25.6 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Asosiasi Pedagang Valas Akui Lalai Lapor BI

Pedagang valas
Pedagang valas

SUMUTPOS.CO-Pencabutan izin operasi pada 28 pedagang valuta asing, oleh Bank Indonesia karena memenuhi syarat modal minimum bisnis yaitu Rp 250 juta, diakui Asosiasi Pedagang Valuta Asing karena lalai melaporkan perkembangan bisnis ke otoritas lembaga keuangan tersebut.

“Jadi Peraturan BI memang begitu, tapi proses pencabutan bertahap, kami diminta lapor berkala ke BI, ini sepertinya yang tidak aktif melaporkan,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pedagang Valuta Asing Idrus Muhamad di Hotel Millenium, Rabu (14/11).

Dia mengakui beberapa perusahaan tukar menukar uang tersebut mengalami permasalahan modal dan sumber daya manusia. Bahkan, keuntungan yang didapat tidak sesuai dengan hitungan perseroan.

Catatan asosiasi, bisnis valuta asing mencapai Rp 164 triliun tetapi aset perusahaan penjual valas hanya Rp 900 miliar. Pihaknya mendesak Bank Indonesia mengeluarkan peraturan khusus bagi keberlangsungan bisnis valuta asing. “Bagaimana melindungi bisnis ini tumbuh,” katanya.

Idrus menghimbau anggotanya untuk mentaati aturan termasuk melaporkan transaksi tunai yang dibatas kewajaran atau melebihi Rp 100 juta ke PPATK. “Kita berharap pedagang valas juga tertata dengan baik, didukung dengan koordinasi yang baik dengan BI, PPATK, Kemekeu terutama perpajakan, Kepolisian.” katanya.

Dia menegaskan kendala yang dihadapi para pelaku bisnis, diantaranya banyaknya pelaku bisnis yang tidak mengantongi izin, serta mulai meliriknya toko perhiasan membuka layanan penukaran valas. “Yang berizin ada 900,” ujarnya.

Selain itu, Asosiasi mengeluhkan banyaknya perbankan yang membuka bisnis penukaran uang yang melayani hingga ke segmen ritel. Bank dinilai cukup modal karena memiliki modal yang dikumpulkan dari dana pihak ketiga. “Kompetisi jadi tidak sehat,” ujarnya. (arr/mc)

Pedagang valas
Pedagang valas

SUMUTPOS.CO-Pencabutan izin operasi pada 28 pedagang valuta asing, oleh Bank Indonesia karena memenuhi syarat modal minimum bisnis yaitu Rp 250 juta, diakui Asosiasi Pedagang Valuta Asing karena lalai melaporkan perkembangan bisnis ke otoritas lembaga keuangan tersebut.

“Jadi Peraturan BI memang begitu, tapi proses pencabutan bertahap, kami diminta lapor berkala ke BI, ini sepertinya yang tidak aktif melaporkan,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pedagang Valuta Asing Idrus Muhamad di Hotel Millenium, Rabu (14/11).

Dia mengakui beberapa perusahaan tukar menukar uang tersebut mengalami permasalahan modal dan sumber daya manusia. Bahkan, keuntungan yang didapat tidak sesuai dengan hitungan perseroan.

Catatan asosiasi, bisnis valuta asing mencapai Rp 164 triliun tetapi aset perusahaan penjual valas hanya Rp 900 miliar. Pihaknya mendesak Bank Indonesia mengeluarkan peraturan khusus bagi keberlangsungan bisnis valuta asing. “Bagaimana melindungi bisnis ini tumbuh,” katanya.

Idrus menghimbau anggotanya untuk mentaati aturan termasuk melaporkan transaksi tunai yang dibatas kewajaran atau melebihi Rp 100 juta ke PPATK. “Kita berharap pedagang valas juga tertata dengan baik, didukung dengan koordinasi yang baik dengan BI, PPATK, Kemekeu terutama perpajakan, Kepolisian.” katanya.

Dia menegaskan kendala yang dihadapi para pelaku bisnis, diantaranya banyaknya pelaku bisnis yang tidak mengantongi izin, serta mulai meliriknya toko perhiasan membuka layanan penukaran valas. “Yang berizin ada 900,” ujarnya.

Selain itu, Asosiasi mengeluhkan banyaknya perbankan yang membuka bisnis penukaran uang yang melayani hingga ke segmen ritel. Bank dinilai cukup modal karena memiliki modal yang dikumpulkan dari dana pihak ketiga. “Kompetisi jadi tidak sehat,” ujarnya. (arr/mc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/