JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah resmi menetapkan kebijakan baru terkait cukai hasil tembakau atau cukai rokkok pada tahun 2021 mendatang. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, tarif cukai rokok tahun depan bakal naik sebesar 12,5 persen. “Kita akan menaikkan cukai rokok dalam hal ini sebesar 12,5 persen,” ujar Sri Mulyani dalam keterangan pers secara virtual, Kamis (10/12).
Untuk diektahui, pembahasan kebijakan terkait cukai hasil tembakau tahun ini cukup alot. Pengumuman kenaikan tarif cukai yang biasanya dilakukan di akhir Oktober pun molor hingga awal Desember ini.
Sri Mulyani mengatakan, hal itu terjadi lantaran kebijakan tersebut digodok dalam suasana pandemi COvid-19. Sehingga, pemerintah perlu untuk menyeimbangkan aspek unsur kesehatan dengan sisi perekonomian, yakni kelompok terdampak pandemi seperti pekerja dan petani.
“Sehingga dalam hal ini kita mencoba menyeimbangkan aspek unsur kesehatan di saat yang sama mempertimbangkan kondisi perekonomian umum, yang terdampak Covid-19 terutama kelompok pekerja dan petani,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun menjelaskan, untuk kelompok industri sigaret kretek tangan tidak mengalami kenaikan tarif cukai. Hal itu terjadi lantaran industri tersebut termasuk industri padat karya yang mempekerjakan 158.552 buruh. “Artinya kenaikannya 0 persen untuk sigaret kretek tangan yang memiliki unsur tenaga kerja terbesar,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga mengingatkan, untuk mewaspadai peredaran rokok ilegal yang berisiko meningkat akibat kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok. Bendahara Negara itu pun meminta agar Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) meningkatkan tindakan preventif dan represif untuk menindak peredaran rokok ilegal di dalam negeri.
“Saya akan tetap meminta teman jajaran DJBC dengan kenaikan CHT ini tetap meningkatkan kewaspadaannya. Tetap dilakukan tindakan preventif dan represif seperti yang sudah selama ini dilihat. Ini merupakan aspek penting agar kebijakan kenaikan CHT tidak dilemahkan dengan rokok ilegal yang tidak bayar cukai,” jelas dia.
Sri Mulyani mengatakan, terdapat dilema dalam perumusan kebijakan kenaikan tarif cukai rokok. Pasalnya, tarif cukai rokok perlu naik untuk menekan prevalensi merokok. Namun di sisi lain, ketika cukai rokok naik, celah untuk produsen rokok ilegal kian lebar.
Hal itu terlihat dari survei rokok ilegal terakhir yang dilakukan tahun 2020 ini. Jumlah rokok ilegal yang beredar mencapai 4,86 persen, meningkat dari tahun 2019 yang sebesar 3 persen. “Ini menggambarkan, ketika kami naikkan CHT cukup tinggi, maka kenaikan rokok ilegal juga meningkat,” ujar Sri Mulyani.
Untuk diketahui, pada tahun 2021 mendatang pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen. Dengan kenaikan tarif tersebut, pemerintah menargekan penerimaan sebesar Rp173,78 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, tahun ini DJBC berhasil melakukan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal sebanyak 8.155 kali. “Dari tindakan yang dilakukan oleh jajaran DJBC kerjasama dengan pihak-pihak aparat penegak hukum dan lain yang terkait, kita bisa selamatkan Rp 339 miliar rupiah utk tahun 2020. Pada tahun sebelumnya, Rp247 miliar bisa diselamatkan. Sebelumnya lagi 2018 diselamatkan Rp225 miliar. Ini angka yang sangat signifikan,” ujar dia. (kps/ila)