Win RG, penulis muda berbakat
“Semua orang-orang besar menuliskan catatannya, sesederhana apa pun. Sebab, itu berarti meninggalkan jejak pada sejarah, mengispirasi, mengilhami manusia-manusia sesudahnya. Karena itulah, harganya menjadi mahal, hanya bisa ditukar dengan pahala abadi”.
Tak banyak kita temukan wanita, masih muda, yang senang bergiat di dunia kepenulisan. Seiring maraknya bisnis model dan kecantikan, kerja yang mengasah otak tersebut pun tak begitu diminati. Memang, untuk mendapatkan honor besar dan hidup glamour, sebaiknya jangan memilih profesi jadi penulis.
Begitulah kira-kira yang hendak disampaikan oleh Winarti, penulis yang sudah menghasilkan 7 buku ini. Yakni, Novel “Bintang” (Wal Ashri Publishing, 2008), Novel “Biarkan Bintang Benderang”, Novel kedua dari trilogi Bintang (WalAshri Publishing, 2010), Antologi Puisi “Ini Tentangmu, Perempuanku” (Format Publishing, 2010), Antologi Cerpen “Kerdam Cinta Palestina” (Polifenol, 2010), Antologi Puisi “Nuun” (Format Publishing, 2010), Novel “Gelas Jodoh” (Format Publishing, 2011), Novel Anak “Pohon Asam yang Seram” yang ditulis bersama dengan penulis cilik,Vail, 10 tahun.
Sederhana, cerdas, dan relijius. Begitu kesan yang ditangkap saat kali pertama bertemu sapa dengan perempuan yang sudah malang melintang di dunia aksara ini. Menulis bukan proses mudah dan sederhana. Penulis adalah seseorang yang sudah berhasil menghadirkan cerita, mengaplikasikannya menjadi tulisan, dan mempublikasikannya ke media ataupun penerbit buku.
Win RG begitu nama pena yang selalu tertera setiap kali ia mencipta karya.Penulis muda kelahiran Batubara 29 tahun lalu ini mengaku sangat menekuni dunia tulis menulis sejak sekolah dasar. Profesi ini digelutinya karena ‘menulis’ merupakan panggilan hati, bukan dipaksakan apalagi sekedar ikut-ikutan. Saking senangnya dengan dunia ini, Win juga mendirikan sanggar menulis Wins Sharing Club (WSC), yang menampung para remaja atau siapapun yang punya niat dan minat dalam dunia tulis menulis. Di sanggar ini, ia memberikan arahan dan pembelajaran bagaimana menumbuhkan ide dan imajinasi, serta bagaimana menghasilkan tulisan dengan bahasa yang indah sehingga membangkitkan ketertarikan pembacanya.
‘’Ya menulis adalah sebuah cita-cita, sebuah mimpi besar sejak kecil. Karena dari balita saya senang dengan cerita dan punya daya imajinasi yang tinggi,”ujar Win.
Kelas 2 SD, Win mulai menulis puisi, kelas 3 SD mulai menulis prosa, kelas 4 SD sudah punya buku harian, kelas 5 SD menulis lagu, masa SMP mulai tekun nulis cerpen, dan akhirnya ketika kuliah mulai nulis novel. (mag – 11)
Yang Terpenting adalah Kaya Hati
Win RG. Ada sesuatu yang rahasia dibalik dua inisial di belakang namanya tersebut. Itu rahasia penulis. Suatu saat akan diberitahukan juga ke publik,” ujar Win.
Di sela kesibukannya sebagai penulis, perempuan berjilbab ini juga masih sempat membaktikan ilmunya sebagai pengajar di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara sekaligus menjadi sekretaris jurusan program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di universitas yang sama. Suatu pengabdian tanpa henti, dan tanpa batas.
Banyak hal yang ia dapatkan dari profesi menulis ini. “Menjadi penulis sangat bisa menjadi kaya. Tidak pun kaya harta yang terpenting adalah kaya hati. Kepekaan kita terhadap lingkungan semakin tajam, kita peduli terhadap kesulitan orang lain, hati kita diasah untuk memiliki jiwa peduli yang tinggi,” beber Win .
“Alhamdulillah dari novel pertama saya bisa beli motor, kemudian dari tulisan-tulisan dan buku selanjutnya saya sudah bisa sedikit-sedikit merehab rumah orangtua di kampung halaman di Indrapura dan tak lupa ber-infaq tentu saja.” ujarnya tanpa bermaksud menyombongkan diri menjelaskan penghasilan yang ia dapatkan dari jerih payahnya membangun cerita menjadi tulisan,” ucapnya.
Kini, semakin menjamurnya penulis-penulis muda di Indonesia, banyak juga remaja yang ingin unjuk gigi dalam bidang ini. Baik itu menulis di surat kabar, majalah, berkarya dengan antologi, atau bahkan sudah memiliki buku sendiri. Terlepas dari tujuan awalnya, namun suatu karya haruslah diapresiasi dengan sejujur-jujurnya.
“Apapun impian dan latar belakangnya, kita semua berhak menjadi penulis. Sebab menulis membuat hidup jauh lebih sehat, lebih bahagia dan lebih muda. Menulis adalah kebutuhan jiwa. Jadi, menulislah pesan Win menutup perbincangan siang itu. (mag-11)