Eva Septriani Sianipar, Dara Intelegensia Kota Medan 2010
Mengikuti kontes kecantikan lebih berpeluang mengembangkan karakter dan kemampuan diri. Itulah alasan gadis cantik kelahiran Medan tahun 1988 ini lebih memilih mengikuti kontes kecantikan (beauty peagent) dari pada terjun ke dunia model. Menurutnya, beauty peagent lebih menunjukkan karakteristik dirinya dibandingkan dunia model. Selain itu, menjadi icon menambah wawasannya dalam berbagai hal.
Selain itu, peraih Dara Intelegensia Kota Medan 2010 ini juga sangat mementingkan sekolah dibandingkan dengan pekerjaannya sebagai duta. “Isi kepala sangat penting untuk menjadi modal dalam hidup, karena itu saya lebih suka menjadi beauty peagent dibandingkan dengan model,” ujar Eva Septriani Sianipar. Selain itu, menjadi beauty peagent akan menyandang suatu misi yang dapat mempengaruhi orang lain.
Baginya, beauty peagent tidak hanya memandang kecantikan semata, tetapi secara keseluruhan, mulai dari bersikap, berbicara, dan isi kepala disatukan dalam satu paket. Sehingga, kecantikan dan pesona wanita tersebut lebih kuat terpancar. “Wanita lebih cantik saat dilihat dalam satu paket, bukan hanya sekilas saja, atau hanya dipandang dari kecantikan fisik saja,” ungkap Eva yang juga masuk dalam 15 besar Olimpiade Akuntansi (OSI) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) 2010.
Salah satu saat yang paling membahagiakan bagi Eva, pada tahun 2010 yang lalu, dirinya terpilih menjadi Putri Pariwisata Sumut 2010. Dengan jabatannya tersebut, Eva mempromosikan berbagai pariwisata yang ada di Sumut. Bahkan, baru disadarinya bahwa Sumut memiliki potensial dan ciri khas. “Potensial pariwisata Sumut sangat potensial, bahkan ciri khas yang dimilikinya berbeda dibandingkan dengan daerah lain,” tambah Eva.
Ciri khas dalam pariwisata Sumut itu menurutnya, yang mengelola masih warga setempat sehingga budaya didaerah tersebut belum hilang. Seperti, cara berbicara, dan aneka kebudayaan lain. Misalnya Danau Toba, walau sebagian orang mengangaap cara berbicara orang disana seperti orang marah atau kasar, baginya tidak, karena itu merupakan kebudayaan orang Batak yang tidak dapat dihilangkan. “Mungkin orang lain yang mendengar akan mengira itu kasar, tapi sebenarnya tidak, karena orang batak kan terkenal dengan suara nya yang keras. Jadi ini sebuah kebudayaan yang juga menjadi ciri khas nya,’’ungkapnya.
Pendidikan bagi anak bungsu dari 3 bersaudara ini juga sangat penting, bahkan saat kesempatan untuk berkarir ditolaknya karena dirinya merasa belum pantas. “Saat itu aku belum S1, masih D3. Jadi waktu diterima di PGN harus aku tolak, selain itu aku juga terpilih menjadi Puteri Pariwisata, jadi aku mikirnya, sekalian menyelesaikan tugas aku, sekalian mengambil S1,” ungkap Sarjana Ekonomi Akunttansi USU ini. (ram)