31.7 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Ekonom: Biaya di KNIA Bisa Makin Mahal

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana Menteri Perhubungan menggandeng investor asing dalam mengelola Bandara Kualanamu, dinilai memiliki dampak positif dan negatif. Positifnya, tentu akan mendatangkan dana segar dari asing untuk pembangunan bandara tersebut sehingga pengelolaan bandara akan lebih baik. Negatifnya, dikhawatirkan akan ada kenaikan tarif atau biaya di bandara. Sebab, pihak asing yang masuk tujuannya tak lain mencari keuntungan.

“Kalau sudah masuk pihak asing, yang dicari keuntungan. Apalagi pemerintah tidak mau mengurangi penghasilannya. Selama inikan mungkin Bandara Kualanamu termasuk yang mahal, salah satunya biaya airport taxnya. Nah, jadi dengan masuknya asing maka bandara akan lebih baik dari berbagai sisi, Tetapi, konsekuensinya adalah tarif atau biaya akan mahal,” ungkap Ekonom dari Universitas Sumatera Utara (USU), Wahyu Ario kepada Sumut Pos, Kamis (19/1).

Disinggung bila pihak asing masuk dikhawatirkan nantinya akan menguasai, Wahyu menyebutkan, itu kemungkinan tidak akan terjadi. Sebab, jika terjadi maka sudah melanggar aturan perundang-undangan.

“Bandara merupakan salah satu usaha strategi milik negara. Di mana, saham mayoritas harus dikuasai negara dalam hal ini adalah pemerintah,” tuturnya.

Sementara M Ishak, ekonom dari Universitas Negeri Medan menilai, melepas sebagian saham minoritas PT AP II kepada asing tak perlu dilakukan. Sebab, kalau tujuannya untuk meningkatkan daya saing penerbangan Indonesia dan daya tarik industri pariwisata di tanah air, masih banyak cara lain yang dapat ditempuh.

Sebab, kalau memang rencana itu dalam upaya ke arah persaingan penerbangan dan pariwisata, pemerintah bisa melakukan secara gencar promisi destinasi yang ada di Sumut. Atau, bisa juga mengembangkan potensi ekonomi yang ada di daerah.

“Persoalannya yang terjadi terletak bukan pada sarana dan prasarana di Bandara Kualanamu, melainkan pada destinasi atau tujuan wisata. Sebagai contoh, seperti di Bali. Sebelum ada Bandara Ngurai Rai, destinasi di Bali sudah eksis. Artinya, sudah ada atau tidaknya Bandara Ngurah Rai, wisatawan tetap berkunjung ke Bali,” ungkap Ishak.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana Menteri Perhubungan menggandeng investor asing dalam mengelola Bandara Kualanamu, dinilai memiliki dampak positif dan negatif. Positifnya, tentu akan mendatangkan dana segar dari asing untuk pembangunan bandara tersebut sehingga pengelolaan bandara akan lebih baik. Negatifnya, dikhawatirkan akan ada kenaikan tarif atau biaya di bandara. Sebab, pihak asing yang masuk tujuannya tak lain mencari keuntungan.

“Kalau sudah masuk pihak asing, yang dicari keuntungan. Apalagi pemerintah tidak mau mengurangi penghasilannya. Selama inikan mungkin Bandara Kualanamu termasuk yang mahal, salah satunya biaya airport taxnya. Nah, jadi dengan masuknya asing maka bandara akan lebih baik dari berbagai sisi, Tetapi, konsekuensinya adalah tarif atau biaya akan mahal,” ungkap Ekonom dari Universitas Sumatera Utara (USU), Wahyu Ario kepada Sumut Pos, Kamis (19/1).

Disinggung bila pihak asing masuk dikhawatirkan nantinya akan menguasai, Wahyu menyebutkan, itu kemungkinan tidak akan terjadi. Sebab, jika terjadi maka sudah melanggar aturan perundang-undangan.

“Bandara merupakan salah satu usaha strategi milik negara. Di mana, saham mayoritas harus dikuasai negara dalam hal ini adalah pemerintah,” tuturnya.

Sementara M Ishak, ekonom dari Universitas Negeri Medan menilai, melepas sebagian saham minoritas PT AP II kepada asing tak perlu dilakukan. Sebab, kalau tujuannya untuk meningkatkan daya saing penerbangan Indonesia dan daya tarik industri pariwisata di tanah air, masih banyak cara lain yang dapat ditempuh.

Sebab, kalau memang rencana itu dalam upaya ke arah persaingan penerbangan dan pariwisata, pemerintah bisa melakukan secara gencar promisi destinasi yang ada di Sumut. Atau, bisa juga mengembangkan potensi ekonomi yang ada di daerah.

“Persoalannya yang terjadi terletak bukan pada sarana dan prasarana di Bandara Kualanamu, melainkan pada destinasi atau tujuan wisata. Sebagai contoh, seperti di Bali. Sebelum ada Bandara Ngurai Rai, destinasi di Bali sudah eksis. Artinya, sudah ada atau tidaknya Bandara Ngurah Rai, wisatawan tetap berkunjung ke Bali,” ungkap Ishak.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/