30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Anugerah Itu Datang Setelah Menunggu 7 Tahun

Menjadi seorang ibu merupakan mukjizat yang tidak terkatakan. Bagaimana tidak, anugerah bernilai berupa anak ini diberikan Tuhan setelah saya membina 7 tahun perkawinan. Untuk tahun 2000 an ini mungkin hal yang dianggap biasa, tapi bila terjadi pada tahun 1980an, hal ini menjadi beban sendiri bagi seorang istri.

Ini merupakan cobaan berat bagi saya, Saat itu, saya iri bila ada yang membicarakan tentang anak. Sedih. Rasanya berat sekali.
Berbagai usaha saya jalankan untuk mendapatkan keturunan. Mulai berobat dengan dokter  dan bertaraf internasional hingga ke dukun dipelosok kampung saya coba. Bukan hal mudah untuk menjalaninya. Suami dan keluarga besar mendukung saya. Cobaan yang saya hadapi bukan dari pihak luar, melainkan diri saya sendiri, percaya diri pada diri sendiri bahwa saya bisa.

Setelah 7 tahun membina perkawinan, saya pun mengandung. Masa kehamilan yang  saya jalanijuga tidak mudah. Tidak ada makanan yang bisa masuk, walau saya paksa untuk makan, saya keluarkan lagi.

Bukan hanya masa kehamilan yang berat yang harus saya hadapi. Saat hendak  melahirkan pun harus dihadapi dengan sabar dengan tegar. Melahirkan untuk pertama kali, saya paksakan untuk normal, walau sudah dibujuk untuk operasi, tapi saya tidak mau. Padahal saat itu, umur saya sudah 30an. Saya benar-benar ingin merasakan arti seorang ibu yang sebenarnya.

Pilihan untuk melahirkan dengan normal, karena ada kekhawatiran akan sulit untuk mendapatkan keturunan lagi. Untuk anak pertama saja, saya harus menunggu selama 7 tahun, ada ketakutan bila kedepannya akan membuat saya sulit mendapatkan keturunan lagi, karena itu saya paksakan untuk normal.

Berjalannya waktu, Tuhan memberikan keturunan lebih dari yang saya minta.  Selang setahun dari anak pertma, saya melahirkan anak kedua, dan seterusnya hingga  mendapatkan 4 orang anak.

Menjadi ibu, setelah bertahun menunggu membuat saya lebih protektif  terhadap anak-anak. Saya selalu memberikan waktu seutuhnya pada anak dan suami.  Kebutuhan anak dan suami merupakan kebutuhan saya juga. Kalau semua pekerjaan rumah sudah selesai, baru saya berani melangkah keluar rumah, tapi kalau belum siap, maka saya tidak akan keluar. Walau saya dibantu oleh penjaga rumah. Tetap untuk anak dan suami, saya yang handle.
Anak beranjak dewasa, kegiatan saya mulai berkembang, bukan hanya sebagai ibu rumah tangga, tapi berbagai bisnis. Mulai dari fashion, rumah makan, hotel, dan lainnya mulai saya jalankan. Saya jalani semuanya sesuai dengan kapasitas. Karena anak sudah bisa mengurus dirinya, baru saya berani mengambil bisnis diluar rumah.  Kalau mereka belum bisa, saya akan tetap memilih keluarga dibandingkan apapun.

Kini, keempat buah hati saya tumbuh dan berkembang sebagai anak yang membanggakan. Anak pertama dan kedua telah mencapai S2, sedangkan yang ketiga masih kuliah di Austria, dan yang bungsu masih juga kuliah di kedokteran USU. Anak tumbuh dengan pengaruh dari dalam dan luar. Saya melakukan pendekatan dengan anak, sesuai dengan kebutuhan mereka, dan harus adil. Saya percaya, semua anak memiliki kelebihan, sekarang hanya bagaimana cara orang tua untuk mengetahui kelebihan dari si anak itu sendiri. (*)

Rahmawaty Pemilik Sekolah YPSA
(Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amalliyah)

Menjadi seorang ibu merupakan mukjizat yang tidak terkatakan. Bagaimana tidak, anugerah bernilai berupa anak ini diberikan Tuhan setelah saya membina 7 tahun perkawinan. Untuk tahun 2000 an ini mungkin hal yang dianggap biasa, tapi bila terjadi pada tahun 1980an, hal ini menjadi beban sendiri bagi seorang istri.

Ini merupakan cobaan berat bagi saya, Saat itu, saya iri bila ada yang membicarakan tentang anak. Sedih. Rasanya berat sekali.
Berbagai usaha saya jalankan untuk mendapatkan keturunan. Mulai berobat dengan dokter  dan bertaraf internasional hingga ke dukun dipelosok kampung saya coba. Bukan hal mudah untuk menjalaninya. Suami dan keluarga besar mendukung saya. Cobaan yang saya hadapi bukan dari pihak luar, melainkan diri saya sendiri, percaya diri pada diri sendiri bahwa saya bisa.

Setelah 7 tahun membina perkawinan, saya pun mengandung. Masa kehamilan yang  saya jalanijuga tidak mudah. Tidak ada makanan yang bisa masuk, walau saya paksa untuk makan, saya keluarkan lagi.

Bukan hanya masa kehamilan yang berat yang harus saya hadapi. Saat hendak  melahirkan pun harus dihadapi dengan sabar dengan tegar. Melahirkan untuk pertama kali, saya paksakan untuk normal, walau sudah dibujuk untuk operasi, tapi saya tidak mau. Padahal saat itu, umur saya sudah 30an. Saya benar-benar ingin merasakan arti seorang ibu yang sebenarnya.

Pilihan untuk melahirkan dengan normal, karena ada kekhawatiran akan sulit untuk mendapatkan keturunan lagi. Untuk anak pertama saja, saya harus menunggu selama 7 tahun, ada ketakutan bila kedepannya akan membuat saya sulit mendapatkan keturunan lagi, karena itu saya paksakan untuk normal.

Berjalannya waktu, Tuhan memberikan keturunan lebih dari yang saya minta.  Selang setahun dari anak pertma, saya melahirkan anak kedua, dan seterusnya hingga  mendapatkan 4 orang anak.

Menjadi ibu, setelah bertahun menunggu membuat saya lebih protektif  terhadap anak-anak. Saya selalu memberikan waktu seutuhnya pada anak dan suami.  Kebutuhan anak dan suami merupakan kebutuhan saya juga. Kalau semua pekerjaan rumah sudah selesai, baru saya berani melangkah keluar rumah, tapi kalau belum siap, maka saya tidak akan keluar. Walau saya dibantu oleh penjaga rumah. Tetap untuk anak dan suami, saya yang handle.
Anak beranjak dewasa, kegiatan saya mulai berkembang, bukan hanya sebagai ibu rumah tangga, tapi berbagai bisnis. Mulai dari fashion, rumah makan, hotel, dan lainnya mulai saya jalankan. Saya jalani semuanya sesuai dengan kapasitas. Karena anak sudah bisa mengurus dirinya, baru saya berani mengambil bisnis diluar rumah.  Kalau mereka belum bisa, saya akan tetap memilih keluarga dibandingkan apapun.

Kini, keempat buah hati saya tumbuh dan berkembang sebagai anak yang membanggakan. Anak pertama dan kedua telah mencapai S2, sedangkan yang ketiga masih kuliah di Austria, dan yang bungsu masih juga kuliah di kedokteran USU. Anak tumbuh dengan pengaruh dari dalam dan luar. Saya melakukan pendekatan dengan anak, sesuai dengan kebutuhan mereka, dan harus adil. Saya percaya, semua anak memiliki kelebihan, sekarang hanya bagaimana cara orang tua untuk mengetahui kelebihan dari si anak itu sendiri. (*)

Rahmawaty Pemilik Sekolah YPSA
(Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amalliyah)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/