25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Bebaskan Anak Pilih Pasangan Hidup

Peraih Piala Citra dalam Ajang FFI Kategori Pemeran Pembantu Terbaik

Dalam film “Demi Ucok”, dosen teologi ini berperan sebagai seorang ibu yang mengharapkan agar anak wanitanya mendapatkan jodoh, terutama jodoh yang satu suku. Walaupun pada akhirnya, cara berfikir ini berubah. Dan dirinya mencoba realistis akan keadaan dan zaman yang memang sudah berubah.

PEMERAN PEMBANTU TERBAIK: Sintua DR Lina Marpaung saat memegang Piala FFI
PEMERAN PEMBANTU TERBAIK: Sintua DR Lina Marpaung saat memegang Piala FFI

“Kita harus mulai memahami, bahwa jodoh itu urusan yang diatas. Kalau kita mencoba untuk mengaturnya, tidak bisa. Karena kita bukan Tuhan,” ujar wanita kelahiran Medan, 16 April 1953 ini.

Wanita yang menjadi terkenal karena perannya sebagai Mak Gendut dalam film perdananya ini mengakui kisah dalam film tersebut adalah perwujudan dirinya dahulu. Tepatnya, saat dirinya mengharapkan anak pertamanya mendapatkan pasangan seseorang yang memiliki marga (Batak). Tetapi, akhirnya dirinya berubah karena melihat tragedi yang terjadi pada salah satu artis ibukota, Manohara.

“Jalan Tuhan membuat saya berubah. Saat itu, selama 3 bulan saya sakit, dan 2 minggu tidak bisa bergerak. Hanya bisa tidur saja. Jadi, selama itu, kerjaan saya hanya nonton televisi. Disitulah saya tahu kasus Manohara. Pernikahan yang tidak membahagiakan. Dan saya berpikir, saya tidak mau bila itu terjadi pada anak saya. Bila saya paksakan pernikahan,” lanjutnya saat ditemui di acara temu komunitas film indie di Medan (18/12).

Padahal, pada saat itu, wanita yang biasanya berbicara dengan suara keras dan cenderung ceplas ceplos ini sudah menyiapkan pernikahan untuk anaknya dengan salah satu anggota keluarga. Tetapi, karena menolak dan keadaannya yang sakit, akhirnya pernikahan yang sudah disetujui ini gagal berlangsung.
“Dalam sebuah hubungan itu, yang paling terpenting adalah kenyamanan. Dan pernikahan, akhirnya yang menjalani adalah 2 manusia. Kita yang tua, membimbing saja. Jadi, demi kebahagian anak, tidak salah lah bila kita yang tua menekan ego,” lanjutnya.

Saat itu, wanita yang berprofesi sebagai dosen ini, mulai membuka hatinya untuk pendamping anaknya kelak.

Dengan membuka hati, istri dari Bridjend (Purn) SM Simanjuntak ini berhasil menemukan pasangan hidup untuk anaknya. Bahkan, kini dirinya menerima menantunya dengan senang hati. “Anak saya baik dan bahagia. Ternyata, menantu saya baik sekali,”ungkapnya.

Menurutnya, pada zaman modern ini, masih banyak para ibu yang berfikiran sama seperti dirinya dulu, baik dari berbagai suku. Karena itu, dirinya berharap agar para ibu mulai mengubah pola pikirnya. “Suku penting, agama sangat penting. Dan kebahagian anak juga tidak kalah penting. Karena itu, jangan terpaku pada 1 pola pikir. Zaman berkembang, anak tumbuh, dan seharusnya pola pikir kitapun berkembang. Banyak kok kejadian, pernikahan yang dipaksakan tidak berakhir bahagia,” lanjutnya. (ram)

Peraih Piala Citra dalam Ajang FFI Kategori Pemeran Pembantu Terbaik

Dalam film “Demi Ucok”, dosen teologi ini berperan sebagai seorang ibu yang mengharapkan agar anak wanitanya mendapatkan jodoh, terutama jodoh yang satu suku. Walaupun pada akhirnya, cara berfikir ini berubah. Dan dirinya mencoba realistis akan keadaan dan zaman yang memang sudah berubah.

PEMERAN PEMBANTU TERBAIK: Sintua DR Lina Marpaung saat memegang Piala FFI
PEMERAN PEMBANTU TERBAIK: Sintua DR Lina Marpaung saat memegang Piala FFI

“Kita harus mulai memahami, bahwa jodoh itu urusan yang diatas. Kalau kita mencoba untuk mengaturnya, tidak bisa. Karena kita bukan Tuhan,” ujar wanita kelahiran Medan, 16 April 1953 ini.

Wanita yang menjadi terkenal karena perannya sebagai Mak Gendut dalam film perdananya ini mengakui kisah dalam film tersebut adalah perwujudan dirinya dahulu. Tepatnya, saat dirinya mengharapkan anak pertamanya mendapatkan pasangan seseorang yang memiliki marga (Batak). Tetapi, akhirnya dirinya berubah karena melihat tragedi yang terjadi pada salah satu artis ibukota, Manohara.

“Jalan Tuhan membuat saya berubah. Saat itu, selama 3 bulan saya sakit, dan 2 minggu tidak bisa bergerak. Hanya bisa tidur saja. Jadi, selama itu, kerjaan saya hanya nonton televisi. Disitulah saya tahu kasus Manohara. Pernikahan yang tidak membahagiakan. Dan saya berpikir, saya tidak mau bila itu terjadi pada anak saya. Bila saya paksakan pernikahan,” lanjutnya saat ditemui di acara temu komunitas film indie di Medan (18/12).

Padahal, pada saat itu, wanita yang biasanya berbicara dengan suara keras dan cenderung ceplas ceplos ini sudah menyiapkan pernikahan untuk anaknya dengan salah satu anggota keluarga. Tetapi, karena menolak dan keadaannya yang sakit, akhirnya pernikahan yang sudah disetujui ini gagal berlangsung.
“Dalam sebuah hubungan itu, yang paling terpenting adalah kenyamanan. Dan pernikahan, akhirnya yang menjalani adalah 2 manusia. Kita yang tua, membimbing saja. Jadi, demi kebahagian anak, tidak salah lah bila kita yang tua menekan ego,” lanjutnya.

Saat itu, wanita yang berprofesi sebagai dosen ini, mulai membuka hatinya untuk pendamping anaknya kelak.

Dengan membuka hati, istri dari Bridjend (Purn) SM Simanjuntak ini berhasil menemukan pasangan hidup untuk anaknya. Bahkan, kini dirinya menerima menantunya dengan senang hati. “Anak saya baik dan bahagia. Ternyata, menantu saya baik sekali,”ungkapnya.

Menurutnya, pada zaman modern ini, masih banyak para ibu yang berfikiran sama seperti dirinya dulu, baik dari berbagai suku. Karena itu, dirinya berharap agar para ibu mulai mengubah pola pikirnya. “Suku penting, agama sangat penting. Dan kebahagian anak juga tidak kalah penting. Karena itu, jangan terpaku pada 1 pola pikir. Zaman berkembang, anak tumbuh, dan seharusnya pola pikir kitapun berkembang. Banyak kok kejadian, pernikahan yang dipaksakan tidak berakhir bahagia,” lanjutnya. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/