29 C
Medan
Monday, April 29, 2024

Hutan Rakyat Bisa untuk Bisnis

Ricardo/JPNN.com KONFERENSI PERS: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menggelar   konferensi pers untuk menjelaskan terkait eksekusi lahan Register 40 Padang Lawas dan Padang Lawas Utara beberapa waktu lalu.
Foto: Ricardo/JPNN
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah getol mengembangkan konsep bisnis berbasis ekologi. Rencananya, di antara 120 juta hekare lebih luas kawasan hutan di Indonesia, 16 persennya bakal dikelola masyarakat. Pola pengelolaan serta sistem pembiayaan nantinya akan mengadopsi korporasi.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menerangkan, kementeriannya memiliki Badan Layanan Umum (BLU) pada pusat pembiayaan hutan. BLU itulah yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan usaha hutan rakyat dengan konsep dana bergulir (revolving fund).

Dia menjelaskan, saat ini baru 0,8 persen luas hutan yang bermanfaat langsung untuk masyarakat. Jumlah itu jauh di bawah korporasi yang mengelola 27 persen hutan di Indonesia. ”Maka dari itu, kami menargetkan 16 persen pengelolaan hutan oleh rakyat agar berimbang dengan korporasi,” ujar Siti yang baru saja mengunjungi hutan gambut di Kalimantan Tengah, kemarin (9/10).

Dia mencontohkan wilayah hutan di Kalimantan Tengah yang lanskapnya cocok untuk pengembangan konsep hutan rakyat tersebut. Menurutnya, masyarakat di Kalteng dapat menanam tanaman kayu jenis Sengon. ”Kalau korporasi bisa kaya dari sumber daya hutan, kenapa rakyatnya tidak bisa,” ungkapnya.

Siti memapaparkan, pengembangan hutan rakyat bisa menerapkan sistem koperasi. Setiap koperasi, kata dia, akan diberikan hak kelola hutan seluas 3.000-4.000 hektare. Disamping koperasi, dibangun juga sarana pendukung seperti industri pengolahan kayu yang diatur sepenuhnya oleh rakyat. ”Itu (sistem koperasi, Red) dapat diwujudkan dalam waktu yang tidak lama,” ujar politikus NasDem ini.

Dia mengakui, masyarakat yang nantinya akan mengelola usaha hutan perlu mendapat pelatihan dan pengembangan manajemen. Setidaknya, sama seperti yang dilakukan perusahaan. Pemerintah daerah, kata dia, wajib memfasilitasi hal tersebut. ”Salah satu tugas pemerintah daerah adalah memberikan akses kepada kesejahteraan material bagi rakyat,” terangnya.

Siti pun mengingatkan lembaga pengelola hutan desa yang telah diberikan izin mesti bertanggungjawab atas perkembangan dan pengawasan hutan. Pemerintah akan memberikan dukungan finansial agar usaha yang mereka lakukan berkembang baik. ”Jika konsesi korporasi bisa mendapatkan fasilitas dukungan finansial, maka usaha rakyat juga berhak mendapatkannya,” imbuhnya.

Siti menambahkan, untuk kapasitas bisnis yang rapi diperlukan pola dan strategi terstruktur serta kelembagaan yang baik. ”(Usaha) yang dapat dibiayai adalah usaha yang potensial bisa berkembang, berarti konsep bisnisnya disitu ada,” tandasnya. (tyo/jpg)

Ricardo/JPNN.com KONFERENSI PERS: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menggelar   konferensi pers untuk menjelaskan terkait eksekusi lahan Register 40 Padang Lawas dan Padang Lawas Utara beberapa waktu lalu.
Foto: Ricardo/JPNN
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah getol mengembangkan konsep bisnis berbasis ekologi. Rencananya, di antara 120 juta hekare lebih luas kawasan hutan di Indonesia, 16 persennya bakal dikelola masyarakat. Pola pengelolaan serta sistem pembiayaan nantinya akan mengadopsi korporasi.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menerangkan, kementeriannya memiliki Badan Layanan Umum (BLU) pada pusat pembiayaan hutan. BLU itulah yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan usaha hutan rakyat dengan konsep dana bergulir (revolving fund).

Dia menjelaskan, saat ini baru 0,8 persen luas hutan yang bermanfaat langsung untuk masyarakat. Jumlah itu jauh di bawah korporasi yang mengelola 27 persen hutan di Indonesia. ”Maka dari itu, kami menargetkan 16 persen pengelolaan hutan oleh rakyat agar berimbang dengan korporasi,” ujar Siti yang baru saja mengunjungi hutan gambut di Kalimantan Tengah, kemarin (9/10).

Dia mencontohkan wilayah hutan di Kalimantan Tengah yang lanskapnya cocok untuk pengembangan konsep hutan rakyat tersebut. Menurutnya, masyarakat di Kalteng dapat menanam tanaman kayu jenis Sengon. ”Kalau korporasi bisa kaya dari sumber daya hutan, kenapa rakyatnya tidak bisa,” ungkapnya.

Siti memapaparkan, pengembangan hutan rakyat bisa menerapkan sistem koperasi. Setiap koperasi, kata dia, akan diberikan hak kelola hutan seluas 3.000-4.000 hektare. Disamping koperasi, dibangun juga sarana pendukung seperti industri pengolahan kayu yang diatur sepenuhnya oleh rakyat. ”Itu (sistem koperasi, Red) dapat diwujudkan dalam waktu yang tidak lama,” ujar politikus NasDem ini.

Dia mengakui, masyarakat yang nantinya akan mengelola usaha hutan perlu mendapat pelatihan dan pengembangan manajemen. Setidaknya, sama seperti yang dilakukan perusahaan. Pemerintah daerah, kata dia, wajib memfasilitasi hal tersebut. ”Salah satu tugas pemerintah daerah adalah memberikan akses kepada kesejahteraan material bagi rakyat,” terangnya.

Siti pun mengingatkan lembaga pengelola hutan desa yang telah diberikan izin mesti bertanggungjawab atas perkembangan dan pengawasan hutan. Pemerintah akan memberikan dukungan finansial agar usaha yang mereka lakukan berkembang baik. ”Jika konsesi korporasi bisa mendapatkan fasilitas dukungan finansial, maka usaha rakyat juga berhak mendapatkannya,” imbuhnya.

Siti menambahkan, untuk kapasitas bisnis yang rapi diperlukan pola dan strategi terstruktur serta kelembagaan yang baik. ”(Usaha) yang dapat dibiayai adalah usaha yang potensial bisa berkembang, berarti konsep bisnisnya disitu ada,” tandasnya. (tyo/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/