25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Strategi Bisnis Properti, Bersahabatlah dengan Risiko

Adi Ming E, pebisnis properti muda. (Istimewa)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Adi Ming E bukan pewaris kerajaan properti. Namun, namanya kini tak pernah lepas dari embel-embel properti, sebagai Chairman Samera Propertindo.

Hidup Adi Ming, dulu terbilang sulit. Untungnya, orang tua punya tekad menyekolahkannya hingga tamat SMA dan kemudian kuliah.

Menginjak usia 20 tahun sembari menjalani pendidikan sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Medan, Adi Ming berani menentukan jalan hidup semenjak dini dengan mencoba profesi sambilan sebagai agen properti. Dari aktifitas sebagai broker properti inilah mulai mengenal seluk beluk industri ini, khususnya untuk bidang pemasaran.

Lebih dari 20 tahun waktu yang dicurahkan untuk satu bidang yang tergolong ‘angker’. Selain padat modal, bisnis properti sangat bergantung pada iklim ekonomi lokal, nasional, dan global. Belum lagi beradaptasi pada kebijakan pemerintah.

“Hanya ada satu kata kunci dalam berbisnis yaitu risiko, termasuk bisnis properti. Setiap tantangan besar selalu ada risiko besar, dan potensi keuntungan yang besar pula. Maka dari itu, bersahabatlah dengan risiko,” ungkap Adi Ming dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (15/11).

Menurut miliarder muda ini, jika setiap tahun dicatat sebenarnya akan selalu saja ada alasan untuk pesimis dengan bisnis properti. Ada yang bilang hati-hati di tahun politik. Hati-hati saat ada desas-desus krisis global hingga pergantian kepala daerah. “Apabila dituruti, maka tidak ada tahun baik untuk menjalankan bisnis properti,” tuturnya.

Adi Ming mengaku tak bergeming atau tak berubah meski beberapa tahun terakhir disaat kompetitor berbondong-bondong membidik pasar menengah bawah. “Saya memilih tetap fokus di segmen menengah atas. Alasannya sederhana, menengah atas sudah pasti mampu beli. Hanya saja, perlu memikirkan desain terbaik dengan harga paling kompetitif.

Ketimbang ikut berspekulasi dengan kabar tumbuhnya kelas ekonomi menengah di Indonesia, karena kelas menengah sangat rentan,” sebut pria yang masih berusia 40 tahun ini.

Ia juga mengaku, isu lesunya pasar di tahun politik juga tak membuat gentar. Saat customer asal Medan wait and see di momen Pilkada Sumut, dirinya menyasar customer asal Aceh.

“Saya tahu banyak masyarakat Aceh yang rutin ke Medan untuk berlibur atau bisnis. Terbukti, 25 persen sales (penjualan) disumbang masyarakat asal Aceh. Makanya, selain Medan, masyarakat Aceh adalah pasar yang patut diperhitungkan,” ujar Adi Ming.

Dia menambahkan, diyakini selalu ada peluang di setiap tantangan. Besar kecilnya risiko yang dihadapi, hanya tinggal penyesuaian dengan tekad dan kerja keras. (ris)

Adi Ming E, pebisnis properti muda. (Istimewa)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Adi Ming E bukan pewaris kerajaan properti. Namun, namanya kini tak pernah lepas dari embel-embel properti, sebagai Chairman Samera Propertindo.

Hidup Adi Ming, dulu terbilang sulit. Untungnya, orang tua punya tekad menyekolahkannya hingga tamat SMA dan kemudian kuliah.

Menginjak usia 20 tahun sembari menjalani pendidikan sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Medan, Adi Ming berani menentukan jalan hidup semenjak dini dengan mencoba profesi sambilan sebagai agen properti. Dari aktifitas sebagai broker properti inilah mulai mengenal seluk beluk industri ini, khususnya untuk bidang pemasaran.

Lebih dari 20 tahun waktu yang dicurahkan untuk satu bidang yang tergolong ‘angker’. Selain padat modal, bisnis properti sangat bergantung pada iklim ekonomi lokal, nasional, dan global. Belum lagi beradaptasi pada kebijakan pemerintah.

“Hanya ada satu kata kunci dalam berbisnis yaitu risiko, termasuk bisnis properti. Setiap tantangan besar selalu ada risiko besar, dan potensi keuntungan yang besar pula. Maka dari itu, bersahabatlah dengan risiko,” ungkap Adi Ming dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (15/11).

Menurut miliarder muda ini, jika setiap tahun dicatat sebenarnya akan selalu saja ada alasan untuk pesimis dengan bisnis properti. Ada yang bilang hati-hati di tahun politik. Hati-hati saat ada desas-desus krisis global hingga pergantian kepala daerah. “Apabila dituruti, maka tidak ada tahun baik untuk menjalankan bisnis properti,” tuturnya.

Adi Ming mengaku tak bergeming atau tak berubah meski beberapa tahun terakhir disaat kompetitor berbondong-bondong membidik pasar menengah bawah. “Saya memilih tetap fokus di segmen menengah atas. Alasannya sederhana, menengah atas sudah pasti mampu beli. Hanya saja, perlu memikirkan desain terbaik dengan harga paling kompetitif.

Ketimbang ikut berspekulasi dengan kabar tumbuhnya kelas ekonomi menengah di Indonesia, karena kelas menengah sangat rentan,” sebut pria yang masih berusia 40 tahun ini.

Ia juga mengaku, isu lesunya pasar di tahun politik juga tak membuat gentar. Saat customer asal Medan wait and see di momen Pilkada Sumut, dirinya menyasar customer asal Aceh.

“Saya tahu banyak masyarakat Aceh yang rutin ke Medan untuk berlibur atau bisnis. Terbukti, 25 persen sales (penjualan) disumbang masyarakat asal Aceh. Makanya, selain Medan, masyarakat Aceh adalah pasar yang patut diperhitungkan,” ujar Adi Ming.

Dia menambahkan, diyakini selalu ada peluang di setiap tantangan. Besar kecilnya risiko yang dihadapi, hanya tinggal penyesuaian dengan tekad dan kerja keras. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/