MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua tersangka kasus dugaan korupsi Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB) di Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) melayangkan permohonan Praperadilan (Prapid) ke Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (3/2).
Kedua tersangka Marahalim Harahap selaku Plt Kadis Pendapatan, Pengelolahan Keuangan dan Aset Daerah Pemkab Labusel dan Salatieli Laoli selaku Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemkab Labusel.
Ketua Tim Penasehat Hukumnya, Dr H Adi Mansar SH MHum dan rekan selaku permohon mengatakan pihaknya memprapidkan tindakan penyidik Polda Sumut sebagai termohon dalam proses penetapan status tersangka kedua kliennya itu.
Dalam sidang yang digelar di ruang Cakra 7 yang dipimpin hakim tunggal Irwan Effendi, pemohon menghadirkan saksi ahli, Prof Dr Mudzakir SH MH, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Dalam keterangannya, Prof Mudzakir mengatakan semua yang berkaitan dengan keuangan negara adalah domainnya hukum administrasi dan sudah diselesaikan dengan mekanisme hukum administrasi pertanggungjawaban keuangan negara. “Jadi kalau menurut saya itu sudah clear. Dan oleh karena itu, perkara tersebut haruslah di close (tutup),” ucapnya.
Prof Mudzakir menambahkan dalam sebuah kasus dugaan korupsi yang berhak melakukan audit investigasi berdasarkan perintah UU adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, bukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau lembaga audit independen.
“Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI, harus ada kerugian keuangan dulu untuk syarat mutlak ada tindak pidana korupsi. Jadi harus di audit dulu. Apabila ada kerugian negara, maka baru bisa ditetapkan sebagai tersangka. Bukan ditetapkan sebagai tersangka dulu, baru auditnya menyusul,” terangnya.
Ia menjelaskan, pada prinsipnya, apabila objeknya hukum administrasi, maka orang jadi tersangka dalam hukum administrasi. Karena prosesnya sudah diselesaikan dalam mekanisme adaministasi keuangan negara.
“Dan lembaga BPK RI juga sudah menyatakan clear and clean. Artinya perkara ini harus ditutup dan tidak bisa dikutak-katik lagi. Dan kalau masih ada mengutak-katik sebagai tersangka, ya menurut saya penetapan tersangka tidak sah,” jelasnya.
Menanggapi itu, tim penasehat hukum Polda Sumut dari Binkum Polda Sumut AKBP Dadi Purba saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya juga melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan keterangan ahli juga. Ia juga menegaskan bahwa penyidik sangat yakin bahwa bukti penyidik sudah kuat. “Ya kalau tidak, tidak mungkin bisa kita tetapkan sebagai tersangka. Karena sudah yakinlah makanya bisa kita tetapkan sebagai tersangka,” tegasnya.
Dalam permohonan prapid, Adi Mansar meminta agar hakim yang memeriksa permohonan tersebut mengabulkan permohonan prapid pemohon seluruhnya. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Sidik/28-G/I/2020/Ditreskrimsus tanggal 08 Januari 2020 yang menyatakan
Para pemohon sebagai tersangka terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) Subs. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Jo Pasal 64 KUHP adalah tidak sah.
Menyatakan Surat Ketetapan Termohon (ic. Dirreskrimsus Polda Sumut) Nomor : S.Tap/03/I/2020/Ditreskrimsus, tanggal 08 Januari 2020 Tentang Penetapan Tersangka atas nama Marahalim Harahap adalah tidak sah. Menyatakan Surat Ketetapan Termohon (ic. Dirreskrimsus Polda Sumut) Nomor : S.Tap/04/I/2020/Ditreskrimsus, tanggal 08 Januari 2020 Tentang penetapan tersangka atas nama Salatieli Laoli adalah tidak sah. Menyatakan tidak sah segala penetapan atau putusan yang dikeluarkan oleh termohon terhadap para pemohon. (man/btr)