 ribu.
Pantau Sumut Pos di beberapa Pusat Pasar tradisional, Rabu (5/6), beberapa pedagang mengakui bahwa pasokan jengkol dari distributor memang berkurang. Seperti yang dikatakan Ziah, seorang pedagang Pusat Pasar Medan. “Harga normalnya hanya Rp15 ribu perkilo, paling mahal pun hanya Rp20 ribu. Harga sejak Senin (3/6) menjadi Rp50 ribu dan hari ini (Rabu, 5/6) mencapai Rp60 ribu per kilonya,” katanya.
Diungkapkan Ziah, harga jengkol tidak stabil sejak dua bulan lalu. “Ketidakstabilan harga telah terasa sejak dua bulan lalu. Kadang pasokan berkurang hingga 70 persen. Semula kita dapat jatah 100 kilo menjadi hanya 50 kilo bahkan 30 kilo. Pasokan yang sedikit ini disusul dengan harga beli pedagang ke distributor melonjak hingga dua kali lipat,” tukasnya.
Hal yang sama diungkapkan Rida Nasution, pedagang di Pasar Sukaramai. Dikatakannya, menurut distributor langganannya, kelangkaan jengkol akibat berkurangnya hasil panen jengkol yang kebanyakan didatangkan dari Lampung dan Palembang.
“Kata distributor langganan saya, perkebunan yang memproduksi jengkol sudah beralih tanam menjadi perkebunan kelapa sawit bahkan lahannya dijadikan lahan perumahan oleh pengambang,” tuturnya.
Penjual sate jengkol pun terkena imbas. Ratni, penjual sate jengkol seputaran Kantor Pos Medan merasa kewalahan dengan mahalnya harga bahan baku jengkol. Dia mengakui terpaksa menaikkan harga jengkol dagangannya yang semula hanya Rp1.500 per tusuk, kini menjadi Rp3 ribu pertusuk.
“Saya juga kewalahan menstabilkan dagangan saya, karena kalau jengkol selalu dicari orang. Maka kalaupun untung dari jengkol gak ada maka saya ambil untuk dari dagangan saya yang lain seperti sate telur puyuh dan mi pecal,” ungkapnya.
Sementara, komoditi jengkol ini ternyata komoditi ekspor dari Sumut. Kepala Seksi Hasil Pertanian dan Pertambangan Disperindag Sumut, Fitra Kurnia menjelaskan bahwa memang benar kalau jengkol merupakan komoditi hortikultura yang diekspor. Untuk nilai ekspor sendiri tidak dapat menjelaskan karena tidak terdaftar di statistik. Ada dugaan, kelangkaan pasokan jengkol di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan ekspor.
“Ekspor jengkol ada, tapi lewat pelabuhan kecil yang ada di Pantai Timur dengan tujuan negara ASEAN seperti Malaysia dan Singapura, jadi tdk tercatat di statistik. Kalau untuk ke Eropa dikirim melalui udara dengan jasa EMKU,” ungkapnya. (mag-9)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/