26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pengurangan Ekspor Karet Dilanjutkan

Foto: Dok SUMUT POS Seorang pekerja mengumpulkan getah karet yang sebelumnya ditampung dari batang pohon di lahan PT. Bridgestone di Huta Marihat Tengah, Kelurahan Serbelawan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Pengurangan ekspor kartet dilanjutkan, untuk mencegah harga anjlok.
Foto: Dok SUMUT POS
Seorang pekerja mengumpulkan getah karet yang sebelumnya ditampung dari batang pohon di lahan PT. Bridgestone di Huta Marihat Tengah, Kelurahan Serbelawan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Pengurangan ekspor kartet dilanjutkan, untuk mencegah harga anjlok.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Skema pengurangan ekspor karet atau Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) kembali dilanjutkan. Ini merupakan yang keempat kalinya pengurangan ekspor karet dilakukan sejak pertama dilaksanakan Januari 2016 lalu. Kemudian, pengurangan dilanjutkan pada Maret dan Agustus.

“Sekarang memasuki September 2016, pengurangan ekspor karet kembali dilanjutkan,” tutur Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, Senin (19/9) lalu.

Edy menjelaskan, secara nasional ekspor karet Indonesia setelah dikurangi volume pembatasan ekspor adalah 852,935 ton. Sumut mendapat alokasi 141,694 ton untuk 4 bulan dari total nasional. Dengan demikian, berarti alokasi per bulan 35.423 ton. “Pada saat harga stabil, produksi Sumut rata-rata 42,000 ton per bulan,” bebernya.

Menurutnya, sejak diumumkan pengurangan ekspor karet hingga 16 September, terbukti harga bergerak naik dari 29,4 sen AS, menjadi 133,6 sen AS per kilogram. Dengan begitu, pengurangan ekspor karet sangat membantu untuk menaikkan harganya. “Selain menaikkan harga, tujuan pengurangan ekspor ini agar permintaan lebih tinggi daripada pasokan. Selama ini, diketahui pasokan karet sangat besar, sehingga membuat harganya anjlok,” jelas Edy.

Lebih lanjut Edy mengatakan, 85 persen perkebunan karet di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Dengan begitu, seharusnya harga karet di petani minimal 2 dolar AS per kilogram. Namun, kenyataannya saat ini harga di bawah Rp7.000 per kilogram di petani. “Jadi, dengan dilanjutkannya pengurangan ekspor utamanya, dimaksudkan agar pasokan dan permintaan global lebih seimbang. Di samping itu, diharapkan harga tidak jatuh ke posisi yang lebih rendah saat AETS ke-4 ini diumumkan,” katanya.

Edy melanjutkan, sejak 2008 silam, sebenarnya pemerintah telah mengatur agar pengolahan dan pemasaran karet dilakukan melalui Unit Pengolahan dan Pemasaran Bersama (UPPB). Hal ini juga sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 38 Tahun 2008. Pada intinya, bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan harus bersih dan berkualitas. Bokar bersih berarti terbebas bahan pengotor atau benda-benda asing.

Foto: Dok SUMUT POS Seorang pekerja mengumpulkan getah karet yang sebelumnya ditampung dari batang pohon di lahan PT. Bridgestone di Huta Marihat Tengah, Kelurahan Serbelawan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Pengurangan ekspor kartet dilanjutkan, untuk mencegah harga anjlok.
Foto: Dok SUMUT POS
Seorang pekerja mengumpulkan getah karet yang sebelumnya ditampung dari batang pohon di lahan PT. Bridgestone di Huta Marihat Tengah, Kelurahan Serbelawan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Pengurangan ekspor kartet dilanjutkan, untuk mencegah harga anjlok.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Skema pengurangan ekspor karet atau Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) kembali dilanjutkan. Ini merupakan yang keempat kalinya pengurangan ekspor karet dilakukan sejak pertama dilaksanakan Januari 2016 lalu. Kemudian, pengurangan dilanjutkan pada Maret dan Agustus.

“Sekarang memasuki September 2016, pengurangan ekspor karet kembali dilanjutkan,” tutur Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, Senin (19/9) lalu.

Edy menjelaskan, secara nasional ekspor karet Indonesia setelah dikurangi volume pembatasan ekspor adalah 852,935 ton. Sumut mendapat alokasi 141,694 ton untuk 4 bulan dari total nasional. Dengan demikian, berarti alokasi per bulan 35.423 ton. “Pada saat harga stabil, produksi Sumut rata-rata 42,000 ton per bulan,” bebernya.

Menurutnya, sejak diumumkan pengurangan ekspor karet hingga 16 September, terbukti harga bergerak naik dari 29,4 sen AS, menjadi 133,6 sen AS per kilogram. Dengan begitu, pengurangan ekspor karet sangat membantu untuk menaikkan harganya. “Selain menaikkan harga, tujuan pengurangan ekspor ini agar permintaan lebih tinggi daripada pasokan. Selama ini, diketahui pasokan karet sangat besar, sehingga membuat harganya anjlok,” jelas Edy.

Lebih lanjut Edy mengatakan, 85 persen perkebunan karet di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Dengan begitu, seharusnya harga karet di petani minimal 2 dolar AS per kilogram. Namun, kenyataannya saat ini harga di bawah Rp7.000 per kilogram di petani. “Jadi, dengan dilanjutkannya pengurangan ekspor utamanya, dimaksudkan agar pasokan dan permintaan global lebih seimbang. Di samping itu, diharapkan harga tidak jatuh ke posisi yang lebih rendah saat AETS ke-4 ini diumumkan,” katanya.

Edy melanjutkan, sejak 2008 silam, sebenarnya pemerintah telah mengatur agar pengolahan dan pemasaran karet dilakukan melalui Unit Pengolahan dan Pemasaran Bersama (UPPB). Hal ini juga sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 38 Tahun 2008. Pada intinya, bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan harus bersih dan berkualitas. Bokar bersih berarti terbebas bahan pengotor atau benda-benda asing.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/