25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Potensi Holtikultura Sumut Menjanjikan

BERSAMA: Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil Pegawai Balai Besar Karantina Pertanian Belawan berfoto bersama saat melepas ekspor produk pertanian asal Sumut dengan total sertifikasi sebanyak 50 dokumen sekaligus dengan nilai ekonomi mencapai Rp 37.7 miliar di Deliserdang, Minggu (22/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil menyatakan bahwa produk holtikultura di Sumatera Utara sangat menjanjikan. Oleh karena itu, dirinya berharap agar masyarakat mulai menggerakkan ekspor produk turunan dari berbagai produk holtikultura.

“Ekspor produk turunan maka harganya lebih mahal bila dibandingkan dengan produk utuh. Kita sudah punya produk hulunya, sekarang mari bermain di hilirnya,” ujarnya pada acara Gerakan Bersama Ekspor Produk Pertanian Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045 di PT Argosari Sentraprima produk olahan hortikultura di Deli Serdang, Sumut, Minggu (22/9).

Dijelaskannya, potensi Sumut saat ini sudah mulai tenggelam. Hal ini dikarenakan tidak adanya kepedulian petani akan produk menjadi unggulan. Padahal, bila dikreasikan, maka bisa menjadi lading uang untuk petani itu sendiri.

Dirinya memisalkan produk kelapa di Nias. Selama ini, petani dan eksportir hanya mengekspor kopra saja. Padahal, bila dijadikan produk turunan, maka semuanya bisa menghasilkan uang. Misalnya, tempurung bisa dijadikan untuk produk kerajinan tangan, ampas kelapa bisa dijadikan pupuk, dan lain sebagainya.

Dirinya juga memisalkan buah Salak Sidimpuan. Pada zamannya, setiap harinya buah salak di ekspor melalui Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Balai sebanyak 10 kontainer, tetapi saat ini hanya 4 kontainer setiap harinya.

“Kenapa kita mulai menggalakkan produk turunan, karena penghasil holtikultura itu bukan hanya Indonesia dan Sumatera Utara saja. Tetapi ada Malaysia dan negara lainnya. Bila kita tidak kreatif, kita bisa dikalahkan oleh negara tetangga,” lanjutnya.

Selain itu, produk yang sangat menjanjikan untuk ekspor juga adalah jeruk purut. Bila diekspor ke Belanda, harga per kilogramnya sekitar Rp250 ribu.

“Holtikultura yang rasanya pekat itu banyak negara yang meminta, seperti pinang, gambir, pala, dan lainnya,” ungkapnya.

Jamil juga berharap agar pihak pengusaha bisa memberikan insentif kepada petani agar mereka tetap semangat menanam produk holtikultura yang dapat diekspor.

“Kita beli di petani agak murah. Karena rajin-rajinlah memberikan insentif. Karena bila mereka tidak mau menanam, maka pengusaha juga yang akan kesulitan,” tutupnya.

Kepala Karantina Pertanian Belawan, Hasrul yang turut mendampingi Kepala Barantan dalam kunjungan kerjanya kali ini memaparkan kinerja ekspor sektor pertanian diwilayah kerjanya pada periode Januari sampai dengan September 2019. Tercatat 8.745 kali permohonan sertifikasi ekspor dengan total sebanyak 2.391 ribu tons dan 488 ribu metrik ton dengan nilai barang mencapai Rp. 9,5 triliun.

Berdasarkan data pada sistem IQFAST (Indonesia Quarantine Full Automation System) di Karantina Pertanian Belawan tercatat pada tahun 2019, komoditas dari sub sektor hortikultura sebanyak 16 jenis produk, meningkat 30% dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang hanya 12 jenis.

“Jumlah sertifikasi karantina pada produk hortikultura untuk memenuhi persyaratan negara tujuan juga mengalami peningkatan. Yakni sebesar 19% dengan data Januari hingga September 2019 sebanyak 1.015 kali dengan total 22.757 ribu ton komoditas yang diekspor dibandingkan dengan tahun 2018 dan 846 kali dengan jumlah 19.543 ribu ton,” ujar Hasrul.

Peningkatan kinerja ini tidak lain karena inovasi aplikasi “Satu Klik” atau One Click One Go. Ini merupakan inovasi layanan percepatan ekspor berbasis online. Menurut Jamil, dengan inovasi layanan ini pelaku agribisnis cukup datang sekali pada saat pembayaran dan pengambilan dokumen Phytosanitary Certificate (PC) sehingga dapat menghemat waktu. (ram)

BERSAMA: Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil Pegawai Balai Besar Karantina Pertanian Belawan berfoto bersama saat melepas ekspor produk pertanian asal Sumut dengan total sertifikasi sebanyak 50 dokumen sekaligus dengan nilai ekonomi mencapai Rp 37.7 miliar di Deliserdang, Minggu (22/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil menyatakan bahwa produk holtikultura di Sumatera Utara sangat menjanjikan. Oleh karena itu, dirinya berharap agar masyarakat mulai menggerakkan ekspor produk turunan dari berbagai produk holtikultura.

“Ekspor produk turunan maka harganya lebih mahal bila dibandingkan dengan produk utuh. Kita sudah punya produk hulunya, sekarang mari bermain di hilirnya,” ujarnya pada acara Gerakan Bersama Ekspor Produk Pertanian Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045 di PT Argosari Sentraprima produk olahan hortikultura di Deli Serdang, Sumut, Minggu (22/9).

Dijelaskannya, potensi Sumut saat ini sudah mulai tenggelam. Hal ini dikarenakan tidak adanya kepedulian petani akan produk menjadi unggulan. Padahal, bila dikreasikan, maka bisa menjadi lading uang untuk petani itu sendiri.

Dirinya memisalkan produk kelapa di Nias. Selama ini, petani dan eksportir hanya mengekspor kopra saja. Padahal, bila dijadikan produk turunan, maka semuanya bisa menghasilkan uang. Misalnya, tempurung bisa dijadikan untuk produk kerajinan tangan, ampas kelapa bisa dijadikan pupuk, dan lain sebagainya.

Dirinya juga memisalkan buah Salak Sidimpuan. Pada zamannya, setiap harinya buah salak di ekspor melalui Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Balai sebanyak 10 kontainer, tetapi saat ini hanya 4 kontainer setiap harinya.

“Kenapa kita mulai menggalakkan produk turunan, karena penghasil holtikultura itu bukan hanya Indonesia dan Sumatera Utara saja. Tetapi ada Malaysia dan negara lainnya. Bila kita tidak kreatif, kita bisa dikalahkan oleh negara tetangga,” lanjutnya.

Selain itu, produk yang sangat menjanjikan untuk ekspor juga adalah jeruk purut. Bila diekspor ke Belanda, harga per kilogramnya sekitar Rp250 ribu.

“Holtikultura yang rasanya pekat itu banyak negara yang meminta, seperti pinang, gambir, pala, dan lainnya,” ungkapnya.

Jamil juga berharap agar pihak pengusaha bisa memberikan insentif kepada petani agar mereka tetap semangat menanam produk holtikultura yang dapat diekspor.

“Kita beli di petani agak murah. Karena rajin-rajinlah memberikan insentif. Karena bila mereka tidak mau menanam, maka pengusaha juga yang akan kesulitan,” tutupnya.

Kepala Karantina Pertanian Belawan, Hasrul yang turut mendampingi Kepala Barantan dalam kunjungan kerjanya kali ini memaparkan kinerja ekspor sektor pertanian diwilayah kerjanya pada periode Januari sampai dengan September 2019. Tercatat 8.745 kali permohonan sertifikasi ekspor dengan total sebanyak 2.391 ribu tons dan 488 ribu metrik ton dengan nilai barang mencapai Rp. 9,5 triliun.

Berdasarkan data pada sistem IQFAST (Indonesia Quarantine Full Automation System) di Karantina Pertanian Belawan tercatat pada tahun 2019, komoditas dari sub sektor hortikultura sebanyak 16 jenis produk, meningkat 30% dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang hanya 12 jenis.

“Jumlah sertifikasi karantina pada produk hortikultura untuk memenuhi persyaratan negara tujuan juga mengalami peningkatan. Yakni sebesar 19% dengan data Januari hingga September 2019 sebanyak 1.015 kali dengan total 22.757 ribu ton komoditas yang diekspor dibandingkan dengan tahun 2018 dan 846 kali dengan jumlah 19.543 ribu ton,” ujar Hasrul.

Peningkatan kinerja ini tidak lain karena inovasi aplikasi “Satu Klik” atau One Click One Go. Ini merupakan inovasi layanan percepatan ekspor berbasis online. Menurut Jamil, dengan inovasi layanan ini pelaku agribisnis cukup datang sekali pada saat pembayaran dan pengambilan dokumen Phytosanitary Certificate (PC) sehingga dapat menghemat waktu. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/