29 C
Medan
Thursday, March 6, 2025

Penumpang Asal Medan Bisa Menuntut

Foto: Manahan/PM Penumpang Citilink mengamuk di counter ticketing Citilink di bandara Kualanamu Sumut, Rabu, (7/1/2015).
Foto: Manahan/PM
Penumpang Citilink mengamuk di counter ticketing Citilink di bandara Kualanamu Sumut, Rabu, (7/1/2015).

SUMUTPOS.CO – Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menilai ditundanya penerbangan Citilink rute Medan-Halim Perdana Kusuma dan AirAsia Medan-Palembang, Selasa (6/1) lalu, disebabkan buruknya sistem administrasi perizinan dunia penerbangan di tanah air.

Akibatnya, masyarakat yang dalam hal ini calon penumpang, kembali menjadi korban. Padahal pada dasarnya ke dua maskapai tersebut memiliki slot terbang. Hanya saja terkait izin rute, tetap harus dimintakan kepada Kementerian Perhubungan. Di sinilah kemudian diduga menjadi celah mafia perijiinan bermain.

“Slotnya ada. Tapi kan katanya terkait aturan jadwal terbang, itu minta ke Kemenhub. Jadi kalau prosesnya lama, ini kemudian menjadi celah,” katanya menjawab koran ini di Jakarta, Kamis (8/1).

Saat ditanya bagaimana nasib penumpang yang tertunda keberangkatannya hanya karena pesawat tak memiliki izin rute terbang, Agus mengatakan dapat mengajukan gugatan. “Kalau mau masyarakat bisa menuntut. Karena ditelantarkan,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan, menilai alasan penundaan penerbangan karena tidak ada izin rute, sangat aneh. “Ini sangat janggal dan lucu kalau alasan pelarangan masalah izin rute. Apalagi maskapainya berani jual tiket. Kalau saya sih melihatnya semua bisa diatur di Indonesia,” ujarnya.

Tigor menduga selama ini telah terjadi pola permainan mafia perijinan rute terbang yang melibatkan sejumlah oknum. Mulai dari oknum dari pihak maskapai penerbangan maupun otorita penerbangan di Indonesia. “Nah permainan mafia penerbangan inilah yang harus dibongkar tuntas oleh menteri perhubungan,” katanya.

Jadi tidak sekadar melarang pesawat untuk terbang, sementara tidak memikirkan nasib para penumpang yang terlanjur membeli tiket. Karena walau bagaimanapun, adalah tugas dari pemerintah memberi pelayanan kepada masyarakatnya. “Bagi penumpang sudah beli tiket bisa menuntut pihak maskapai. Bukan hanya kerugian pembelian tiket saja. Tapi juga kerugian lain akibat batalnya perjalanan mereka,” katanya.

Menurut Tigor, calon penumpang bisa menuntut maskapai mulai dari pengembalian kerugian tiket, biaya akomodasi rencana perjalanan yang batal, serta kerugian imateril lainnya.

“Sebagai pejabat publik, pemerintah dalam hal ini Menteri Perhubungan jangan mudah menyalahkan orang lain. Pemerintah juga jangan buru-buru membekukan sementara izin terbang. Walaupun misalnya seperti AirAsia, terlihat lakukan kesalahan prosedur,” katanya.

Terpisah, dugaan adanya cincai-cincai yang pengurusan izin rute penerbangan maskapai semakin menguat. Untuk membuka pintu masuk membongkar dugaan patgulitan itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengajukan gugatan ke maskapai AirAsia, menyusul tragedi QZ8501 yang terbang dari Surabaya ke Singapura pada Minggu, 28 Desember 2014.

Pasalnya, terungkap AirAsia tak mengantongi izin penerbangan Surabaya-Singapura untuk hari Minggu. “YLKI Jatim mengajukan gugatan ke AirAsia. Silakan hubungi Pak Said Sutomo, ketua kami di sana,” ujar Tulus Abadi, Ketua Harian YLKI, kepada koran ini di Jakarta, kemarin (8/1).

Apakah gugatan yang sama juga akan dilakukan untuk maskapai lain, seperti Citilink, yang ternyata punya masalah izin jadwal terbang? Tulus menjawab, saat ini AirAsia dulu. “Karena yang masih panas AirAsia. Nanti lewat gugatan itu bisa diketahui ada tidaknya patgulitan, permainan uang, dalam pengurusan izin semua maskapai yang ada,” kilahnya.

(cr-1/chi/jpnn)

Foto: Manahan/PM Penumpang Citilink mengamuk di counter ticketing Citilink di bandara Kualanamu Sumut, Rabu, (7/1/2015).
Foto: Manahan/PM
Penumpang Citilink mengamuk di counter ticketing Citilink di bandara Kualanamu Sumut, Rabu, (7/1/2015).

SUMUTPOS.CO – Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menilai ditundanya penerbangan Citilink rute Medan-Halim Perdana Kusuma dan AirAsia Medan-Palembang, Selasa (6/1) lalu, disebabkan buruknya sistem administrasi perizinan dunia penerbangan di tanah air.

Akibatnya, masyarakat yang dalam hal ini calon penumpang, kembali menjadi korban. Padahal pada dasarnya ke dua maskapai tersebut memiliki slot terbang. Hanya saja terkait izin rute, tetap harus dimintakan kepada Kementerian Perhubungan. Di sinilah kemudian diduga menjadi celah mafia perijiinan bermain.

“Slotnya ada. Tapi kan katanya terkait aturan jadwal terbang, itu minta ke Kemenhub. Jadi kalau prosesnya lama, ini kemudian menjadi celah,” katanya menjawab koran ini di Jakarta, Kamis (8/1).

Saat ditanya bagaimana nasib penumpang yang tertunda keberangkatannya hanya karena pesawat tak memiliki izin rute terbang, Agus mengatakan dapat mengajukan gugatan. “Kalau mau masyarakat bisa menuntut. Karena ditelantarkan,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan, menilai alasan penundaan penerbangan karena tidak ada izin rute, sangat aneh. “Ini sangat janggal dan lucu kalau alasan pelarangan masalah izin rute. Apalagi maskapainya berani jual tiket. Kalau saya sih melihatnya semua bisa diatur di Indonesia,” ujarnya.

Tigor menduga selama ini telah terjadi pola permainan mafia perijinan rute terbang yang melibatkan sejumlah oknum. Mulai dari oknum dari pihak maskapai penerbangan maupun otorita penerbangan di Indonesia. “Nah permainan mafia penerbangan inilah yang harus dibongkar tuntas oleh menteri perhubungan,” katanya.

Jadi tidak sekadar melarang pesawat untuk terbang, sementara tidak memikirkan nasib para penumpang yang terlanjur membeli tiket. Karena walau bagaimanapun, adalah tugas dari pemerintah memberi pelayanan kepada masyarakatnya. “Bagi penumpang sudah beli tiket bisa menuntut pihak maskapai. Bukan hanya kerugian pembelian tiket saja. Tapi juga kerugian lain akibat batalnya perjalanan mereka,” katanya.

Menurut Tigor, calon penumpang bisa menuntut maskapai mulai dari pengembalian kerugian tiket, biaya akomodasi rencana perjalanan yang batal, serta kerugian imateril lainnya.

“Sebagai pejabat publik, pemerintah dalam hal ini Menteri Perhubungan jangan mudah menyalahkan orang lain. Pemerintah juga jangan buru-buru membekukan sementara izin terbang. Walaupun misalnya seperti AirAsia, terlihat lakukan kesalahan prosedur,” katanya.

Terpisah, dugaan adanya cincai-cincai yang pengurusan izin rute penerbangan maskapai semakin menguat. Untuk membuka pintu masuk membongkar dugaan patgulitan itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengajukan gugatan ke maskapai AirAsia, menyusul tragedi QZ8501 yang terbang dari Surabaya ke Singapura pada Minggu, 28 Desember 2014.

Pasalnya, terungkap AirAsia tak mengantongi izin penerbangan Surabaya-Singapura untuk hari Minggu. “YLKI Jatim mengajukan gugatan ke AirAsia. Silakan hubungi Pak Said Sutomo, ketua kami di sana,” ujar Tulus Abadi, Ketua Harian YLKI, kepada koran ini di Jakarta, kemarin (8/1).

Apakah gugatan yang sama juga akan dilakukan untuk maskapai lain, seperti Citilink, yang ternyata punya masalah izin jadwal terbang? Tulus menjawab, saat ini AirAsia dulu. “Karena yang masih panas AirAsia. Nanti lewat gugatan itu bisa diketahui ada tidaknya patgulitan, permainan uang, dalam pengurusan izin semua maskapai yang ada,” kilahnya.

(cr-1/chi/jpnn)

spot_img

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru