Cindy Camelia Meliala, Putri Medan Metropolitan 2006
Tekad dan ambisi yang kuat menjadi pengusaha kecantikan, memotivasinya bekerja dan belajar dengan keras. Meski tercatat sebagai sarjana dari Fakultas Sastra Jepang USU, tetapi keinginannya membuka usaha bidang kecantikan mendorong dirinya belajar tentang pendidikan kecantikan di Martha Tilaar, Diploma CIBTAC Jakarta.
Setelah menimba ilmu dan mencoba freelance sebagai make-up artis, semangatnya membuka usaha kecantikan kembali menggelora. Dengan modal seadanya, Cindy Camelia Meliala, Putri Medan Metropolitan 2006 ini pun mulai membuka usaha salon.
“Aku pingin sekali punya salon, karena bagi aku setiap wanita itu cantik, jadi mereka harus merawat kecantikan mereka,” ujar Cindy, putri dari pasangan Drg JS Meliala dan Hertyana Kaban ini kepada For Ladies.
Untuk menggapai impiannya, anak bungsu dari dua bersaudara ini menghemat semua pengeluaran untuk dirinya. Setiap tawaran model dan iklan yang diterimanya langsung disisihkan dan disimpan. Merasa penghasilannya sebagai model tidak mencukupi, Cindy pun mulai mengikuti usaha sang mama, membantu sang ibu untuk memasarkan berlian dan permata. “Kalau bisnis ini untungnya besar. Sekitar 60 persen salon ini berasal dari gaji aku bantuin mama,” ungkapnya sambil tersenyum manis.
Awal modal membuka salon asli dari keringatnya sendiri. Sedangkan bantuan dari orang tua hanya berupa gedung, semangat, dan doa. Sisanya, Cindy berjuang untuk menutupi keperluan salon. “Aku mikirnya begini: kalau tidak bisa sekaligus, perlahan saja, biar semuanya tertutupi,” tambah gadis kelahiran Sidikalang, 27 Juli 1986 ini.
Pendapatan salon secara perlahan mulai mendapatkan hasil. Cindy pun meluaskan usahanya. Salon yang awalnya lebih pada make-up, cat rambut, creambath, pedicure, medicure, dan lainnya dikembangkan menjadi spa yang diberi nama Chey Spa berada di Jalan Industri Ring Road. Dirinya membaca pasar, di mana para kaum hawa mengharapkan paket kecantikan yang lengkap, mulai dari luluran, pijat (refleksi), mandi sauna, mandi susu, dan lainnya.
Dia menyadari, usia yang masih muda, wajah yang eksotis, dan penampilan yang menarik dapat memberikan kesan negative. Apalagi dirinya memilih salon sebagai bisnisnya. “Aku tahu dan sadar dengan pandangan negatif orang. Tapi aku gak mau ambil pusing, karena aku gak neko-neko. Lagian jika wanita memiliki bisnis salon, apa harus dipandang jelek?” tambah Cindy.
Karena itu, Cindy bertekad agar bisnis Salon dan Spa yang didirikannya dengan keringat sendiri dapat dipandang dengan baik. Salah satu yang akan difasilitasinya adalah membentuk asosiasi Spa Wellnes, yaitu Spa yang menjalankan tugasnya dengan tanggung jawab. “Aku tidak ingin bisnis aku dicap sebagai spa plus-plus,” tambahnya.
Sejak masih remaja, Cindy sudah sangat mencintai dunia kecantikan. “Aku sangat menyukai dunia kecantikan, karena bersentuhan langsung dengan wanita. Banyak yang harus diperhatikan oleh wanita, karena itu aku sangat bangga menjadi wanita,” tambahnya. Rasa bangganya menjadi wanita juga membuat dirinya bertekad untuk menjadi inspirasi bagi wanita. (ram)